Jumat, 30 April 2010

Standard Operational Procedure (SOP) di Kelas, Cara Baru Melatih Disiplin Pada Anak?

Selama kurang lebih 6 tahun lamanya saya mengajar di sebuah sekolah dasar
nasional plus di daerah Bogor, Jawa Barat. Selama itu pula setiap tahunnya saya
selalu diberi `mandat' menangani anak-anak special needs atau anak2 berkebutuhan
khusus di sekolah itu. Sekolah saya itu termasuk salah satu sekolah yang
menerapkan konsep sekolah inklusi atau pendidikan inklusi, yaitu sekolah yang
memperbolehkan siswa-siswa berkebutuhan khusus seperti autisme, ADHD, ADD,
hiperaktif, retardasi dan beberapa special needs lainnya. Mereka disatukan di
dalam kelas yang berisi anak2 `normal' lainnya. Biasanya, kelas yang jumlah
siswanya 24-26 orang ini akan berisi sekitar 3-5 orang siswa berkebutuhan
khusus.

Tentu saja, mengurusi siswa dengan berbagai sifat, karakter dan tingkah laku
yang berbeda-beda bukanlah hal yang mudah, apalagi masih ada 3-5 anak
berkebutuhan khusus tadi. Saya memang dibantu oleh guru khusus yang menangani
anak2 tadi dan satu orang partner di dalam kelas, tetapi tetap saja, menyatukan
anak2 normal dengan anak2 special tadi bukan pekerjaan seperti membalikkan
telapak tangan. Tetapi bukan pula suatu hal yang tidak mungkin dilakukan. Perlu
waktu kurang lebih tiga tahun lamanya sebelum saya akhirnya menemukan formula
khusus agar anak2 di kelas mau disiplin dengan ikhlas. Intinya sih tetap kreatif
dan jeli terhadap berbagai masalah yang ada.

Disiplin harus dimulai dari guru

Hal pertama yang saya terapkan adalah disiplin. Menerapkan disiplin ini
gampang-gampang susah. Sebagai guru dan manager di kelas, kita harus pandai
menggunakan ilmu tarik ulur. Artinya, sebagai manager, kita harus menerapkan
disiplin dan etos kerja, tetapi karena kita juga guru, apalagi guru bagi anak2
yang heterogen, maka kita harus bisa menjadi sahabat, menjadi teman anak-anak,
sekaligus mereka menghormati dan menghargai kita sebagai gurunya. Bagaimana
caranya? Ya itu tadi, sistem tarik ulur. Selain itu tentu saja, karena guru
adalah role model atau contoh nyata bagi anak-anak, penting untuk diingat dan
dilaksanakan, guru pun harus disiplin lebih dulu, sebelum meminta anak2nya untuk
berbuat disiplin. Misalnya saja, kalau kita meminta anak2 untuk datang tepat
waktu, maka sebaiknyalah kita datang tepat waktu pula setiap harinya. Kalau kita
meminta anak2 untuk tertib dan tidak mengobrol di dalam kelas, maka janganlah
guru meninggalkan kelas dan mengobrol di ruang guru, sementa ra anak2 ditinggal
tanpa pengawasan. Selain memberi contoh buruk bagi anak2, meninggalkan kelas
tanpa pengawasan berarti membiarkan sesuatu terjadi. Bisa saja ketika guru asyik
mengobrol, ada saja anak berantem atau terjatuh.

Sering sekali di setiap pelatihan dimana saya menghadiri atau saya menjadi
pembicaranya, guru mengeluh kepada saya tentang sulitnya menerapkan disiplin ini
ke anak didik mereka. Anak yang sulit diatur dan sering ngobrol ketika
mengerjakan sesuatu bahkan bertengkar fisik dengan sesame teman di kelas.
Kemudian saya tanyakan apakah sang guru juga mengobrol di ruang guru dan
meninggalkan siswanya, sambil tersipu malu mereka mengiyakan pertanyaan saya
tadi.

