Selasa, 11 Januari 2011

Karakter Wanita Dilihat Dari Cara Berjalan

Tips dari Kanjeng Pengeran Candu, Menurutnya setiap gerakan wanita ketika berjalan melambangkan keperibadiannya.

1. Bila berjalan, dari belakang kelihatan seperti tidak memijak tanah. Golongan wanita yang jalannya berginjat, konon wanita ini adalah wanita yang tidak jujur, bila berbohong, mulutnya laser dan menyinggung perasaan orang lain. Wanita yang berjalan seperti ini juga terkenal dengan sikap egonya. Lebih parah, wanita ini biasanya pemboros atau suka membazir uang tanpa berpikir sebelum berbelanja. Padahal, uangnya itu masih banyak kegunaannya. Tapi jangan berkecil hati, kerana wanita seperti ini biasanya menjadi pujaan lelaki.

2. Bila berjalan, sering menoleh ke kanan and kiri. Wanita seperti ini biasanya pandai menyimpan rahsia. Walaupun ramai yang menganggap wanita seperti ini tidak jujur, suka menipu teman sendiri, dan merugikan temannya, namun, byk lelaki yang berusaha untuk menaklukan hatinya. Konon wanita seperti ini senang diatur.

3. Bila berjalan suka menunduk. Cara berjalan melambangkan wanita seperti ini memiliki sifat yang tertutup. Ia hanya akan berbicara dengan orang-orang yang dekat dengannya dan dpt dipercaya untuk menyimpan rahasianya. Wanita seperti ini biasanya sukar untuk ditakluk hatinya. Disamping sikapnya yang dingin, wanita seperti ini tidak peduli dengan kehidupan cinta. Namun, jika ada lelaki yang berhasil menawan hatinya, dijamin akan mendapat kebahagiaan. Sebab, wanita jenis ini sangat setia, dan dia tidak akan mengkhianati lelaki yang dicintainya.

4. Bila berjalan menatap lurus ke depan. Wanita seperti ini biasanya memiliki pendirian yang teguh. Jangan sekali-sekali menentang apa yang pernah dikatakannya, jika anda tidak mau mendengar dia bicara panjang lebar. Meski pendiriannya teguh,tapi selalu berselisih pendapat. Jangan heran jika wanita seperti ini hanya mau bicara dengan orang yang berpengetahuan luas.

5. Bila berjalan badan tampak tegak. Wanita ini tegas menentukan sikapnya sendiri. Dia tidak mau urusan pribadinya dicampuri orang lain. Gaya bicaranya serius, menunjukkan dia memiliki pendirian teguh. Yang menarik dari wanita ini, ia bertanggung jawap terhadap apa yang pernah dilakukannya. Dia menyenangi lelaki yang mandiri tanpa meninggalkan sifat-sifat romantisnya.

6. Bila berjalan sambil cengar- cengir, senyam-senyum tanpa alasan jelas. Ini wanita gila, agak kurang waras jgn didekati.

7. Bila berjalan sambil nyanyi trus bawa kecrekan. Berarti dia WARIA, bukan wanita asli..banyak pria yang takut padanya.

8. Bila berjalan sambil sesekali memamerkan barisan gigi2nya yang putih. HATI HATI dia belom di suntik rabies !

9. Bila berjalan, dari belakang kelihatan seperti tidak memijak tanah. Mungkin dia syetan....lariiiiii......hahahhaha..

10. Kalo ada wanita bisa jalan di air, wuah... itu pasti zhang zi yi! cewe kung fu!!

11. Kalo ada wanita berambut panjang menutup muka dan keluar merangkak dari TV anda, maka itu Sadako. Avoid at all cost!

12. Bila jalannya maju mundur, itu artinya wanita plin-plan, so kalo mau berhubungan dengan wanita jenis ini berhati2 lah , ini hari dia bilang yah besok dia bilang NO NO NO NO NO.

13. Kalo ada wanita yg berjalan melompat-lompat, nah lho, seraaaammmmm. Pocong mamiiiiiii...

14. Kalo ada wanita yg habis baca email ini ada yg senyam senyum sendirian, apalagi sampe tertawa cekikikan, nah lho gue kagak tahu jenis yg mana ini.

Sumber : ardiz.blogspot.com/2007/06/karakter-wanita-dilihat-dari-cara.html

Selamat!!! Anda menjadi pembaca tergoblok yang ke…… ketika membaca tulisan ini???

Apa artinya pintar dan apa artinya bodoh???
Orang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya di bisnis. Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang pintar. Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh.

Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yang tidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah. Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh.

Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnya mendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untuk membayari proposal yang diajukan orang pintar.

Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka disuruh orang pintar untuk membuatnya.

Orang Bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH). oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk membuat undang-undangnya orang bodoh.

Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan, sementara itu orang pintar percaya.

Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh. Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada diatas.

Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu yang dipikirkan panjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadi staffnya orang bodoh.

Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan, dia PHK orang-orang pintar yang berkerja. Tapi orang-orang pintar DEMO, walhasil orang-orang pintar "meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan. Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktu untuk bekerja keras dengan hati senang, sementara orang bodoh menghabiskan waktu untuk bersenang-senang dengan keluarganya.

Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa dijadikan duit. Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.

Bill gate (Microsoft), Dell, Hendri (Ford), Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Siu Liong (BCA group). Adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya. Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka. Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.

PERTANYAAN :
1. Jadi mending jadi orang pinter atau orang bodoh??
2. Pinteran mana antara orang pinter atau orang bodoh???
3. Mulia mana antara orang pinter atau orang bodoh??
4. Susah mana antara orang pinter atau orang bodoh??

Kesimpulan :
1. Jangan lama-lama jadi orang pinter, lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.
2. Jadilah orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.
3. Kata kunci nya adalah "resiko" dan "berusaha", karena orang bodoh berpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil, selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil. Orang pinter berpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untuk selanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut. Dan mengabdi pada orang bodoh.
(dapat dari seorang kawan.....)

INIKAH CITA-CITA HIDUP KAMU ?

(artikel gaya hidup alternatif oleh Wendi)



Apa sih yang sebenarnya paling kamu inginkan dalam hidup ini ? Kaya raya, sebuah stereo set bagi mobil kamu, liburan keliling dunia ? Mungkin kamu ingin menghabiskan duit sepuluh juta perak dalam tempo beberapa menit atau sekedar cabut dari kantor hanya untuk mencuri waktu untuk menonton sinetron kesayangan-kah ? Bukan ? Oh, kamu ingin yang lebih berbobot dari semua keinginan diatas tadi, yeah, sesuatu yang susah banget untuk didefinisikan, bukan ?

Mungkin kamu saat ini sudah menyerah untuk mewujudkan segala impian kamu itu menjadi kenyataan, lalu kamu coba mengatur ulang lagi semua impian itu agar menjadi lebih realistis atau kelihatan "mungkin" untuk diwujudkan. Ah, mungkin kamu malah nggak pernah menanyakan pada diri kamu sendiri bahwa segala sesuatu yang kamu kejar-kejar itu sebenarnya bukanlah sesuatu yang "kebelet" kamu ingin wujudkan.

(Sekali lagi) mungkin, seperti yang terjadi pada kebanyakan orang, kamu merasa adalah orang yang termiskin di dunia eh.. terpaksa sekali untuk melakukan segala sesuatu yang malah bukan kehidupan pribadi kamu yang sebenarnya. Seberapa sering kamu merasakan hal tersebut ?

Ini ada sedikit ide liar. Semua yang kamu lakukan dalam kehidupan ini sebenarnya harus kamu lakukan karena memang kamu ingini atau senangi untuk melakukannya. Buat agar terlihat lebih dari segala-galanya dari yang ada di dunia. Dan ketika kamu membuat rencana-rencana (jangka panjang atau jangka pendek), kamu harus teguhkan ke diri kamu bahwa segala yang kamu rencanakan itu adalah hal yang paling menarik, sebuah kehidupan bebas merdeka seperti yang kamu bayangkan, nggak cuma sekedar standar hidup konvensional yang sering salah kaprah menilai arti "sukses" dan "jaminan hidup di hari tua", yang semata-mata hanya mengumpulkan duit, duit, duit dan duit sedari muda.

Terus terang itu ide kebanyakan "orang normal" yang naïf dan lagipula sudah usang (out of date). Kalau analoginya adalah makanan, maka ia sudah kadaluwarsa sejak bangsa ini pertama kali memproklamasikan kemerdekaannya. Lalu kamu mau telan juga, hah ?

Apa sih yang bisa lebih radikal daripada memilih sendiri apa yang ingin kamu lakukan berdasarkan besarnya rasa enjoy kamu terhadap pekerjaan/kegiatan itu ? Dibandingkan dengan seberapa bermoral, bertanggungjawab dan seberapa besar hal tersebut diterima oleh masyarakat kita ? Pernah tidak kamu berpikir "nakal" untuk tidak mengabdi kepada majikan atau bos kamu selain tentunya hanya mengabdi pada keinginan-keinginan kamu sendiri ? Nah, sebelum dipraktekan mentah-mentah, pertama-tama berani tidak kamu memposisikan sudut pandang kamu total berbeda dengan sudut pandang kebanyakan orang ? (tentunya bukan yang "asal beda" saja). Hei, berpikir ekstrem atau radikal is not a crime, kok !

Kembali ke topik semula. Mengejar segala keinginan-keinginan kamu bukan berarti dengan taklid buta kita ikuti segala hawa nafsu kita itu kemana pun mereka pergi. Bukan, bukan itu. Hal tersebut berarti, Pertama, menemukan apa yang sesungguhnya kamu inginkan; melintasi segala keinginan dan memutuskan mana sesuatu yang lebih kuat dan mana yang lebih lemah, serta yang mana dapat membawamu pada kebahagiaan yang hakiki pada akhirannya.

Itu berarti melakukan rekonstruksi pada diri dan kehidupan kita sehingga kita dapat mengejar banyak hal yang menjadi keinginan kita dengan penuh keniscayaan (ketika nggak ada jaminan bahwa semuanya bisa tercapai, kebanyakan diantara kita lantas menenggelamkan diri mengikuti arus hawa nafsu dan melupakan kontrol diri).

Banyak pula yang tenggelam dalam alkohol, obat bius; valium, amfetamin, heroin, dan kokain. Ya, banyak juga jenis kepengecutan seperti ini. (makanya, kalau mau mabuk jangan karena dilandasi eskapisme, depresi, putus asa atau frustasi. Mabuklah demi kesenangan ! Jadi kalau pun kamu terpaksa harus tewas karena efek mematikan dari "barang-barang haram" tersebut, paling tidak berbahagialah karena kamu mati dalam kesenangan dan bukannya dalam kesengsaraan) J .

Kedua, setelah kita menemukan hal-hal apa saja yang kita inginkan, langkah selanjutnya adalah membuat skala prioritas dan menganalisa sendiri keinginan-keinginanmu itu. Mungkin yang kamu inginkan adalah membuat dirimu senyaman-nyamannya. Making yourself as comfortable as you can !

Mengejar segala keinginan-keinginanmu juga berarti melakukan rekonstruksi pada masyarakat sekitar kita. Setiap diri kita masing-masing sebenarnya adalah produk dari dunia yang kita tinggali ini. Dan tentunya dunia ini sendiri adalah produk dari berbagai usaha kita sehari-hari. Untuk merekonstruksi diri dan kehidupanmu, jelas kamu harus pula merekonstruksi dunia yang membentuk dan mempengaruhi diri kamu selama ini. Tentu saja untuk melakukan hal ini kita memerlukan bantuan semua orang untuk mewujudkannya.

Jika kita ingin mengejar kebahagiaan yang hakiki, maka kita harus ikut bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang kita lakukan pada bumi dan bersamanya kita yakinkan diri kita masing-masing, bahwa bumi pasti akan memberikan kebahagiaan pula kepada seluruh masing-masing dari kita. Dont be apathetic and egoistic, ok ?

Tetapi, melakukan segala sesuatu yang kita inginkan bukankah nanti malah menjebak kita untuk saling baku hantam dengan sesama karena terjadinya perbenturan masing-masing kepentingan ? Tidak. Hal tersebut malah memberi kekuatan pada diri kita untuk saling bekerja dan mendukung satu sama lain. (Ehm, saya jadi teringat dengan stiker band hardcore DEAD PITS dulu, "Support Not Compete !!").

Demi kebaikan, sebuah tugas mulia yang paling ambisius tentu nggak bakalan bisa diwujudkan sendirian, bukan ? Tugas mulia itu amat membutuhkan partisipasi dari semua orang, bahkan seluruh lapisan masyarakat. Kebanyakan dari kita pasti menginginkan pergaulan yang luas, persahabatan sejati, merasakan kebebasan dan keamanan dalam hidup bersama lebih dari segala-galanya. Nah, untuk itu kita perlu kontribusi seluruh orang untuk memberikan yang terbaik demi tercapainya keinginan bersama tersebut.