Contoh lain lagi adalah di SMP dan SMA, guru2 melarang siswanya untuk tidak
merokok. Tetapi bagaimana mereka tidak melakukannya kalau ternyata para guru
sendirilah yang menyarankan siswa2nya untuk merokok dengan memberi contoh nyata
merokok di hadapan para siswa. Apalagi, banyak guru pria yang mengajar di
sekolah dasar dan mereka merokok di depan kelas rendah. Itu jelas bukan contoh
yang baik bagi anak2. Saya tidak melarang para guru untuk berhenti merokok,
tetapi akan lebih baik kalau mereka menahan diri mereka hingga sekolah usai,
atau merokoklah di luar area sekolah.

Belief, Kelas Impian, Budaya Kelas

Setelah memberi contoh, teknik pertama yang saya gunakan SOP, Standard
Operational Procedure atau Prosedur Operasional Standar, atau Prosedur Tetap
(Protap) suatu sistem. Kalau dilihat dari namanya, tentulah ini suatu hal yang
sulit dilakukan, apalagi istilahnya begitu asing. Pastilah tidak cocok untuk
anak2. Bukan, ini bukan suatu momok menakutkan dan bahkan bisa diterapkan bahkan
pada siswa taman kanak-kanak. SOP adalah sejenis peraturan yang diterapkan
ketika kita pertama kali melakukan pengoperasian suatu sistem, atau barang atau
pekerjaan. Sejenis rangkaian aktivitas yang harus dikerjakan sebelum kita
memulai suatu sistem.

Seperti di perusahaan2 terkemuka, maka saya menganggap kelas adalah suatu
sistem, sistem yang harus dijalankan secara professional. Agar sistem ini
berjalan dengan baik, maka diperlukan SOP tadi, agar apa yang saya dan anak2
inginkan dapat terlaksana. Oleh karena itu, saya pun menerapkan SOP ini pertama
kali mereka masuk ke kelas saya, dalam arti yang sesungguhnya, yaitu di awal
tahun ajaran baru. Saya menyebutnya "Belief" atau di sekolah2 lain disebut
sebagai "Rule" atau peraturan. Tetapi saya tidak mau menggunakan kata peraturan
untuk kelas saya, karena itu berarti saya memaksa anak2 menuruti apa kata dan
perintah saya, padahal saya mau hal tersebut datang dari anak2, anak2 sadar
sepenuhnya bahwa kalau mereka tidak menjalankan ini, mereka sendiri yang akan
rugi. Saya ingin anak2 belajar tentang pentingnya kesadaran diri akan tanggung
jawab tanpa selalu saya ingatkan apalagi paksaan dari saya sehingga anak2 senang
berada di kelas saya, nyaman dan betah.

Untuk itu, saya ganti kata `Rule" dengan "Belief" atau "Aturan/Peraturan"
menjadi "Kepercayaan" yang di dalamnya mengandung arti saling percaya dan
menjaga. Atau bisa saja menjadi `Kelas Impian' atau "Kelas Idaman" atau apa pun
istilahnya tergantung pada kesepakatan antara kita dan anak2. Di beberapa daerah
tempat saya memberi pelatihan tentang "Belief" ini mereka menggunakan istilah
"Budaya Kelas".

Perlu juga disampaikan kepada anak2 alasan mengapa kita menggunakan kata belief
ini, sehingga anak2 bisa memahami dan lebih mudah bagi mereka mempraktekkannya.
Orang percaya karena telah mengenal. Orang mengenal karena berada dalam satu
sistem yang sama. Sistem dibangun atas dasar percaya dan disiplin. Di sinilah
disipin itu berperan. Tentu saja cara kita memberitahu anak juga amat penting,
Gunakanlah bahasa yang dapat dimengerti anak, hindarilah memberi mereka istilah2
yang tidak mereka kenal. Hal ini akan berakibat fatal. dengan apa yang mereka
ketahui saja. Berikan contoh2 nyata atau gambar di papan tulis bila perlu. Ini
sangat membantu apabila kita memiliki siswa2 yang sangat visual sehingga segala
sesuatu harus disertai dengan gambar.

Ketika anak2 sudah mulai mengerti, maka akan saya bagikan sebuah kertas karton
manila ukuran besar (biasanya sih 100x60cm, atau satu plano) dan menuliskan
judulnya besar2, misalnya saja "3F Classroom Belief"; atau `My Home Sweet Home
Belief' ; atau "Kelas Impianku" atau "Kelasku Rumah Keduaku" dan lain sebagainya
tergantung kesepakatan antara si guru dan murid2nya.