Untuk menciptakan sebuah lingkungan sosial dimana masing-masing dari kita dapat merasakan hidup di kehidupan yang sejati, kita harus membuatnya menjadi sebuah keniscayaan untuk mengejar mimpi-mimpi kita dan bebas juga dalam berekspresi serta berkreasi.

Ya, ini akan menjadi suatu hal yang berat, terutama pada awal-awalnya. Tak ada yang lebih susah daripada memaksa agar kita selalu bisa jujur pada diri sendiri, ini yang paling dibutuhkan dari diri serta kehidupanmu sehari-harinya.

Kejujuran memang seakan memposisikan diri kita ke dalam kondisi yang lebih aneh dari sebelumnya, itu sudah pasti. Tetapi inilah inti dari perjuangan yang sebenarnya ! Sebuah kontes hidup yang jika kita bisa lakukan bersama-sama, maka kita akan menang melawan segala sesuatu yang buruk dan picik di dunia ini.

Alternatifnya, tentu saja, mempersiapkan segala sesuatu yang kita miliki hari ini dan jangan pernah mempertanyakan apakah ada yang lebih baik selain daripada tetap bertahan untuk hidup (staying alive).

Kebahagiaan jelas tidak datang begitu saja setelah kamu berusaha mendapatkan apa yang kamu inginkan dan miliki, tetapi hal itu lebih dari sekedar proses pencarian kebahagiaan yang berasal dari upaya mengejar keinginan-keinginan serta ambisi-ambisi tersebut. Hidup menjadi amat menyenangkan ketika kita bebas untuk melakukan dan menjadi apa saja yang kita inginkan, bukan ?

Setelah lama kita terperangkap dalam makna "bertanggungjawab" yang salah kaprah dan selalu didesak "keharusan-keharusan", akhirnya kita malah tidak terbiasa untuk mengekspresikan diri sebebas dan semau mimpi-mimpi kita.

Kini adalah saat yang tepat untuk mempelajari semua hal tersebut, namun bagaimana ?

Sekarang coba kamu ingat-ingat kembali hari-hari paling bersejarah sepanjang hidup kamu. Hari ketika untuk pertama kalinya kamu menyatakan cinta kepada seseorang yang benar-benar kamu impikan, hari untuk pertama kali kamu mencium atau diciumnya.

Atau ketika untuk pertama kalinya kamu mendengar musik punk rock, hardcore, metal atau bahkan dangdut, misalnya. Bisa juga hari yang untuk pertama kalinya kamu "sukses" mengutil sebatang coklat di supermarket, pertama kalinya menonton film biru (BF), melakukan (maaf) masturbasi/onani atau mungkin pengalaman pertama mabuk-mabukan bersama kawan satu SMA, misalnya.

Jika kamu mampu untuk mengingatnya, kemudian bayangkanlah hal itu bagai seribu anak pintu yang terbuka lebar dan kamu merasakan dunia tampak lebih besar dan luas dari apa yang sebelumnya tak pernah kamu bayangkan. Ketika tiba-tiba saja segalanya nampak serba memungkinkan. Serba niscaya.

Pertanyaannya; LALU MENGAPA TIDAK BISA SETIAP HARI KITA MERASAKAN HARI-HARI SEPERTI ITU ?

Well, untuk satu alasan, kamu pasti sepakat kalau saya bilang bahwa kita tidaklah hidup dalam sebuah lingkungan yang didesain khusus hanya untuk menyenangkan hati atau mengejar segala keinginan kita semata, bukan ?

Apapun retorika-retorika tentang "kemerdekaan dan pencarian kebahagiaan hakiki" adalah sah-sah saja, namun sayangnya lingkungan masyarakat kita ini terlalu dipenuhi oleh berbagai macam hal-hal yang absurd dan terlalu membingungkan segala larangan-larangannya.

Kita semua sibuk sendiri memperjuangkan mimpi-mimpi agar menjadi kenyataan. Ya, sendirian saja. Dan masing-masing dari kita merasakan ketidakberdayaan, yang mana susah sekali bagi kita untuk berfikir bahwa dunia yang kita huni dapat seperti ini sebenarnya karena hasil usaha-usaha kita bersama juga. Kita semua yang membuat keadaan dunia seperti ini ! Spesies kitalah yang telah mengubah total planet beserta segala isinya. Lalu sebaliknya, apa hal terbaik yang dapat kita lakukan bagi dunia ?

Jika kamu menjawab "Nothing !", mengapa pula nggak dari sekarang juga kita stop pembangunan-pembangunan yang hanya merusak, mengotori, menodai bahkan menghancurkan dunia ini ? Untuk selanjutnya kemudian kita investasikan cara-cara hidup dan bekerja yang sama sekali baru, sehingga kita dapat saling membentuk sebuah dunia baru yang lain. Sebuah dunia yang ramah serta menyenangkan bagi semua umat manusia dan juga bagi segala jenis kehidupan yang eksis di muka bumi ini. Kalo bukan untuk menemukan kesenangan dan kebahagiaan hakiki, lalu buat apa kita kerja capek-capek ?

Pernahkah kamu merasakan yang namanya cinta dan merasakan sesuatu yang sesungguhnya terasa baik namun terlihat berbahaya ?

Merasakan cinta tumbuh dalam diri kita sama halnya dengan menginginkan hidup di dunia lain. Sebuah dunia yang lebih menarik, lebih indah dan lebih menyenangkan….sebuah dunia yang bebas perhatian. Dunia dimana segala-galanya memiliki arti dan tidak ada sesuatu apa pun bisa terlihat bodoh atau tidak berguna.

Hei, lalu mengapa tidak kita mulai untuk membangun dunia seperti itu hari ini dan sekarang juga ??

20 sifat yang bisa menghancurkan diri sendiri

Dari buku Personality Plus, bisa disimpulkan kira-kira ada 20 sifat yang bisa menghancurkan diri sendiri, yaitu:

1. Bashful
Sering menghindari perhatian karena malu

2. Unforgiving
Sulit melupakan sakit hati atas ketidakadilan yang dialami, biasa mendendam

3. Resentful
Sering memendam rasa tidak senang akibat tersinggung oleh fakta/khayalannya

4. Fussy
Bersikeras minta perhatian besar pada perincian/hal yang sepele

5. Insecure
Sering merasa sedih/cemas/takut/kurang kepercayaan

6. Unpopular
Suka menuntut orang lain untuk sempurna sesuai keinginannya

7. Hard to please
Suka menetapkan standar yang terlalu tinggi yang sulit dipenuhi oleh orang lain

8. Pessimistic
Sering melihat sisi buruk lebih dulu pada situasi apapun

9. Alienated
Sering merasa terasing/tidak aman, takut jangan-jangan tidak disenangi orang lain

10. Negative attitude
Jarang berpikir positif, sering cuma melihat sisi buruk/gelap setiap situasi

11. Withdrawn
Sering lama-lama menyendiri/menarik diri/mengasingkan diri

12. Too sensitive
Terlalu introspektif/ingin dipahami, mudah tersinggung kalau disalahpahami

13. Depressed
Hampir sepanjang waktu merasa tertekan

14. Introvert
Pemikiran & perhatiannya ditujukan ke dalam, hidup di dalam diri sendiri

15. Moody
Semangatnya sering merosot drastis, apalagi kalo merasa tidak dihargai

16. Skeptical
Tidak mudah percaya, mempertanyakan motif di balik kata-kata

17. Loner
Memerlukan banyak waktu pribadi, cenderung menghindari orang lain

18. Suspicious
Suka curiga/tidak percaya kata-kata orang lain

19. Revengeful
Sadar/tidak sadar sering menahan perasaan, menyimpan dendam, ingin membalas

20. Critical
Suka mengevaluasi/menilai/berpikir/mengkritik secara negatif

Sumber: www.vivanews.com

9 Kebiasaan Menyegarkan Otak

By Petti Lubis, Mutia Nugraheni - Senin, 10 Januari



VIVAnews - Rasa jenuh dengan aktivitas sama setiap harinya dapat menimbulkan depresi. Kebosanan ini juga bisa membuat otak Anda merasa 'kurang tertantang'. Jika Anda sering mengalami hal ini, jangan diam saja. Lakukan latihan berikut ini yang bisa membuat Anda seperti memiliki otak 'baru'.

Dorothea Brande, penulis dan editor asal Amerika Serikat yang terkenal dengan bukunya "Wake Up and Live and Becoming a Writer", menyarankan beberapa latihan mental untuk membuat pikiran Anda jadi lebih tajam. Latihan-latihan dimaksudkan untuk menarik Anda keluar dari kebiasaan dan rutinitas, memberikan Anda perspektif berbeda, serta menempatkan Anda dalam situasi yang membutuhkan akal serta kreativitas dalam memecahkan masalah.

Brande percaya, hanya dengan melakukan pengujian dan peregangan sendiri Anda mengembangkan kekuatan mental. Berikut sembilan latihan yang disarankan oleh Brande yang bisa Anda coba, seperti dikutip dari Divine Caroline.

1. Habiskan satu jam setiap harinya dengan tidak berkata apa-apa. Kecuali, untuk menjawab pertanyaan secara langsung, di tengah-tengah kelompok, tanpa menimbulkan kesan bahwa Anda merajuk atau sakit. Cobalah bersikap sebiasa mungkin.

2. Berpikirlan selama 30 menit setiap hari tentang satu subjek. Mulailah dengan berpikir dalam lima menit jika 30 menit terlalu lama.

3. Berbicaralah selama 15 menit per hari tanpa menggunakan kata "Aku", "Saya", dan "Milik saya".

4. Cobalah untuk diam di tengah keramaian

5. Lakukan kontak dengan orang baru dan biarkan ia menceritakan banyak hal soal dirinya tanpa ia menyadari.

6. Ceritakan secara eksklusif tentang diri sendiri dan kesenangan Anda tanpa mengeluh, membual atau membuat bosan teman Anda.

7. Buat rencana selama dua jam per hari dan lakukan rencana itu dengan konsekuen.

8. Buatlah 12 kegiatan yang dilakukan secara acak dan spontan. Misalnya, sepulang mendatangi tempat makan yang belum pernah dikunjungi sebelumnya lalu pulang bukan dengan naik taksi tetapi ojek. Atau, biasanya pada pagi hari Anda minum kopi, minumlah air putih atau jus. Usahakan kegiatan tersebut berbeda dari rutinitas Anda.

9. Dari waktu ke waktu, luangkan setiap harinya menjawab "Ya" untuk setiap permintaan orang lain, tapi tentunya yang masuk akal.

Sumber: www.ilmupsikologi.com

Ingin Memori Lebih Baik? Belajar Bahasa Asing

By Finalia Kodrati, Mutia Nugraheni - Jumat, 7 Januari

VIVAnews - Untuk tetap menjaga otak agar bekerja lebih maksimal, ada banyak cara yang bisa Anda lakukan. Salah satunya adalah dengan belajar bahasa asing.

Menurut tim peneliti asal Amerika Serikat, dalam Science Journal, pengetahuan tentang bahasa asing bisa memperpanjang kemudaan otak.

Uniknya, hal ini ditemukan khususnya pada wanita. Ternyata, jika seorang wanita menguasai setidaknya dua bahasa asing, bisa membantu dia untuk kembali mempertahankan pikiran yang jernih dan memori yang baik sampai usia lanjut.

Seperti dikutip dari Genius Beauty, peneliti berusaha menghubungkan fakta bahwa otak wanita dipengaruhi oleh stres yang lebih besar dan konsekuensinya adalah terjadi peningkatan efisiensi pada otak.

Sebagai ilustrasi penelitian, para peneliti menyebutkan contoh-contoh dari orang yang tinggal di satu kabupaten di New Guinea. Mereka yang menguasai banyak bahasa asing, dari lima hingga 15 bahasa, kinerja otak dalam usia tua sama dengan rata-rata orang berusia 30-35 tahun.

Sumber: www.ilmupsikologi.com

Sabtu, 08 Januari 2011

Penyembuhan Luka Batin Bagi Orang Dewasa

Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 29 Juli 2009

Jakarta, 13 Mei 2005

Di dunia ini banyak pilihan yang tampak benar oleh kita tetapi terkadang lupa kita pikirkan manfaat dan ruginya, padahal tidak semua pilihan yang tampak benar itu bermanfaat pula buat kita. Contoh paling dekat di sini, misalnya saja kita pernah terkena pukulan dahsyat oleh keadaan buruk masa lalu yang di luar kontrol kita sampai membuat kita ambruk, terkapar dan benar-benar gelap.

Hal yang paling pantas untuk dikatakan adalah kira-kira bahwa pukulan dahsyat demikian memang benar membuat orang mengalami luka batin serius, trauma, frustasi, distress, atau paling kecilnya adalah bingung dan merasa tak berdaya. Meskipun pilihan ini sepertinya tampak benar dan tampak wajar (manusiawi) oleh kita, namun jika ini berlanjut dalam kurun waktu yang lama, apalagi kita abadikan dalam ruang batin kita, maka yang menjadi masalah bukan benar-salah, melainkan apa untungnya dan apa ruginya buat kita.

Karena dunia yang memukul kita itu tampaknya tak menaruh peduli dengan untung-ruginya kita dengan pilihan kita, maka di sinilah perlunya kita memikirkan pilihan (response) yang menggunakan pertimbangan manfaat dan kerugian bagi kita (advantage annd disadvantage), bukan semata-mata menggunakan pertimbangan salah-benar (right and wrong) menurut versi kita berdasarkan ke-manusiawi-an kita.

Pertimbangan demikian sangat kita butuhkan agar kita tidak menjadi orang yang menderita “double trouble” (kesulitan ganda) oleh keadaan-buruk yang memang sudah nyata-nyata memberikan “trouble” buat kita. Syukur-syukur kita bisa menjadi orang yang lebih tercerahkan gara-gara kita pernah mengalami kegelapan. Syukur-syukur kita menjadi orang yang lebih kuat gara-gara pernah dibikin tak berdaya oleh pukulan buruk.



Hambatan Batin

Secara umum bisa dikatakan bahwa sebetulnya tidak satupun orang yang menginginkan dirinya menderita “double trouble” akibat adanya trouble, dibikin menjadi gelap oleh kegelapan, dibikin menjadi semakin menderita oleh penderitaan. Kita semua menginginkan terbit terang setelah gelap, solusi setelah problem, dan seterusnya.

Keinginan demikian tentu sudah baik dan benar, hanya saja terkadang ada hal-hal di dalam batin kita yang bisa menghambat terwujudnya keinginan itu dan tidak segera kita singkirkan. Akhirnya, bukan yang kita inginkan yang kita dapatkan. Di antara hal-hal yang perlu kita singkirkan sesuai kemampuan kita dan secara bertahap adalah:

1. Kebenaran-egoisme.

Begitu kita menjadikan pilihan untuk ambruk, frustasi, dan trauma itu sebagai satu-satunya jawaban yang paling benar di dunia ini dan tak ada lagi jawab lain, maka pengetahuan, pengalaman, dan kesadaran kita kalah, alias tak berguna, dan lumpuh total.

Pengetahuan memang sumber petunjuk, pengalaman memang guru, dan kesadaran memang pemberi peringatan (reminders), namun ini masih koma, belum titik. Pengetahuan kita akan menunjukkan kita apabila kita mau menerima petunjuknya, pengalaman akan menjadi guru apabila kita belajar kepadanya, dan kesadaran akan menjadi reminder apabila kita mendengarkannya.

Selama yang menang di dalam batin kita adalah kebenaran-egoisme itu, maka sulit rasanya kita bisa memenuhi persyaratan-persyaratan di atas. Kita akan tetap memilih bertahan menjadi orang yang frustasi dan trauma oleh keadaan buruk meskipun sudah datang kepada kita instruksi untuk bangkit dari pengetahuan, pengalaman dan kesadaran dari dalam diri kita dan dari orang lain yang datang kepada kita.

Sedemikian perkasanya kebenaran-egoisme itu berkuasa di benak kita, maka paslah jika kemudian doktrin Samurai mengajarkan: winning first than fighting”(Taklukkkan nafsumu lebih dulu baru bertempur). Doktrin militer mengajarkan: “be warrior than soldier” (jadilan jagoan lebih dulu baru bergabung menjadi pasukan tempur). Jan Christian Smuts mengingatkan: “Orang tidak kalah oleh lawannya melainkan kalah oleh dirinya.

2. Ikut umumnya orang

Tidak selamanya mengikuti “kebenaran umum” itu menguntungkan buat kita. Memang benar kita pantas menjadi orang frustasi ketika kita pernah dihantam oleh pukulan buruk masa lalu. Karena ini berpotensi memperburuk diri kita, maka dibutuhkan pikiran kreatif untuk keluar dari penjara kebenaran umum demikian.

Ikut-ikutan pada apa yang umumnya dipilih dan dilakukan oleh orang banyak (conformity) seringkali menghalangi kreativitas kita. Kreativitas adalah kemampuan kita untuk memunculkan pikiran-pikiran yang berbeda dari hal-hal yang sama atau yang sudah ada untuk menghadirkan sesuatu yang lebih baik dan lebih bermanfaat buat kita.

Karena itulah, ajaran leluhur kita melarang “taklid-buta” (ikut-ikutan tanpa akal). Kita disuruh untuk mengabadikan warisan yang masih baik dan disuruh untuk menciptakan hal baru yang lebih baik, lebih unggul dan lebih bermanfaat.

3. Kesimpulan salah

Salah di sini bukan punya pengertian dosa atau pelanggaran hukum, melainkan salah yang lebih punya pengertian tidak sejalan dengan realita yang bekerja dalam praktek hidup kita. Di antara bentuk kesimpulan yang salah itu adalah ketika kita menegaskan bahwa keadaan akan memberikan ciuman kepada kita setelah memberikan pukulan buruk atau keadaan akan mengubah diri kita menjadi jauh lebih baik setelah ia pernah memberikan pukulan buruk.

Di mana letak kesalahan itu? Umumnya, keadaan akan memberikan piala kemenangan setelah kita menjadi orang yang menang melawan hawa nafsu kita. Biasanya, keadaan akan memberikan perlakuan baik setelah kita lebih dulu memperbaiki diri kita Seringkali keadaan tak menaruh belas kasihan kepada kita yang membiarkan diri kita dibikin buruk oleh keadaan buruk. Pepatah kita memberi isyarat, tangga itu menimpa orang yang sudah jatuh.

Mungkin, berdasarkan kebiasaan keadaan yang seperti itu, maka Washington Irvin mewasiatkan pesan agar kita jangan sampai dibikin kerdil oleh nasib buruk. "Orang kalah hidupnya dibikin tak berdaya oleh nasib buruk sementara orang menang mengalahkan nasib buruk"

Kalau kita merujuk pada rekomendasi yang dikeluarkan oleh Heike Schmidt-Felzmann (Create Winning Thought By Changing Self-Talk: 2002) dari studinya terhadap sejumlah atlet, kesimpulan kerdil itu bisa mempengaruhi performance atlet di lapangan. Karena itu, ia menyarankan:

§ Hindari unek-unek batin yang menggiring anda pada kekhawatiran, ketakutan dan kegoncangan.



§ Hindari unek-unek yang mengajak anda memikirkan kekalahan, kegagalan dan kesengsaraan masa lalu.



§ Hindari unek-unek batin yang mengajak anda meyakini adanya takhayyul yang tidak-tidak, seperti misalnya: "Jika saya kalah dalam pertandingan ini, maka habislah riwayat saya."



§ Hindari unek-unek yang mengajak anda untuk memfokus pada peluang kekalahan, masalah, problem, kesulitan, hambatan dan seterusnya. Seperti yang dipesankan Anthony Robbins: "Gunakan 10 % waktu anda untuk memikirkan masalah dan gunakan yang 90 % untuk memikirkan solusi."



§ Atasi munculnya stress dengan cara yang positif. Saran Dr. Denis Waitley, cara positif untuk mengatasi stress adalah: a) jangan mengubah sesuatu yang sudah tidak bisa diubah lagi, seperti masa lalu, dan lain-lain, b) ubahlah apa yang masih bisa anda ubah dengan cara melakukan sesuatu, seperti misalnya menggunakan hari ini seoptimal mungkin, dan c) hindarkan diri anda melakukan sesuatu yang akibatnya bisa membuat anda stress di masa depan, seperti misalnya membiarkan hari ini tanpa melakukan apapun.



Pembelajaran

Di bawah ini adalah sebagian dari sekian hal yang bisa kita pilih sebagai proses pembelajaran-diri agar kita tidak dengan mudah dibikin menjadi semakin buruk oleh pukulan buruk, dibikin ambruk selamanya oleh pukulan buruk yang membuat kita roboh. Kalah itu biasa, roboh itu biasa tetapi yang luar biasa buruknya buat kita adalah putus asa, patah harapan, trauma abadi, dan semisalnya. Hal-hal yang bisa kita lakukan itu antara lain:

1. Belajar mengontrol diri (self control)

Kontrol-diri adalah kemampuan kita untuk menjaga diri kita dengan cara melakukan dua hal:

* Latihan menyuruh diri sendiri untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat /membawa keuntungan buat kita. Kalau batin kita sedang gelap akibat pukulan, maka kitalah yang harus berlatih meyuruh diri sendiri untuk mencerahkannya dengan misalnya melakukan hal-hal positif, mengodpsi pikiran-pikiran positif, dan seterusnya.

* Latihan melarang diri sendiri agar tidak melakukan hal-hal yang akan membawa kerugian buat kita. Sedikit demi sedikit, belajarlah melarang diri sendiri agar tidak cepat larut, agar tidak larut berkepanjangan, dan sedikit demi sedikit melarang diri sendiri supaya tidak melawan petunjuk pengetahuan, pengalaman dan kesadaran kita.

Belajar mengontrol diri akan membuka peluang untuk menang melawan keperkasaan nafsu egoisme kita. Kitalah yang mengangkat diri kita untuk menjadi pengambil keputusan, penguasa, dan penentu langkah kita.

2. Jadikan “Defining moment”

Sebetulnya semua orang pernah mendapatkan pukulan buruk dari keadaan yang diluar kontrol kita, terlepas adanya perbedaan kadar dan jenis. Apa yang akhirnya sering menjadi pembeda adalah, di sana ada orang yang menjadikan pukulan buruk itu sebagai defining moment untuk melakukan perubahan-diri ke arah yang lebih baik dan di sana ada orang yang membiarkan dirinya terbawa arus pukulan buruk.

Memilih yang pertama akan membuat kita menjadi orang yang mendapatkan untung dari keadaan dalam bentuk trasformasi-diri: dari buruk ke baik, dari kalah ke kuat, dan dari gelap ke cerah. Karena itulah kita perlu belajar menjadikan pukulan-pukulan buruk, dari mulai yang terkecil, sebagai momen untuk menentukan perubahan ke arah yang lebih baik, apapun bentuknya, dan seberapapun besarnya.

Dengan memiliki perasaan baik terhadap diri kita, terhadap keadaan yang melingkupi kita akan membuat kita bisa memilih tindakan-tindakan baik (ikhtiar). Memilih tindakan yang baik terhadap peristiwa buruk yang menimpa kita akan menjadi alasan bagi Tuhan untuk menghadirkan balasan yang bagus buat kita.

Hal ini akan berbeda dengan ketika kita membiarkan pukulan buruk itu berlalu begitu saja, atau mengumpatnya dengan ledakan-ledakan negatif yang tidak berujung pada lahirnya tindakan-tindakan positif dari kita. Sepertinya, ini tidak ada transformasi-diri dan tidak ada pencerahan-diri dari kita.

Kita menjadi lebih bijak bukan karena kita pernah terkena pukulan buruk. Kita menjadi bijak karena kita menghayati pukulan itu. Sepertinya ada kesamaan antara menu makanan dan pelajaran yang ditawarkan oleh praktek hidup ini. Yang menentukan bukan masalah sedikit banyaknya makanan yang kita masukkan ke mulut kita, melainkan makanan yang sanggup dicerna oleh diri kita.

3. Belajar memperbaiki sistem solusi

Kalau seseorang tidak punya uang, maka solusi yang tersedia di depannya adalah: dari mulai mencuri, menipu, korupsi, berhutang, bekerja, berdagang, berbisnis, dan seterusnya. Meskipun semua itu bisa dikatakan solusi dalam pengertian peng-akhir masalah, tetapi yang berbeda adalah, ada solusi sementara dan ada solusi yang benar-benar solusi. Ada solusi yang menjadi awal masalah dan ada solusi yang menjadi akhir masalah. Inilah gambarannya.

Begitu juga dengan masalah atau pukulan-pukulan buruk yang menghantam kita setiap saat yang tak terduga-duga. Memang benar, bahwa selama kita masih ditakdirkan hidup pasti di sana tidak ada masalah atau pukulan yang akan membuat kita mati. Pasti di sana ada solusi, peng-akhir. Bahkan kita biarkan pun terkadang berjalannya waktu akan ikut andil untuk menyelesaikannya.

Karena yang kita inginkan adalah selalu menjadi yang lebih baik, maka di sinilah kita perlu memperbaiki sistem yang kita anut dalam menyelesaikan masalah dan pukulan yang kedatangannya tanpa diundang. Kita bisa memperbaikinya dengan cara:

* Menaikkan kecepatan dalam menarik diri
* Menaikkan kualitas (efektif / efisien)
* Menaikkan kuantitas tindakan positif yang kita munculkan

Dan masih banyak lagi jurus-jurus yang bisa kita tempuh, selama kita menggunakan pendekatan penyembuhan luka batin bagi orang dewasa. Semoga bermanfaat.