Kemudian, saya pun menuliskan poin pertama yang juga harapan saya tentang kelas
itu, misalnya saja saya akan menulis "Kelas yang bersih, nyaman dan rapi".
Sambil menuliskan poin ini, saya pun mulai memasukkan doktrin2 saya tentang
kelas yang nyaman, bersih dan rapi ini. Saya akan bertanya kepada mereka
bagaimana dan seperti apa tanggung jawab setiap siswa agar kelas menjadi bersih,
nyaman dan rapi. Sampai di sini, kita dan anak2 sudah melakukan komunikasi dua
arah. Di sini terjadi proses perkenalan antara si guru dan siswa2nya, siswa
dengan teman2nya.

Kemudian, saya meminta masing2 anak untu menuliskan apa2 saja yang harus
dilakukan agar kelas menjadi kelas impian sesuai dengan keinginan mereka.
Misalnya saja seperti, `Berbaris rapi', `memiliki teman banyak' dan lain
sebagainya. Begitu seterusnya sampai semua anak selesai menuliskan
kalimat-kalimat impian mereka tentang kelas yang mereka senangi.

Setelah semua anak menulis, mereka boleh memberi hiasan, membacakannya agar
tidak ada lagi hal yang tertinggal sebelum "belief" ini dipasang di dinding
kelas. Saya akan minta anak2 berdiskusi agar mereka bisa menambah atau
menguranginya sendiri. Ini merupakan proses pembelajaran itu sendiri. Apabila
mereka sudah merasa mantap, maka "Belief" bisa dipajang di dinding kelas.

Saya akan terus menerus mengingatkan anak2 untuk membaca "belief" ini setiap
hari. Ketika mereka mulai ribut di kelas, maka saya akan meminta anak2 untuk
membaca keras2 apa yang telah mereka tulis dan tertulis di "Belief". Selain itu
saya juga meminta anak2 untuk saling mengingatkan apabila ada teman mereka yang
melanggar janji mereka sendiri. Biasanya anak2 di kelas rendah akan banyak
mengadu dan melaporkan pelanggaran2 yang terjadi ketika saya tidak ada di kelas.
Tidak apa2, tugas kita adalah menetralisir keadaan dengan kata2 yang bijak. Kita
juga harus pandai-pandai menyelesaikan masalah yang timbul, gunakan bahasa yang
positif agar anak dapat mengambil manfaat dari tiap permasalahan yang muncul.
Selesaikan masalah dengan tuntas dan jangan menghakimi satu anak.

Gunakanlah kata dan kalimat positif

Setiap kali saya melakukan perjalanan ke berbagai daerah dan sekolah-sekolah
untuk melihat perkembangan sekolah tersebut, sering saya melihat belum saya
menerapkan ini di kelas dan meminta anak2 menuliskan kelas impian peraturan2
tertulis di kelas. Isinya macam2 seperti `Jangan buang sampah sembarangan',
"Tidak boleh terlambat', "Jangan Menyontek', dan berbagai kalimat2 yang selalu
dimulai dengan kata2 jangan, tidak, stop atau kata negatif sejenis.

Sebaiknya, kata2 negatif ini mulai dihilangkan. Kata negatif bisa berakibat
negatif pula pada anak2 antara lain menyebabkan hilangnya kreativitas mereka.
Menurut saya, anak bukannya mematuhi peraturan malah membuat mereka mencoba
melanggar peraturan, terlebih lagi, peraturan ini biasanya dibuat sepihak, yaitu
si guru yang membuat. Anak-anak sih pasti cuma mengiyakan saja apa kata guru
mereka, namun apakah mereka berusaha melaksanakan apalagi mentaatinya?

Dari pengamatan dan pengalaman saya berbagi ilmu di berbagai daerah dengan guru2
biasanya peraturan hanya tinggal peraturan. Guru terus saja berteriak-teriak
setiap kali murid-muridnya bermain di kelas. Bahkan, yang paling menyeramkan,
guru masih bertindak kasar dengan melempar penghapus ke arah muridnya apabila ia
melanggar peraturan atau rebut sendiri.Wah, kalau ada istilah KDRT untuk
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, jangan sampai muncul istilah KDRK, atau Kekerasan
Dalam Ruang Kelas. Jawaban2 polos dari guru bahwa mereka akan melakukan KDRK ini
terus terang menyesakkan dada saya. Anak didik adalah titipan orang tua mereka
kepada guru. Bagaimana mungkin memperlakukan titipan itu dengan semena-mena?
Kita, sebagai guru, bertanggung jawab dunia dan akherat terhadap apa yang kita
lakukan di kelas. Kalau sudah begitu, para guru biasanya tersipu malu dan
meminta saran dengan berbagai isu yang mereka hadapi di kelas.

Memositifkan kata-kata yang negatif ini susah susah gampang. Di beberapa daerah,
saking mereka terbiasa dengan berbagai peraturan selama bertahun-tahun yang
berisi "Tidak" , "Jangan", "Dilarang" dan "Stop" ini, para guru kesulitan
mencari kata-kata pengganti yang positif. Saya perlu waktu lama dari yang saya
perkirakan untuk memberi clue kepada mereka tentang kalimat-kalimat positif ini.

Mudah sebetulnya, hanya saja, kita perlu berlatih dan menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Misalnya saja, kalimat "Jangan Ribut", kita bisa
menggantinya dengan "Harap Tenang", atau "Bekerja dengan tenang". Untuk kalimat
"Jangan Buang Sampah Sembarangan" bisa diganti dengan "Buanglah sampah pada
tempatnya". Untuk mengganti kata "Jangan Menyontek" gunakanlah "Bekerja dengan
Jujur". Untuk kalimat "Dilarang Menginjak Rumput Taman Sekolah" bisa dipakai
kalimat "Sayangilah Aku. Aku hidup dan akan membuat taman ini indah".

Kalimat2 di atas adalah sebagian contoh saja. Tentu ada berbagai peraturan yang
ditetapkan di tiap sekolah, dan masing-masing sekolah berbeda, sesuai dengan
budaya mereka masing-masing. Sekali lagi, intinya adalah guru harus kreatif
mencari dan menciptakan suasana positif. Salah satunya dengan menggunakan
kalimat-kalimat yang bervariasi dan positif.

SOP bukan Cuma milik guru kelas

Saya juga sering menjumpai guru2 bidang studi yang berkomentar bahwa mereka
bukanlah guru kelas. SOP dan penerapan disiplin adalah tugas dan tanggung jawab
guru kelas. Bahkan sering mereka ngotot kepada saya bahwa sistem di SMP dan SMA
berbeda dengan SD. Guru SD lah yang bertanggung jawab mendidik siswanya semasa
SD agar menjadi anak yang disiplin. Padahal, pembelajaran itu kan berlangsung
terus menerus dan bukan tanggung jawab perorangan. Pendidikan juga tanggung
jawab bersama, apakah guru tersebut mengajar si anak secara langsung atau tidak.
Kenyataannya guru bidang studi pun banyak yang mengeluh kepada saya tentang
sulitnya mendidik siswa mereka untuk paling tidak mendengar nasehat mereka
sebagai guru bidang studi. Banyak pula yang mengeluh kewalahan karena siswa2
tidak disiplin di dalam laboratorium atau kegiatan lainnya sehingga berakibat
fatal.

Kalau dilihat dari cerita mereka, kelihatan sekali baik guru kelas atau guru
bidang studi memiliki masalah yang sama, yaitu disiplin. Masalahnya adalah
apakah mereka mau atau tidak menjalani SOP ini di kelas.