(Artikel ini pertama kali ditayangkan di www.e_psikologi.com pada tanggal 13 Mei 2005.)

Sumber: www.e-psikologi.com

Berbeda Tanpa Rasa Takut

Oleh : Jacinta F. Rini
Jakarta, 24 Agustus 2010
Ada masanya ketika kita ingin sekali menjadi seperti orang lain, dan meniru tingkah laku maupun kebiasaan idola kita. Saat itu biasanya kita malah membenci diri sendiri, karena dianggap kurang ini dan itu. Remaja juga mengalami masa dimana mereka ingin sekali disukai teman-teman, sampai-sampai mencoba menyamakan gaya rambut, pakaian, cat kuku, tas, sepatu, dsb meski sebetulnya tidak pas di badan maupun di kantong.

Tahun 80an rambut ala Lady Di mewabah seantero dunia dan breakdance dimana2; tahun 90an - penampilan ala Demi Moore dan heboh disko-diskoan; jaman 2000an - internet, blogs, Friendster, Facebook, Twitter, clubbing, jalan-jalan ke mall, nonton, 'gaul', dsb. Banyak perubahan dan variasi, ada yang bisa mengikuti tapi banyak pula yang merasa terasing. Ada rasa ingin ikut-ikutan, tapi tidak mampu, tidak punya modal, tidak bisa enjoy, dsb


Kenapa dipaksakan?
Sebenarnya remaja tidak ingin memaksakan diri, namun tempation untuk mengikuti gaya dan kebiasaan teman jauh lebih besar karena efeknya langsung dirasakan. Ada yang jadi sering diajak ngumpul bareng, diajak nonton, terpilih jadi anggota ini atau itu, bahkan cuma di sapa saja hati sudah senang (karena biasanya tidak tersapa). Semua ini bermuara pada kebutuhan untuk membangun identitas. Untuk itu, perlu banyak input positif untuk membangun konsep diri positif. Tidak heran, di masa ini para remaja mencari berbagai kesempatan dan kemungkinan untuk membangun identitas, termasuk melibatkan diri dengan kelompok yang bisa menyalurkan inspirasi, kreativitas, harapan dan membentuk nilai-nilai dirinya.
Adolescents often overidentify with heroes, such as rock stars – or form cliques that confer a kind of collective identity on them and in which they stereotype themselves, their ideals and their enemies. These behaviors are part of their effort to understand themselves and to formulate values
(Erik Erikson, psychologist)

Kebutuhan akan identitas ini yang mendorong remaja untuk join dengan kelompok. Remaja umumnya menganggap kebersamaan adalah ekspresi status, simbol dari "anak gaul" meski dengan derajat intensitas yang berbeda. Sehingga hampir semua remaja beranggapan, sendiri - adalah jelek, tanda tidak mampu bergaul, atau tidak disukai teman karena keanehan yang dimilikinya. Alhasil, remaja yang tidak banyak punya teman, atau malah tidak punya teman dekat, sering berkesimpulan kalau dirinya memang jelek, jahat, buruk rupa, tidak keren, bodoh dan seabrek atribut negatif lain, disertai perasaan marah, benci, bingung dan mungkin kesal pada diri sendiri. Yang paling pertama disalahkan, kalau tidak diri sendiri, biasanya - orang tua "kenapa saya dilahirkan seperti ini", kenapa aku tidak boleh mengecat rambutku?" Ini gara2 mama yang tidak membolehkan aku ke pesta sama teman"..dsb
Remaja umumnya sering menghadapi tekanan dari lingkungan, baik disengaja maupun tidak. Sengaja, artinya memang ada yang sengaja memojokkan remaja atau membuat ia merasa tidak nyaman, bahkan melukai perasaannya. Sementara yang tidak sengaja, bisa jadi remaja sendiri yang tidak nyaman karena dirinya tidak nyambung dengan teman-temannya.
Tekanan yang dihadapi remaja dari teman-temannya (peer pressure) jadi beban dan tuntutan yang berat karena tingginya intensitas pertemuan. Setiap hari remaja bertemu dengan teman-teman yang sama dari pagi sampai siang / sore. Tanpa disadari, sense of self remaja digantungkan pada sikap dan reaksi orang lain terhadap mereka. Masalahnya, kalau reaksinya negatif, remaja yang sudah punya kecenderungan "kecil hati" atau lemah konsep dirinya, akan menyerap apapun yang dikatakan orang lain tentang dirinya. Ini jadi bahaya, karena belum tentu penilaian itu benar, apalagi akurat. Sementara, remaja sedang dalam proses menemukan identitas "siapakah saya".
Adolescents often experience identity confusion (about sexual urges, about important decisions that they may feel unprepared to make; want to participate in society but are afraid of making mistakes, or being misled). Teens can develop a negative identity – a sense of being potentially bad or unworthy
(Erik Erikson, psychologist)

Kondisi ini membuat remaja stress, karena itu muncul dorongan untuk mengikuti siapapun yang dianggap idola, atau menyamakan gaya hidup dan penampilan, seperti teman-teman yang jadi acuannya. Motivasinya, supaya punya satu kesamaan dengan mereka. Kesamaan itu diharapkan bisa menghilangkan elemen individu yang dia anggap tidak OK karena lebur dalam identitas kelompok. Mulailah remaja mengubah penampilan, potongan rambut, warna rambut, cat kuku seragam, bahkan agenda hidupnya juga disesuaikan dengan agenda kelompok. Masalahnya, jika kelompok itu positif dan banyak melakukan kegiatan konstruktif (yang membangun dan mengembangkan kualitas diri), remaja bisa mendapatkan manfaatnya. Masalahnya, kalau kelompok itu justru lebih banyak pengaruh negatif dan destruktif (merusak), bisa merusak konsep diri sang remaja itu sendiri bahkan menjerumuskan ke tindakan berbahaya. Apalagi kalau remaja sulit bilang "tidak" ketika diajak melakukan kegiatan yang tidak sesuai hati nuraninya.
Tentu, setiap remaja ingin bisa “standing on his own” atau berani jadi diri sendiri. Akan tetapi untuk berani bersikap demikian, remaja harus punya sesuatu yang kuat di dalam dirinya, sehingga tidak takut terhadap reaksi orang lain. Kekuatan itu bisa berupa bakat dan kemampuan yang menonjol, wawasan luas dan logika berpikir, prinsip dan nilai, atau pun sikap (attitude) positif yang sudah menjadi bagian dari karakter, misal kepedulian social, komitmen, tanggung jawab, kepemimpinan, dsb. Bagi yang belum punya kekuatan, ini saatnya mengembangkan kekuatan dari dalam supaya di masa pembentukan identitas, remaja bisa mengumpulkan bukti positif bukan dari “kata dan respon orang”, namun berdasarkan pengalaman pribadi dan tentunya, keunikan diri.

Kembangkan keunikanmu sendiri
Setiap remaja pasti punya keunikan, ada yang sudah tergali ada yang belum. Ada yang sudah dinyatakan lewat berbagai cara sehingga menjadi bakat yang menonjol. Namun tidak semua mampu menemukan mutiara di dalam dirinya.

Berawal dari minat dan hobi
Banyak cara yang bisa remaja lakukan untuk menggali keunikan. Program ekskul ada yang memfasilitasi minat dan hobi remaja. Basket, volley, bela diri, multimedia (komputer dan saudara-saudaranya), menari, menyanyi, berorganisasi, menjahit, bikin kue, aksesories, bahkan otomotif - tidak membutuhkan biaya kursus yang besar. Kalau remaja punya inisiatif, bisa menggunakan fasilitas di sekelilingnya. Di sekolah, di rumah, bahkan bagi yang berminat otomotif, bisa belajar dari melihat tetangga mengutak atik mesin kendaraan. Bagi yang hobi art and craft, banyak bahan recycle bisa dipakai dan menghasilkan uang, pula. Ini hanya contoh untuk menunjukkan, kalau ada kemauan, pasti ada jalan!
Kenapa hobi dan minat penting? Dalam proses mencari jati diri, remaja sering bingung waktu ditanya, siapakah kamu? Apa kemampuanmu? Apa kelebihanmu? Hobi dan minat sebenarnya salah satu fondasi bagi pertumbuhan karakter yang sehat. Remaja yang punya bakat dan minat diwujudkan dalam bentuk hobi, akan lebih percaya diri dan tidak mudah terpengaruh oleh pendapat atau tekanan lingkungan. Tidak mudah terbawa arus dan punya kemampuan adaptasi yang lebih baik.
Dari hobi dan minat itulah, remaja membangun tonggak jati diri sekaligus memberi gambaran misteri apa yang ingin diketahui dan kehidupan seperti apa yang ingin dilalui. Jadi kalau remaja punya beragam keunikan, berbeda dalam minat, kesukaan, keahlian, bakat dan pilihan, itu sangat wajar dan malah baik adanya. Bayangkan kalau semua remaja seragam, sewarna dan segaya, sepola pikir dsb. Jadinya mirip robot atau mass production. Perbedaan itu yang akan membuat banyak penemuan, kreasi baru, dan selalu dinamis. Kedinamisan dan keunikan itu yang membuat remaja bisa bertumbuh sesuai dengan akarnya dan mencari jalan selaras dengan panggilan hidupnya, tidak ikut-ikutan menjalani peran yang bukan diperuntukkan baginya. Kalau remaja bisa mengembangkan kekuatan diri, maka remaja tidak mudah kena peer pressure; kalau pun terkena, punya kekuatan untuk bangkit kembali karena tahu bahwa hidup tidak hanya saat ini dan teman tidak hanya dilingkungan itu saja.
Jadi tidak perlu takut berbeda, karena perbedaan itu yang bisa membawa setiap remaja menemukan identitasnya. Berbeda itu seru kok !

Sumber: www.e-psikologi.com

Membaca Keadaan

Oleh : Ubaydillah, AN
Jakarta, 29 Juli 2009

Jakarta, 7 Mei 2003

Dua sampai lima tahun lalu, siapa yang menolak kalau dikatakan dangdut berposisi di pojok dan dipandang sebelah mata atau dikesankan sebagai musik kampungan. Akibat pandangan ini tidak sedikit penyanyi dangdut yang terpaksa menutupi identitasnya. Beberapa stasiun televisi pun masih enggan menyiarkan musik-musik dangdut. Tetapi siapa yang menyangka kalau musik ini sekarang justru menjadi hiburan andalan. Sejumlah penyanyi dangdut mengaku kewalahan meladeni order manggung. Tidak hanya itu, penyanyi-penyanyi dari aliran musik lain pun ikut alih profesi ke musik dangdut. Bahkan saat ini hampir setiap malam hiburan dangdut ditayangkan secara ‘live’ oleh beberapa stasiun televisi.

Dari komentar yang sedang berkembang di media atau pembicaraan antar pribadi diperoleh kesimpulan bahwa kesuksesan musik dangdut ini tidak lepas dari ‘blessing in disguise’ krisis moneter yang berubah menjadi krisis multidimensi. Karena krisis yang terus menambah jumlah pawai tanda tanya, masyarakat merasa butuh hiburan yang seirama dengan suasana hati dan suasana keadaan. Benar atau salah logika yang digunakan untuk berkomentar tidaklah sepenting fakta alamiah bahwa kesuksesan dangdut tidak lepas dari upaya sebagian kecil orang dalam membaca keadaan, “See the need and fill it”. Contoh yang paling aktual dan sensasional adalah fenomena goyang "ngebor" Inul Daratista. Terlepas dari pendapat pro dan kontra di seputar goyang ngebor yang ditampilkannya, Inul telah berhasil membaca keadaan sehingga telah membuatnya kerepotan untuk memenuhi permintaan (baca: order) manggung baik dari stasiun televisi maupun masyarakat umum.


The Law of Reading

Keadaan eksternal yang diinformasikan oleh media atau jaringan personal digambarkan oleh Trevor Bently ( dalam Creativity; McGraw –Hill: 1997) dalam bentuk tulisan berikut:


“THEOPPORTUNITYISNOWHERE”


Untuk membaca dengan benar tulisan di atas dibutuhkan penguasaan bahasa yang meliputi tata bahasa, kalimat dan kata agar persepsi yang diperoleh tidak salah atau tidak bertentangan dengan apa yang dibutuhkan oleh keadaan. Orang boleh membaca "The Opportunity Is No Where" yang berarti bahwa persepsi orang tentang keadaan eksternal adalah krisis yang sama sekali tidak menyimpan peluang atau solusi. Memperhatikan kenyataan di lapangan ternyata jumlah pembaca kelompok ini bisa dikatakan dominan. Sebabnya tidak lain adalah penguasaan bahasa dan tata bahasa keadaan yang minim sehingga gagal menyusun partikulasi kalimat keadaan.

Sebaliknya orang juga bisa memilih untuk membaca "The Opportunity Is Now Here" yang artinya peluang atau solusi itu ada di balik krisis asalkan bisa membacanya dengan jeli. Inilah sebenarnya yang dilihat oleh Inul dan teamnya. Ironisnya jumlah pembaca kelompok ini hanya sedikit. Padahal hampir semua orang menginginkan pilihan bacaan kedua ini tetapi prakteknya justru berbalik memilih yang pertama.

Itulah gambara bahwa satu tulisan yang disusun dengan jumlah karakter yang sama dapat dibaca dengan dua model bacaan yang menghasilkan dua persepsi yang berbeda. Kalau sudah sampai ke perbedaan persepsi berarti akan menghasilkan sikap mental yang berbeda yang berarti juga akan membuat tindakan hidup tidak sama. Oleh karena itu membaca merupakan instruksi kemanusiaan yang pertama kali dikeluarkan. Sebab membaca merupakan pintu tunggal bagi kita untuk mengetahui sesuatu di samping membaca juga akan mendorong untuk memilih bagaimana membaca dengan benar sehingga menghasilkan kesimpulan yang diharapkan. Atas dasar ini, membaca berarti punya tingkatannya sendiri.

Kalau dikelompokkan, kemampuan orang dalam membaca keadaan dapat digolongkan menjadi dua yaitu:

1. Kemampuan membaca Tangible materials (materi yang bisa dilihat dan disentuh)
2. Kemampuan membaca Intangible materials (materi yang tidak kasat mata dan tidak dapat tersentuh)

Membaca materi yang bisa disentuh oleh indera fisik dapat dilakukan oleh sebagian besar manusia dan memang inilah jalan yang harus ditempuh lebih dulu sebelum mengasah kemampuan untuk membaca materi yang tidak bisa disentuh atau tidak tertulis. Dan rasanya kebutuhan pengetahuan yang diperoleh dari materi tangible sudah bisa dipenuhi oleh hampir semua orang dari semua tingkatan.

Tetapi kebutuhan untuk mendapatkan pengetahuan yang diperoleh dari materi intangible dapat dikatakan baru dipenuhi oleh sebagian kecil orang. Padahal kalau dilihat bagaimana dunia bekerja, materi yang intangible justru sering menjadi faktor-penentu yang membedakan antara ada peluang atau tidak ada peluang di balik situasi yang berkembang. Atau dengan kata lain ada ‘hidden connecting’ (hubungan terselubung) yang menghubungkan antara satu obyek dengan obyek lain dan berpengaruh kuat terhadap kualitas keputusan hidup dalam hal identifikasi persoalan dan tindakan solusi.

Identifikasi masalah yang dihasilkan dari membaca intangible material dan hidden connecting akan mengarah pada penemuan fakta optimal yang berbeda dari kebanyakan orang yang mendasarkan keputusan hidupnya pada ‘personal feeling’ (perasaan pribadi) atau ‘rule of habit’ (kebiasaan) masa lalu. Dengan fakta optimal yang diperoleh maka bentuk partikulasi persoalan menjadi jelas dan mudah untuk dirumuskan skala prioritas penyelesaiannya. Pada tingkat tindakan, keputusan yang didasarkan pada fakta optimal kemungkinan besar akan menjadi akhir dari masalah yang bisa berarti peluang. Kalau tidak bisa langsung menjadi peluang, sedikitnya keputusan itu menjadi tindakan penyelamat darurat, tindakan adaptive atau tindakan korektif dari keadaan. Ini berbeda dengan keputusan yang semata didasarkan pada personal feeling atau rule of habit masa lalu yang lebih banyak menggunakan senjata kayu: mematahkan atau dipatahkan. Padahal mematahkan bukan akhir dari persoalan begitu juga dipatahkan.


Pembelajaran Diri

Membaca adalah kunci bagaimana kita mempersepsikan keadaan yang telah diinformasikan oleh media atau melalui jaringan personal. Tetapi membaca hanya untuk membaca dalam arti aktivitas dapat dikatakan masih belum memenuhi tujuan dari panggilan instruksi hidup pertama itu. Bahkan para pakar sudah sejak lama mengingatkan munculnya wabah yang bernama "information over-load" – suatu 'penyakit' di mana kepala manusia dipenuhi oleh informasi tentang keadaan makro yang tidak bisa digunakan untuk menyelesaikan keadaan mikro. Dengan perkembangan yang pesat dari penyedia informasi yang menjajakan pilihan persepsi keadaan, maka akan sangat mungkin wabah tersebut akan kian merajalela.

Kemampuan membaca harus ditajamkan dengan pembelajaran-diri dalam arti membaca untuk menciptakan peluang yang lebih bagus dari tujuan hidup, terutama sekali peluang untuk perbaikan pada wilayah sentral: kesehatan fisik, kemakmuran finansial, kehormatan status sosial, kepiawaian profesionalitas, kematangan mental, keseimbangan emosional, atau keluhuran moralitas. Tahapan untuk menajamkan kemampuan membaca dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:


1. Pengetahuan

Semua yang dibaca orang bisa dikatakan secara take for granted sudah memenuhi kepentingan untuk mengetahui sesuatu; membaca untuk mengetahui. Pengetahuan adalah kesimpulan asumsi atau dugaan yang telah diverifikasi oleh orang atau lembaga yang berwenang dengan berpedoman pada pendekatan Generally Applicable yang disusun berdasarkan latarbelakang persoalan makro. Atas dasar ini pengetahuan tidak lepas dari kepentingan lembaga atau orang dalam arti menurut ‘versi’. Artinya pengetahuan baru berbicara pada kebenaran dalam arti folk wisdom atau tatanan umum.

Dengan berpedoman bahwa manusia diberi jalan hidup melalui business of selling, maka secara pengetahuan semua yang ada di dalam, di luar, samping kiri-kanan atau depan belakang seseorang dapat dibisniskan. Tetapi prakteknya tidak cukup hanya berpedoman pengetahuan itu. Dengan kata lain, pengetahuan adalah raw material of power seperti pisau. Pengetahuan hanya untuk pengetahuan sudah dibuktikan tidak bekerja, mandul, dan supaya bisa bekerja maka pengetahuan membutuhkan mobilisasi.


2. Pemahaman

Memobilasi pengetahuan dapat diartikan dengan menciptakan pemahaman pribadi atau sudut pandang. Dari perumpamaan susunan kalimat “Theopportunityisnowhere” saja bisa menghasilkan sekian model bacaan yang akan menjadi sekian sudut pandang dan sudah jelas akan menjadi bahan keputusan untuk bertindak. Dalam hal ini menciptakan pemahaman adalah bagaimana anda merefleksikan pengetahuan yang sifatnya ‘generally applicable’ di atas menjadi ‘specifically applicable’ dengan setting persoalan mikro: anda dengan wilayah operasi dan konsentrasi.

Pemahaman inilah yang akan menikahkan antara apa yang anda ketahui dari materi tangible dan materi intangible yang bekerja di lapangan. Orang sering merasa bahwa pengetahuannya tidak berguna karena tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan padahal yang belum diperoleh adalah pemahaman. Logikanya, bagaimana mungkin buku yang dikarang di luar negeri oleh orang luar negeri dengan tatanan latarbelakang persoalan yang berbeda secara ruang dan waktu lalu diterapkan tanpa proses pengolahan lebih lanjut di meja kerja. Tetapi perlu diakui bahwa pemahaman anda tentang sesuatu baru berupa kreasi internal dan belum dapat dikatakan prestasi. Supaya pemahaman anda menjadi dasar prestasi, maka jadikan pemahaman anda sebagai materi tindakan sebab tindakan adalah prestasi hidup pertama kali.


3. Penghakiman

Membaca keadaan harus berakhir dengan penghakiman, eksekusi atau keputusan untuk bertindak. Intinya adalah eksekusi tindakan untuk menciptakan prestasi. Sebagai hakim anda mengetuk palu keputusan atas keabsahan hukum berdasarkan pengetahuan dan pemahaman anda. Seorang hakim yang menjalankan keputusan dan ternyata keputusan itu salah maka ia sudah mendapat reward satu kali dari hukum alam dan mendapat reward dua kali apabila keputusan itu benar. Sebaliknya hakim yang tidak menjalankan keputusannya meskipun keputusan itu benar maka ia telah dihakimi salah oleh hukum alam.

Melihat kenyataan bagaimana orang membaca keadaan bisa diperoleh kesimpulan seperti orang menggambar piramida; makin ke atas makin sedikit. Sebagian besar orang tahu bahwa krisis adalah sesuatu yang tidak enak namun hanya sebagian kecil yang memahami bahwa di balik krisis terdapat peluang, dan hanya sedikit sekali, bahkan bisa disebut pengecualian, yang mengambil eksekusi untuk berani bertindak. Kalau dibanding jumlah penduduk yang melebihi 200 juta jiwa, bisa anda hitung berapa persen yang mampu membaca “The Opportunity Is Now Here”. Berada dalam kelompok manakah anda saat ini? Semoga berguna. (jp)

Sumber: www.e-psikologi.com

Mengenal Gangguan Jiwa Pada lansia

Oleh : Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi.
Jakarta, 14 Mei 2002

Skizofrenia

Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia) (Dep.Kes.1992)

Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.

Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.

Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.

Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu :

* Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb)
* Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb)
* Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb)
* Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran)
* Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizof renia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun dalam bentuk perkataan yang konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu).

Gangguan Jiwa Afektif

Gangguan jiwa afektif adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan adanya gangguan emosi (afektif) sehingga segala perilaku diwarnai oleh ketergangguan keadan emosi. Gangguan afektif ini antara lain:

Gangguan Afektif tipe Depresif

Gangguan ini terjadi relatif cepat dalam beberapa bulan. Faktor penyebabnya dapat disebabkan oleh kehilangan atau kematian pasangan hidup atau seseorang yang sangat dekat atau oleh sebab penyakit fisik yang berat atau lama mengalami penderitaan.

Gangguan ini paling banyak dijumpai pada usia pertengahan, pada umur 40 - 50 tahun dan kondisinya makin buruk pada lanjut usia (lansia). Pada usia perttangahan tersebut prosentase wanita lebih banyak dari laki-laki, akan tetapi diatas umur 60 tahun keadaan menjadi seimbang. Pada wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang berarti fungsi seksual mengalami penurunan karena sudah tidak produktif lagi, walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena kebutuhan biologis sebenarnya selama orang masih sehat dan masih memerlukan tidak ada salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan teratur tanpa menggangu kesehatannya.

Gejala gangguan afektif tipe depresif adalah sedih, sukar tidur, sulit berkonsentrasi, merasa dirinya tak berharga, bosan hidup dan kadang-kadang ingin bunuh diri. Beberapa pandangan menganggap bahwa terdapat 2 jenis depresi yaitu Depresi tipe Neurotik dan Psikotik. Pada tipe neurotik kesadaran pasien tetap baik, namun memiliki dorongan yang kuat untuk sedih dan tersisih. Pada depresi psikotik, kesadarannya terganggu sehingga kemampuan uji realitas (reality testing ability) ikut terganggu dan berakibat bahwa kadang-kadang pasien tidak dapat mengenali orang, tempat, maupun waktu atau menjadi seseorang yang tak tahu malu, tak ada rasa takut, dsb.

Gangguan Afektif tipe Manik

Gangguan ini sering timbul secara bergantian pada pasien yang mengalami gangguan afektif tipe depresi sehingga terjadi suatu siklus yang disebut gangguan afektif tipe Manik Depresif. Dalam keadaan Manik, pasien menunjukkan keadaan gembira yang tinggi, cenderung berlebihan sehingga mendorong pasien berbuat sesuatu yang melampaui batas kemampuannya, pembicaraan menjadi tidak sopan dan membuat orang lain menjadi tidak enak. Kondisi ini lebih jarang terjadi dari pada tipe depresi. Kondisi semacam ini kadang-kadang silih berganti, suatu ketika pasien menjadi eforia, aktif, riang gembira, pidato berapi-api, marah-marah, namun tak lama kemudia menjadi sedih, murung, menangis tersedu-sedu yang sulit dimengerti.

Neurosis

Gangguan neurosis dialami sekitar 10-20% kelompok lanjut usia (lansia). Sering sukar untuk mengenali gangguan ini pada lanjut usia (lansia) karena disangka sebagai gejala ketuaan. Hampir separuhnya merupakan gangguan yang ada sejak masa mudanya, sedangkan separuhnya lagi adalah gangguan yang didapatkannya pada masa memasuki lanjut usia (lansia). Gangguan neurosis pada lanjut usia (lansia) berhubungan erat dengan masalah psikososial dalam memasuki tahap lanjut usia (lansia).