SOP, atau Belief, atau Budaya Kelas, ternyata juga bisa dilaksanakan di kelas2
bidang studi. Penerapannya sama: dilakukan di awal tahun ajaran baru, murid
terus menerus diingatkan akan `janji' mereka untuk melaksanakan apa yang sudah
mereka tulis selama pelajaran berlangsung. Bisa saja, guru bidang studi
berkreasi dengan menamakan peraturan kelas mereka ini dengan tema yang ada di
pelajaran mereka, misalnya saja salah satu guru matematika sebuah daerah di
Sumatera menamakan SOP kelasnya dengan sebutan "Kelas Operasi Matematika". Di
dalamnya tercantum kalimat2 belief seperti "Pangkat Kebersihan", "Kali
Ketelitian", "Tambah Kesopanan dan Keramahan", "Kurang Keributan dalam Kelas".

Hal-hal kreatif di atas akan memacu siswa untuk semangat belajar. Memang, perlu
waktu untuk memberi anak2 pengertian dalam pelaksanaannya. Biasanya saya
memerlukan waktu dua hingga tiga bulan untuk benar-benar menerapkan ini di dalam
kelas. Artinya, selama tiga bulan itu adalah waktu saya dan anak2
bersosialisasi, saling mengenal, terus menerus mengingatkan mereka akan janji
mereka dalam belief. Saya juga menunjukkan kepada mereka bahwa saya konsisten
menjalankan apa yang sudah saya tulis di dalam SOP.

Disiplin Untuk Semua, disiplin di mana saja

Kasus-kasus pelecehan oleh murid kepada guru bidang studi juga sering terjadi
karena siswa menganggap guru bidang studi bukanlah guru kelas yang harus mereka
hormati. Sebetulnya hal ini tidak perlu terjadi andai saja guru bidang studi mau
peduli dengan anak didiknya, mau mendengar mereka, dan yang penting mau
menerapkan sikap disiplin yang sama seperti ketika guru kelas menerapkan
disiplin, sehingga tidak ada lagi komentar sepihak tentang guru bidang studi
yang `dikerjai' oleh siswa.

Saya sudah menjalani ini ketika saya mengajar di kelas bahasa Inggris baik di
SMP dan SMA, bahkan di kelas super. Kelas super adalah kelas yang didesain bagi
anak2 yang memiliki IQ di atas 140. Sehari-hari mereka hanya belajar pelajaran
seperti fisika, kimia, biologi dan matematika. Kalau pun mereka belajar bahasa
Inggris atau bahasa Indonesia, itu untuk membantu mereka menjawab pertanyaan2
dalam bahasa inggris. Agar saya tidak menjadi bulan2an mereka, sejak semula
sudah saya terapkan SOP ini. Anak2 membuat sendiri dan menempel SOP di dinding
kelas, saya hanya mengawasi. Setiap kali mereka mulai mengarah pada pelanggaran,
saya akan mengingatkan mereka. Pendekatannya saja yang berbeda dengan anak2
sekolah dasar. Saya menggunakan sistem tarik ulur tadi, menjadi teman di kala
mereka berkeluh kesah, namun tetap tegas dalam belajar di kelas, sehingga mereka
menghargai dan menghormati saya.

Di beberapa pelatihan guru, saya berbagi kepada guru-guru bidang studi. Pada
mulanya mereka menolak dengan alas an mereka bukan guru kelas. Namun, setelah
saya jelaskan bahwa mereka akan mendapat manfaat ini mereka kemudian mencoba
membuatnya. Hasilnya, saya mendapat banyak surat dan email yang isinya
kegembiraan guru2 tersebut karena kelas mereka sudah menjadi kelas yang
`normal'.

Oleh : Nina Feyruzi

Sumber : http://dir.groups.yahoo.com/group/cfbe/message/38493

Michael Rosihan Yacub

Pernah mewakili Indonesia pada Special Olympic International di Dublin, Irlandia (2003), Michael Rosihan Yacub (19) ini terdeksi sebagai penyandang down syndrom saat ia berumur satu tahun.
IQ-nya memang di bawah 50, karena itu Michael mempunyai masalah dalam hal akademis dan komunikasi. Namun, ia mempunyai keunggulan dalam berolahraga. Karena itu, keluarganya memberi fasilitas dan motivasi yang kuat untuk menjadikannya atlet berprestasi seperti saat ini.
Perlu kerja keras. Awalnya, sang ibu merasa down, tidak bisa menerima keadaan anaknya. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, sang ibu pun bisa menerima Michael dengan tulus dan penuh kasih. Bahkan, dari keberadaan Micahel inilah, sang ibu berinisiatif mendirikan ISDI, sebagai wadah para orangtua yang mempunyai anak down syndrom. Organisasi ini juga dijadikan sarana untuk menyosialisasikan keberadaan anak-anak down syndrom kepada masyarakat luas serta sarana untuk memotivasi para orangtua dalam mendidik anak-anaknya yang down syndrom.
“Saya yakin, Allah punya rencana indah dengan menitipkan Michael kepada saya,” tutur Bu Ariyanti, bunda Michel dengan bangga.