Gangguan ini ditandai oleh kecemasan sebagai gejala utama dengan daya tilikan (insight) serta daya menilai realitasnya yang baik. Kepribadiannya tetap utuh, secara kualitas perilaku orang neurosis tetap baik, namun secara kuantitas perilakunya menjadi irrasional. Sebagai contoh : mandi adalah hal yang biasa dilakukan oleh orang normal sehari 2 kali, namun bagi orang neurosis obsesive untuk mandi, ia akan mandi berkali-kali dalam satu hari dengan alasan tidak puas-puas untuk mandi.

Secara umum gangguan neurosis dapat dikategorikan sebagai berikut:

*
Neurosis cemas dan panik
*
Neurosis obsesif kompulsif
*
Neurosis fobik
*
Neurosis histerik (konversi)
*
Gangguan somatoform
*
Hipokondriasis. Pasien dengan keadaan ini sering mengeluh bahwa dirinya sakit, serta tidak dapat diobati. Keluhannya sering menyangkut alat tubuh seperti alat pencernaan, jantung dan pembuluh darah, alat kemih/kelamin, dan lainnya. Pada lansia yang menderita hipokondriasis penyakit yang menjadi keluhannya sering berganti-ganti, bila satu keluhannya diobati yang mungkin segera hilang, ia mengeluh sakit yang lain. Kondisi ini jika dituruti terus maka ia akan terus-menerus minta diperiksa dokter; belum habis obat untuk penyakit yang satu sudah minta diperiksa dokter untuk penyakit yang lain.
*
Gangguan disosiatif
*
Gangguan depersonalisasi
*
Gangguan distimik
*
Gangguan stres pasca trauma. (jp)

Sumber: www.e-psikologi.com

Masalah Kesehatan Jiwa Lansia

Oleh : Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi.
Jakarta, 16 April 2002

Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain (Depkes.RI, 1992:6)

Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Sementara Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotof, preventif, kuratif dan rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.

Ada 4 ciri yang dapat dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :

* Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya usia
* Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degeneratif
* Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila : a) Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang lain), b) Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun, setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup dan lain-lain.
* Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan penegak hukum, atau trauma psikis.

Ada beberapa faktor yang sangat berpengaruh terhadap kesehatan jiwa lansia. Faktor-faktor tersebut hendaklah disikapi secara bijak sehingga para lansia dapat menikmati hari tua mereka dengan bahagia. Adapun beberapa faktor yang dihadapi para lansia yang sangat mempengaruhi kesehatan jiwa mereka adalah sebagai berikut:

*
Penurunan Kondisi Fisik
*
Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
*
Perubahan Aspek Psikososial
*
Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan
*
Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Penurunan Kondisi Fisik

Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya tenaga berkurang, enerji menurun, kulit makin keriput, gigi makin rontok, tulang makin rapuh, dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang yang sudah memasuki masa lansia mengalami penurunan secara berlipat ganda. Hal ini semua dapat menimbulkan gangguan atau kelainan fungsi fisik, psikologik maupun sosial, yang selanjutnya dapat menyebabkan suatu keadaan ketergantungan kepada orang lain. Dalam kehidupan lansia agar dapat tetap menjaga kondisi fisik yang sehat, maka perlu menyelaraskan kebutuhan-kebutuhan fisik dengan kondisi psikologik maupun sosial, sehingga mau tidak mau harus ada usaha untuk mengurangi kegiatan yang bersifat memforsir fisiknya. Seorang lansia harus mampu mengatur cara hidupnya dengan baik, misalnya makan, tidur, istirahat dan bekerja secara seimbang.

Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti :

*
Gangguan jantung
*
Gangguan metabolisme, misal diabetes millitus
*
Vaginitis
*
Baru selesai operasi : misalnya prostatektomi
*
Kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang
*
Penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer, serta

Faktor psikologis yang menyertai lansia antara lain :

*
Rasa tabu atau malu bila mempertahankan kehidupan seksual pada lansia
*
Sikap keluarga dan masyarakat yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya
*
Kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam kehidupannya
*
Pasangan hidup telah meninggal
*
Disfungsi seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dsb.

Perubahan Aspek Psikososial

Pada umumnya setelah orang memasuki lansia maka ia mengalami penurunan fungsi kognitif dan psikomotor. Fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Sementara fungsi psikomotorik (konatif) meliputi hal-hal yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan, tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang cekatan.

Dengan adanya penurunan kedua fungsi tersebut, lansia juga mengalami perubahan aspek psikososial yang berkaitan dengan keadaan kepribadian lansia. Beberapa perubahan tersebut dapat dibedakan berdasarkan 5 tipe kepribadian lansia sebagai berikut:

*
Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction personalitiy), biasanya tipe ini tidak banyak mengalami gejolak, tenang dan mantap sampai sangat tua.
*
Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada dirinya
*
Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
*
Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara seksama sehingga menyebabkan kondisi ekonominya menjadi morat-marit.
*
Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah dirinya.

Perubahan yang Berkaitan Dengan Pekerjaan

Pada umumnya perubahan ini diawali ketika masa pensiun. Meskipun tujuan ideal pensiun adalah agar para lansia dapat menikmati hari tua atau jaminan hari tua, namun dalam kenyataannya sering diartikan sebaliknya, karena pensiun sering diartikan sebagai kehilangan penghasilan, kedudukan, jabatan, peran, kegiatan, status dan harga diri. Reaksi setelah orang memasuki masa pensiun lebih tergantung dari model kepribadiannya seperti yang telah diuraikan pada point tiga di atas.

Bagaimana menyiasati pensiun agar tidak merupakan beban mental setelah lansia? Jawabannya sangat tergantung pada sikap mental individu dalam menghadapi masa pensiun. Dalam kenyataan ada menerima, ada yang takut kehilangan, ada yang merasa senang memiliki jaminan hari tua dan ada juga yang seolah-olah acuh terhadap pensiun (pasrah). Masing-masing sikap tersebut sebenarnya punya dampak bagi masing-masing individu, baik positif maupun negatif. Dampak positif lebih menenteramkan diri lansia dan dampak negatif akan mengganggu kesejahteraan hidup lansia. Agar pensiun lebih berdampak positif sebaiknya ada masa persiapan pensiun yang benar-benar diisi dengan kegiatan-kegiatan untuk mempersiapkan diri, bukan hanya diberi waktu untuk masuk kerja atau tidak dengan memperoleh gaji penuh. Persiapan tersebut dilakukan secara berencana, terorganisasi dan terarah bagi masing-masing orang yang akan pensiun. Jika perlu dilakukan assessment untuk menentukan arah minatnya agar tetap memiliki kegiatan yang jelas dan positif. Untuk merencanakan kegiatan setelah pensiun dan memasuki masa lansia dapat dilakukan pelatihan yang sifatnya memantapkan arah minatnya masing-masing. Misalnya cara berwiraswasta, cara membuka usaha sendiri yang sangat banyak jenis dan macamnya. Model pelatihan hendaknya bersifat praktis dan langsung terlihat hasilnya sehingga menumbuhkan keyakinan pada lansia bahwa disamping pekerjaan yang selama ini ditekuninya, masih ada alternatif lain yang cukup menjanjikan dalam menghadapi masa tua, sehingga lansia tidak membayangkan bahwa setelah pensiun mereka menjadi tidak berguna, menganggur, penghasilan berkurang dan sebagainya.

Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat

Akibat berkurangnya fungsi indera pendengaran, penglihatan, gerak fisik dan sebagainya maka muncul gangguan fungsional atau bahkan kecacatan pada lansia. Misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran sangat berkurang, penglihatan kabur dan sebagainya sehingga sering menimbulkan keterasingan. Hal itu sebaiknya dicegah dengan selalu mengajak mereka melakukan aktivitas, selama yang bersangkutan masih sanggup, agar tidak merasa terasing atau diasingkan. Karena jika keterasingan terjadi akan semakin menolak untuk berkomunikasi dengan orang lain dan kdang-kadang terus muncul perilaku regresi seperti mudah menangis, mengurung diri, mengumpulkan barang-barang tak berguna serta merengek-rengek dan menangis bila ketemu orang lain sehingga perilakunya seperti anak kecil.

Dalam menghadapi berbagai permasalahan di atas pada umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara karena hidup membujang, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar. Disinilah pentingnya adanya Panti Werdha sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia di samping sebagai long stay rehabilitation yang tetap memelihara kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungan sosial Panti Werdha adalah lebih baik dari pada hidup sendirian dalam masyarakat sebagai seorang lansia. (jp)

Sumber: www.e-psikologi.com

Memahami Kepribadian Lansia

Oleh : Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi.
Jakarta, 09 April 2002

Kepribadian atau personality berasal dari kata persona yang berarti masker atau topeng; maksudnya apa yang tampak secara lahir tidak selalu menggambarkan yang sesungguhnya (dalam bathinnya). Contoh: orang lapar belum tentu mau makan ketika ditawari makanan, pada hal perutnya keroncongan. Orang tidak punya uang dapat berpura-pura punya uang atau sebaliknya. Itulah gambaran kepribadian, bahwa yang tampak bukan yang sebenarnya. Kepribadian adalah semua corak perilaku dan kebiasaan individu yang terhimpun dalam dirinya dan digunakan untuk bereaksi serta menyesuaikan diri terhadap segala rangsangan baik dari luar maupun dari dalam. Corak perilaku dan kebiasaan ini merupakan kesatuan fungsional yang khas pada seseorang. Perkembangan kepribadian tersebut bersifat dinamis, artinya selama individu masih bertambah pengetahuannya dan mau belajar serta menambah pengalaman dan keterampilan, mereka akan semakin matang dan mantap kepribadiannya (Depkes, 1992).

Pada lansia yang sehat, kepribadiannya tetap berfungsi dengan baik, kecuali kalau mereka mengalami gangguan kesehatan jiwanya atau tergolong patologik. Sifat kepribadian seseorang sewaktu muda akan lebih nampak jelas setelah memasuki lansia sehingga masa muda diartikan sebagai karikatur kepribadian lansia. Dengan memahami kepribadian lansia tentu akan lebih memudahkan masyarakat secara umum dan anggota keluarga lansia tersebut secara khusus, dalam memperlakukan lansia dan sangat berguna bagi kita dalam mempersiapkan diri jika suatu hari nanti memasuki masa lansia. Adapun beberapa tipe kepribadian lansia adalah sebagai berikut:

*
Tipe Konstruktif (Constructive Personality)
*
Tipe Mandiri (Independent Personality)
*
Tipe Tergantung (Dependent Personality)
*
Tipe Bermusuhan (Hostility Personality)
*
Tipe Kritik Diri (Self Hate Personality)

Tipe Kepribadian Konstruktif

Model kepribadian tipe ini sejak muda umumnya mudah menyesuaikan diri dengan baik terhadap perubahan dan pola kehidupannya. Sejak muda perilakunya positif dan konstruktif serta hampir tidak pernah bermasalah, baik di rumah, di sekolah maupun dalam pergaulan sosial. Perilakunya baik, adaptif, aktif, dinamis, sehingga setelah selesai mengikuti studi ia mendapatkan pekerjaan juga dengan mudah dan dalam bekerjapun tidak bermasalah. Karier dalam pekerjaan juga lancar begitu juga dalam kehidupan berkeluarga; tenang dan damai semua berjalan dengan normatif dan lancar. Dapat dikatakan bahwa tipe kepribadian model ini adalah tipe ideal, seolah-olah orang tidak pernah menghadapi permasalahan yang menggoncangkan dirinya sehingga hidupnya terlihat stabil dan lancar. Jika tipe kerpibadian ini terlihat seolah-olah tidak pernah bermasalah hal itu terjadi karena tipe kepribadian model ini mudah menyesuaikan diri, dalam arti juga pandai mengatasi segala permasalahan dalam kehidupannya. Sifatnya pada masa dewasa adalah mempunyai rasa toleransi yang tinggi, sabar, bertanggung jawab dan fleksibel, sehingga dalam menghadapi tantangan dan gejolak selalu dihadapi dengan kepala dingin dan sikap yang mantap.

Pada masa lanjut usia model kepribadian ini dapat menerima kenyataan, sehingga pada saat memasuki usia pensiun ia dapat menerima dengan suka rela dan tidak menjadikannya sebagai suatu masalah, karena itu post power sindrome juga tidak dialami. Pada umumnya karena orang-orang dengan kepribadian semacam ini sangat produktif dan selalu aktif, walaupun mereka sudah pensiun akan banyak yang menawari pekerjaan sehingga mereka tetap aktif bekerja di bidang lain ataupun ditempat lain. Itulah gambaran tipe kepribadian konstruktif yang sangat ideal, sehingga mantap sampai lansia dan tetap eksis di hari tua.

Tipe Kepribadian Mandiri

Model kepribadian tipe ini sejak masa muda dikenal sebagai orang yang aktif dan dinamis dalam pergaulan sosial, senang menolong orang lain, memiliki penyesuaian diri yang cepat dan baik, banyak memiliki kawan dekat namun sering menolak pertolongan atau bantuan orang lain. Tipe kepribadian ini seolah-olah pada dirinya memiliki prinsip "jangan menyusahkan orang lain" tetapi menolong orang lain itu penting. Jika mungkin segala keperluannya diurus sendiri, baik keperluan sekolah, pakaian sampai mencari pekerjaan dan mencari pasangan adalah urusan sendiri. Begitu juga setelah bekerja, dalam dunia kerja ia sangat mandiri dan sering menjadi pimpinan karena aktif dan dominan. Perilakunya yang akif dan tidak memiliki pamrih, justru memudahkan gerak langkahnya, biasanya ia mudah memperoleh fasilitas atau kemudahan-kemudahan lainnya sehingga kariernya cukup menanjak, apalagi jika ditunjang pendidikan yang baik, maka akan mengantarkan model kepribadian yang mandiri menjadi pimpinan atau manajer yang tangguh.

Dalam kehidupan berkeluarga model kepribadian ini umumnya sangat dominan dalam mengurus keluarganya. Semua dipimpin dan diatur dengan cekatan sehingga semua beres. Seolah-olah dalam benaknya anak istri tidak boleh kerepotan dan jangan merepotkan orang lain. Model tipe ini adalah ayah atau ibu yang sangat perhatian pada anak-anak dengan segala kebutuhannya.

Bagaimana model kepribadian tipe ini memasuki masa pensiaun dan masa lansia? Disinilah mulai timbul gejolak, timbul perasaan khawatir kehilangan anak buah, teman, kelompok, jabatan, status dan kedudukan sehingga cenderung ia menunda untuk pensiun atau takut pensiun atau takut menghadapi kenyataan. Termasuk dalam kelompok kepribadian model ini adalah mereka yang sering mengalami post power sindrome setelah menjalani masa pensiun. Sedangkan tipe kepribadian ini yang selamat dari sindrome adalah mereka yang biasanya telah menyiapkan diri untuk memiliki pekerjaan baru sebelum pensiun, misalnya wira swasta atau punya kantor sendiri atau praktek pribadi sesuai dengan profesinya masing-masing dan umumnya tidak tertarik lagi bekerja disuatu lembaga baru kecuali diserahi penuh sebagai pimpinan.

Tipe Kepribadian Tergantung

Tipe kepribadian tergantung ditandai dengan perilaku yang pasif dan tidak berambisi sejak anak-anak, remaja dan masa muda. Kegiatan yang dilakukannya cenderung didasari oleh ikut-ikutan karena diajak oleh temannya atau orang lain. Karena pasif dan tergantung, maka jika tidak ada teman yang mengajak, timbul pikiran yang optimistik, namun sukar melaksanakan kehendaknya, karena kurang memiliki inisiatif dan kreativitas untuk menghadapi hal-hal yang nyata. Pada waktu sekolah mereka biasanya dikenal sebagai siswa yang pasif, tidak menonjol, banyak menyendiri, pergaulannya terbatas sehingga hampir-hampir tidak dikenal kawan sekelasnya. Begitu juga saat menjadi mahasiswa, biasanya serba lambat karena pasif sehingga masa studinya juga lambat. Dalam mencari pekerjaan orang tipe ini biasanya tergantung pada orang lain, sehingga masuk usia kerja juga lambat dan kariernya tidak menyolok. Dalam bekerja lebih senang jika diperintah, dipimpin dan diperhatikan oleh orang lain atau atasan, namun jika tidak ada perintah cenderung pasif seolah-olah tidak tahu apa yang harus dilakukan. Dalam pergaulan sehari-hari mereka cenderung menunggu ajakan teman namun sesudah akrab sulit melupakan jasa baik temannya.

Dalam kehidupan perkawinan, karena orang pasif biasanya menikah terlambat dan memilih istri atau suami yang dominan, maka dalam kehidupan keluarga biasanya akur, akrab, tentram tidak banyak protes, pokoknya mengikuti kehendak suami atau istri. Pada saat pensiun mereka dengan senang hati menerima pensiun dan dapat menikmati hari tuanya. Masalah akan timbul jika pasangan hidupnya meninggal duluan. Kejadian tersebut seringkali mengakibatkan mereka menjadi merana dan kadang-kadang juga cepat menyusul, karena kehilangan pasangan merupakan beban yang amat berat sehingga mengalami stress yang berat dan sangat menderita.

Tipe Kepribadian Bermusuhan

Tipe Kepribadian bermusuhan adalah model kepribadian yang tidak disenangi orang, karena perilakunya cenderung sewenang-wenang, galak, kejam, agresif, semauanya sendiri dan sebagainya. Sejak masa sekolah dan remaja biasanya mereka sudah banyak masalah, sering pindah-pindah sekolah, tidak disenangi guru, dijauhi kawan-kawan sehingga sebagai siswa reputasinya negatif. Begitu juga setelah jadi mahasiswa, dikampus biasanya mereka dikenal sebagai tukang bikin ribut, prestasi akademik kurang, namun biasanya pandai pacaran, ganti-ganti pacar, berjiwa petualang (avonturir) dan mudah terjerumus dalam minum-minuman keras, menggunakan narkotik dan sejenisnya. Dalam dunia kerja umumnya mereka tidak stabil, senang pindah-pindah kerja atau pekerjaannya tidak menentu. Kalau menjadi pejabat cenderung foya-foya, menghalalkan segala cara dan semua keinginan harus dituruti, demi memberikan kepuasan diri. Tipe ini juga dikenal tidak mau mengakui kesalahannya dan cenderung mengatakan bahwa orang lah yang berbuat salah, banyak mengeluh dan bertindak agresif atau destruktif, pada hal dalam kenyataan mereka lebih banyak berbuat kesalahan.

Model kepribadian bermusuhan ini juga takut menghadapi masa tua, sehingga mereka berusaha minum segala jenis jamu atau obat agar terlihat tetap awet muda, mereka juga takut kehilangan power, takut pensiun dan paling takut akan kematian. Biasanya pada masa lansia ornag-orang dengan tipe ini terlihat menjadi rakus, tamak, emosional dan tidak puas dengan kehidupannya, seolah-olah ingin hidup seribu tahun lagi.

Tipe Kepribadian Kritik Diri

Tipe kepribadian kritik diri ditandai adanya sifat-sifat yang sering menyesali diri dan mengkritik dirinya sendiri. Misalnya merasa bodoh, pendek, kurus, terlalu tinggi, terlalu gemuk dan sebagainya, yang menggambarkan bahwa mereka tidak puas dengan keberadaan dirinya. Sejak menjadi siswa mereka tidak memiliki ambisi namun kritik terhadap dirinya banyak dilontarkan. Kalau dapat nilai jelek, selalu mengkritik dirinya dengan kata dasar orang bodoh maka malas belajar. Begitu juga setelah dewasa dalam mencari pekerjaan dan bekerja juga tidak berambisi yang penting bekerja namun karier tidak begitu diperhatikan. Keadaan itu biasanya juga mengakibatkan kondisi sosial ekonominya juga menjadi pas-pasan, karena sulit diajak kerja keras.

Dalam kehidupan berkeluarga juga tidak berambisi, syukur kalau dapat jodoh, namun setelah nikah hubungan suami istripun tidak mesra karena selalu mengkritik dirinya dengan segala kekuangannya. Karena kurang akrab berkomunikasi dengan suami atau istri, maka mudah terjadi salah faham, salah pengertian dan mudah tersinggung. Kehidupan dalam keluarga kurang hangat dan kurang membahagiakan dirinya. Dalam menghadapi masa pensiun mereka akan menerima dengan rasa berat, karena merasa lebih tidak berharga lagi dan tidak terpakai. Model kepribadian inilah yang sering terlihat pada lansia yang antara suami dan istri menjadi tidak akur, sehingga masing-masing mengurusi kebutuhan sendiri-sendiri, tidak saling menegur dan saling mengacuhkan walaupun hidup dalam satu atap. (jp)

Sumber: www.e-psikologi.com

Empty Nest

Oleh : Jacinta F. Rini
Jakarta, 06 Juli 2004

Banyak orang tua beranggapan, tugas mereka sebagai orang tua "berakhir" sesaat setelah anak-anak pergi meninggalkan rumah, untuk menjalani kehidupan mereka masing-masing. Anggapan ini, tak urung membuat banyak dari orang tua, yang menjadi stress ketika masa itu hampir tiba. Akibatnya, masa tua menjadi masa yang "tampaknya" tidak menyenangkan, terutama bagi para ibu, yang merasa kehilangan arti atau makna hidup - setelah selama puluhan tahun, dirinya memiliki peran sentral dalam kehidupan anak-anak.

Anggapan tersebut pada dasarnya tidaklah beralasan, terutama dewasa ini di mana perkembangan dan tuntutan jaman serta modernisasi, telah membuat banyak perubahan dalam gaya atau pola hidup individu dan masyarakat hingga masa transisi yang harus dilalui oleh setiap individu, termasuk para orang tua, tidak lagi terlalu sulit untuk dilalui. Komunikasi yang semakin canggih (bisa lewat telpon, handphone, sms, bahkan email!) dan transportasi yang semakin mudah, membuat acara "kumpul keluarga" atau pun "bertemu oma opa" bukan menjadi hal yang sulit. Terlepas dari hal itu, di masa kini banyak keluarga yang menganut sistem dual career – artinya, baik suami maupun istri sama-sama bekerja, selain sebagai sarana mengaktualisasikan diri, namun tidak terlepas pula dari desakan kebutuhan yang makin tinggi. Konsekuensinya, para keluarga "muda" ini sering mempercayakan kembali anak-anak mereka pada orang tua. Ada pula, yang memilih untuk tinggal bersama orang tua, entah karena pertimbangan ekonomi keluarga, maupun pertimbangan lain, misalnya agar lebih bisa "saling menjaga", antara orang tua - anak - cucu.

Fakta-fakta seputar Empty Nest
Penelitian Fingerman (seorang psikolog) yang dipublikasikan dalam Journal of Gerontology: Psychological Sciences and Social Sciences (Vol. 55, No. 2, Th. 2000) menyebutkan, bahwa ternyata apa yang dikhawatirkan para orang tua dalam masa transisi "postparental", tidak terbukti. Mereka tidak merasakan empty-nest syndrom, seperti stress dan depresi karena kesepian dan kehampaan yang intens atau pun kehilangan makna dan gairah hidup. Riset tersebut menyebutkan, bahwa mereka - para orang tua yang di-riset, merasa lebih menikmati kebebasan, mereka pun memiliki kesempatan untuk memperbaiki dan membangun kembali hubungan yang lebih berkualitas dengan pasangan, punya waktu dan peluang lebih besar untuk melakukan hal-hal yang mereka sukai dan cita-citakan - namun selama ini tidak bisa karena terbatasnya kesempatan.

Para orang tua tersebut bahkan merasa bangga dan bahagia, ketika melihat anak-anak sanggup melangkahkan kaki, menjadi pribadi yang mandiri dan dewasa. Dan yang terpenting, hubungan antara orang tua dengan anak-anak mereka malah semakin berkualitas. Mengapa demikian? Alasannya karena berkurangnya stressor atau tekanan yang biasanya muncul ketika keduanya (orang tua - anak) tinggal satu rumah; apalagi ketika sang anak berada di usia remaja. Fakta lain yang muncul dari hasil penelitian, mengatakan bahwa masa emtpy nest justru mendatangkan manfaat lain, yaitu kembalinya hubungan yang lebih erat antara orang tua dengan saudara-saudara kandung mereka.

Penelitian terdahulu dibuat pada tahun 1980 (Antonucci, Tamir & Dubnoff, 1980), menyebutkan bahwa pada usia antara 30 - 40-an tahun, terlihat adanya peningkatan stress dan depresi di antara para wanita, justru ketika anak-anak masih di rumah. Pada saat periode empty nest tiba, stress, depresi, kecemasan dan kekuatiran malah berkurang. Dan, bahkan pada umumnya terjadi peningkatan marital satisfaction. Ketika para responden itu dihadapkan pada pertanyaan tentang masa transisi itu, mereka cenderung memberi jawaban bahwa kepergian anak (untuk menjadi mandiri), justru merupakan masa transisi yang positif dari pada negatif. Mengapa demikian? Karena para responden memiliki kesempatan dan peluang untuk kembali bekerja, kembali menekuni hobi, kembali aktif dalam organisasi, atau bahkan ada yang kembali ke sekolah.

Sementara, pihak yang merasa bahwa masa transisi itu lebih berdampak negatif, bukanlah disebabkan oleh empty nest-nya, namun lebih berkaitan dengan masalah perkawinan yang mewarnai hubungan antara suami istri dan keluarga selama ini. Penelitian yang dilakukan oleh DeVries, memperlihatkan, bahwa kegagalan anak-anak untuk menghadapi dan mengatasi masa transisi mereka sendiri (untuk berhasil mandiri dan dewasa), turut menjadi faktor yang menentukan kepuasan dan kebahagiaan orang tua di dalam menjalani periode empty nest. Kegagalan anak untuk mandiri, membuat para ibu dan orang tua merasa gagal dalam peranannya sebagai orang tua, merasa bersalah, merasa bertanggung jawab, dan enggan untuk merealisasikan rencana atau pun keinginan yang dibuat sebelumnya.

Perbedaan respon antara pria dengan wanita terhadap Empty Nest
Helen M. DeVries, PhD, adalah seorang psikolog yang juga melakukan riset tentang empty nest. Secara umum, hasil penelitian juga menunjukkan bahwa periode empty-nest itu sendiri lebih dirasakan sebagai sebuah transisi yang positif, dari pada negatif. Namun, dalam penelitian itu terlihat adanya perbedaan antara wanita dengan pria, dalam merespon masa transisi tersebut. Meskipun wanita yang dikatakan punya kecenderungan lebih tinggi terhadap empty nest syndrom karena peran mereka yang lebih intens dalam membesarkan anak-anak, namun ternyata, para wanita / ibu-ibu tersebut, meski pun sehari-hari mereka adalah ibu rumah tangga, namun mereka justru menunggu "saatnya" tiba, yaitu saat anak-anak "mentas" dan menjadi pribadi dewasa yang mandiri. Para responden dalam penelitian DeVries malah terlihat sudah jauh-jauh hari merencanakan apa yang akan mereka lakukan nanti setelah anak-anak pergi; ada yang mau sekolah, kursus, bekerja kembali, atau menekuni hobi lama.

Berbeda dengan pria, mereka justru cenderung tidak memikirkan persiapan (baik persiapan aktivitas, maupun persiapan mental / emosonal) untuk menghadapi atau mengisi hari-hari ketika anak-anak pergi dari rumah. Akibatnya, ketika anak-anak benar-benar pergi, para ayah diliputi perasaan menyesal karena kehilangan kesempatan untuk terlibat lebih intens dengan anak-anak ketika mereka masih di rumah.

Kesimpulan
Peran orang tua, tidak berhenti sampai dengan anak lulus kuliah, bekerja atau ketika mereka menikah. Sebab faktanya, sekali menjadi orang tua, maka akan tetap menjadi orangtua sampai kapanpun juga. Orang tua, tetaplah orang tua bagi anak-anak meski mereka sudah dewasa dan berkeluarga, orang tua secara konsisten memberikan nasehat-nasehatnya (meski seringkali di abaikan), memberikan dukungan finansial, memberikan perhatian dan waktu untuk mengasuh dan menjaga cucu, bahkan, memberikan dirinya untuk tetap melayani anak-anak.

Pada kenyataannya sekarang ini, pihak yang makin sibuk adalah pihak orang-orang tua, karena mereka malah menghadapi multiple roles : menjadi orang tua, sekaligus menjadi kakek nenek, selain mereka juga memiliki peran dalam kehidupan sosial : kumpul dengan teman-teman, menekuni hobi dan kreativitas yang selama ini "terbengkalai", travelling, socializing, bahkan makin aktif dalam kegiatan sosial, keagamaan dan spiritual. Jadi, empty nest - apalagi di jaman sekarang ini, seharusnya tidak lagi menjadi bahan kekuatiran bagi para orang tua. Justru, masa transisi tersebut, menjadi masa produktif berikutnya, untuk membuat hidup semakin bermakna, bernilai dan mendatangkan kepuasan batin yang dalam.

Sumber: www.e-psikologi.com

Kecanduan Cinta

Oleh : Jacinta F. Rini
Jakarta, 18 Maret 2002

Istilah kecanduan cinta mungkin bukan istilah yang umum terdengar. Istilah yang sudah umum beredar seperti kecanduan minum, alkohol, narkoba, rokok, kerja, dan lain sebagainya. Meski pun "barang"nya cinta, bukan berarti aman-aman saja bagi pecandunya dan tidak membawa dampak apapun juga. Justru, dampak dari kecanduan cinta ini sama buruknya untuk kesehatan jiwa seseorang. Buktinya, sudah banyak kasus bunuh diri atau pembunuhan yang terjadi akibat kecanduan cinta meski korban maupun pelaku sama-sama tidak menyadarinya... Nah, artikel di bawah ini akan mengulas sekelumit hal-hal yang berkaitan dengan kecanduan cinta.


Kecanduan Psikologis

Di dalam masyarakat sudah banyak sekali kesalahan dalam mempersepsi atau mengartikan cinta sejati dengan cinta yang bersifat candu. Berbagai film, sinetron, atau pun lagu-lagu turut andil dalam menyaru-kan kondisi kecanduan cinta dengan cinta sejati. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam pengertian yang keliru antara kecanduan cinta dengan cinta sejati. Contoh ekstrimnya, ada orang yang bunuh diri karena ditinggal pergi kekasih - dan orang menilai bahwa cerita ini mencerminkan kisah cinta sejati.


Tanda-Tanda

Pada umumnya individu yang mengalami kecanduan cinta menunjukkan tanda-tanda:

1.
Adanya pikiran obsesif, misalnya terus-menerus curiga akan kesetiaan pasangan, terus- menerus takut ditinggalkan pasangan sehingga selalu ikut ke mana pun perginya sang kekasih/pasangan.
2.
Selalu menuntut perhatian dari waktu ke waktu, tanpa ada toleransi dan pengertian.
3.
Manipulatif, berbuat sesuatu agar pasangan mengikuti kehendaknya/memenuhi kebutuhannya, misalnya: mengancam akan memutuskan hubungan jika mementingkan hobi-nya.
4.
Selalu bergantung pada pasangan dalam segala hal, apapun juga, mulai dari minta pendapat, mengambil keputusan sampai dengan memilih warna pakaian.
5.
Menuntut waktu, perhatian, pengabdian dan pelayanan total sang kekasih/pasangan. Jadi, pasangan tidak bisa menekuni hobi-nya, jalan-jalan dengan teman-teman kelompoknya, atau bahkan memberikan sebagian waktunya untuk orang tua/keluarga.
6.
Menggunakan sex sebagai alat untuk mengendalikan pasangan.
7.
Menganggap sex adalah cinta dan sarana untuk mengekspresikan cinta.
8.
Tidak bisa memutuskan hubungan, meski merasa amat tertekan karena "berharap" pada janji-janji surga pasangan.
9.
Kehilangan salah satu hal terpenting dalam hidup, misalnya pekerjaan atau keluarga inti demi mempertahankan hubungan.

Jadi, tidak ada istilah "puas" dalam setiap hubungan yang terjalin antara orang yang kecanduan cinta dengan pasangannya; ibaratnya seperti mengisi gelas bocor yang tidak pernah bisa penuh jika diisi, karena begitu airnya dituang lantas langsung keluar lagi dan airnya tidak pernah luber. Demikian juga orang kecanduan cinta, mereka tidak pernah mampu membagikan cinta secara tulus pada orang lain karena selalu merasa kehausan cinta. Oleh sebab itu, banyak di antara mereka yang sering berganti pasangan karena merasa harapan mereka tidak dapat dipenuhi sang kekasih. Padahal, meski puluhan kali mereka berganti pasangan, individu yang kecanduan cinta akan sulit membangun hubungan yang stabil dan abadi. Sayangnya, banyak dari mereka yang tidak sadar, bahwa sumber masalah justru ada pada diri sendiri - mereka lebih sering menyalahkan mantan-mantan kekasihnya/pasangannya.


Penyebab

Sebenarnya, kecanduan cinta itu adalah kecanduan yang bersifat psikologis karena tidak terpenuhinya kebutuhan psikologis (seperti kasih sayang, perhatian, kehangatan dan penerimaan seutuhnya) di masa kecil. Menurut Erik Erikson - seorang pakar perkembangan psikososial, orang yang pada masa batita-nya tidak mengalami hubungan kelekatan emosional yang stabil, positif dan hangat dengan lingkungannya (baca: orangtua dan keluarga), akan sulit mempercayai orang lain - bahkan sulit mempercayai dirinya sendiri. Selain itu, trauma psikologis yang pernah dialami seperti penyiksaan emosional dan fisik pada usia dini, atau menyaksikan sikap dan tindakan salah satu orang tua yang agresif dan kasar terhadap pasangan, dapat menghambat proses kematangan identitas kepribadian dan kestabilan emosinya. Pemandangan dan pengalaman tersebut kelak berpotensi mempengaruhi pola interaksinya dengan orang lain.


Keterbatasan respon/ perhatian dari lingkungan pada waktu itu, dipersepsi olehnya sebagai suatu bentuk penolakan; dan penolakan itu (menurut pemahaman seorang anak) disebabkan kekurangan dirinya. Nah, pada banyak orang, masalah ini rupanya tidak terselesaikan dan akibatnya, sepanjang hidup ia berjuang untuk mengendalikan lingkungan atau orang-orang terdekat supaya selalu memperhatikannya. Orang demikian berusaha membuat dirinya diterima dan dimiliki oleh orang lain - meski harus "mengorbankan" diri. Orang ini begitu cemas dan takut jika kehilangan orang yang selama ini memilikinya; karena perasaan "dimiliki" ini identik dengan harga dirinya - dan sebaliknya ia akan kehilangan harga diri jika kehilangan pemilik.


Dampak

Akibat kecanduan cinta bisa dirasakan secara langsung oleh yang bersangkutan, karena orang itu tidak dapat menikmati hubungan yang terjalin karena pikiran dan perasaannya selalu diliputi ketakutan. Dan tidak jarang ketakutan tersebut makin tidak rasional dan melahirkan tindakan yang tidak rasional pula, misalnya tidak memperbolehkan pasangannya pergi kerja karena takut direbut orang.


Bagi Individu Bersangkutan

Akibat jangka menengah dan jangka panjang adalah individu yang bersangkutan akan berada dalam kondisi emosi yang labil dan menjadi terlalu sensitif. Individu tersebut mudah curiga pada teman, sahabat, kegiatan, pekerjaan, bahkan keluarga pasangannya. Selain itu ia menjadi mudah marah, cepat tersinggung dan bagi sebagian orang bahkan ada yang bertindak agresif dan kasar demi mengendalikan keinginan dan kehidupan pasangannya. Pasangannya tidak diijinkan untuk punya agenda tersendiri; pokoknya harus mengikuti keinginannya dan 100% memperhatikannya. Individu tersebut juga mudah merasa lemah, lelah dan lemas. Pasalnya, seluruh energinya sudah dipergunakan untuk mengantisipasi ketakutan yang tidak beralasan dan melakukan tindakan untuk menjaga pertahanannya. Nah, kehidupan demikian membuat dirinya menjadi manusia tidak produktif. Sehari-hari yang dipikirkan dan diusahkan hanyalah bagaimana supaya "miliknya terjaga".


Bagi Pasangan

Banyak orang yang tidak sadar kalau dirinya terlibat dalam pola hubungan yang addictive sampai akhirnya ia merasa stress, tertekan namun tidak berani/takut/tidak berdaya untuk memutuskan hubungan yang sudah berjalan beberapa waktu. Bagi sebagian orang yang cukup sadar dan mempunyai kekuatan pribadi, ia akan berani mengambil sikap tegas dalam menentukan arahnya sendiri. Namun, banyak pula orang yang "memilih" untuk tetap dalam lingkaran demand-supply tersebut karena ternyata dirinya sendiri juga mengalami masalah dan kebutuhan yang sama. Jika demikian halnya, maka hubungan yang ada bukannya mengembangkan dan mendewasakan kedua belah pihak, namun malah semakin memperkuat ketergantungan cinta keduanya. Situasi ini lah yang sering dikaburkan dengan hubungan yang romantis dan cinta buta.


Penanggulangan

Menurut para ahli psikologi dan kesehatan mental, salah satu syarat utama untuk dapat menjalin hubungan yang sehat dan sekaligus menjalani kehidupan yang produktif adalah mempunyai kesehatan mental yang sehat dan identitas diri yang solid. Kondisi positif demikian akan menumbuhkan rasa percaya diri yang kuat sehingga orang tersebut tidak membutuhkan dukungan dan pengakuan orang lain untuk memperkuat sense of self-nya. Jadi, untuk mengembalikan seseorang pada bentuk hubungan yang sehat, langkah awal yang diperlukan adalah memperkuat pribadinya terlebih dahulu. Dengan meningkatkan sumber kekuatan psikologis secara internal, akan mengurangi ketergantungannya pada kekuatan eksternal. Orang itu harus merasa aman dan percaya dengan dirinya sendiri untuk bisa merasa aman dalam setiap jalinan hubungan dengan orang lain. Ada kalanya, orang-orang demikian membutuhkan bantuan para profesional untuk membimbing dan mengarahkan mereka membangun pribadi yang positif.

Sumber: www.e-psikologi.com