Sumber : http://anakspesial.com

Apriani Wahyuningsih

Apriani Wahyuningsih, remaja putri kelahiran Karang Anyar, Jawa Tengan 12 April 1989 ini didiagnosa menyandang CP, cerebral palsy sejak dalam kandungan ibunda tercintanya. Hal ini karena sang bunda “terpaksa” mengkonsumsi suatu jenis obat agar bisa bertahan hidup selama mengandung buah hatinya. Ketika terlahir gejala-gejala CP pun muncul secara perlahan. Tiga tahun setelah melahirkan, ibunda tercintanya meninggal dunia.
Kemudian, ia hidup bersama ayah dan kakak-kakaknya. Hidup dengan segala keterbatasan di pelosok, jauh dari segala informasi. Selain itu, Apri, demikian orang sering memanggilnya, sering di perlakukan tidak menyenangkan oleh kakak-kakaknya. Kondisi demikian tentu saja membuat dirinya down atau kecil hati.
Pernah suatu saat, di tengah mengikuti pelajaran di sekolah Apri digendong, dibawa pulang oleh kakaknya. Karena sang kakak khawatir atau meragukan kemampuan Apri mengikuti pelajaran yang sedang diberikan. “Saya kecewa, namun memaklumi,” kata Apri. “Kakakku melakukan itu karena khawatir!” Hal itu membuat dirinya tinggal kelas di kelas 3 SD. Beruntung, ada seorang guru yang selalu memotivasi Apri agar jangan putus asa. Keluarganya kemudian memasukkan Apri ke YPAC Surakarta. Selanjutnya, Apri menjalani pendidikan jenjang SD, SMP, dan SMU dengan baik.
“Ke mana saja saya selalu ditemani kursi roda,” kata gadis yang selalu optimis itu. Memang, sehari-harinya harus menggunakan kursi roda. Syaraf motoriknya tak berfungsi karena adanya kerusakan dalam otaknya, sehingga kakinya sama sekali tak berfungsi. Kakinya melipat pada lututnya dan layuh, kadang-kadang mengalami spastistik (kaku). Akibatnya, ia tidak mampu berdiri apa lagi berjalan. Demikian pula kedua tangannya, Walau tak seberat kedua kakinya Dengan kondisi tangan seperti itu, ia masih bisa melakukan segala aktivitas kehidupannya, walaupun tak sempurna. Walau sulit dan memerlukan waktu, Apri mampu melakukan segala aktivitas sehari-harinya seperti makan dan minum, bahkan untuk mencuci piring atau pakaian sekalipun. Kemandiriannya ini telah sejak ia tinggal di asrama – sejak kelas satu SMA.
Kondisi yang berat itu, tidak membuatnya menyerah. Luar biasa. Apri mampu meraih juara umum MIPA tingkat nasional 2008 mewakili sekolahnya, SMA Muhammadyah 6 Surakarta. Ia berkesempatan bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudoyono yang memberinya apresiasi atas prestasinya. Tidak itu saja, Apri juga banyak meraih beberapa prestasi lainnya, seperti juara puisi tingkat provinsi dan prestasi akademik di sekolah.
Apri adalah sosok anak “gaul” lancar bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Komunikatif, bahkan sedikit cerewet, suka bercanda dan ramah. Akrab dengan guru-gurunya, tidak pernah rendah diri. Apalagi dengan fisik yang tidak sempura ia mampu berprestasi, hal inilah yang semakin membuat dirinya semakin percaya diri.
Menurut Apri, kekuatan cinta dari orang-orang di sekitar membuat dirinya selalu tegar. “Saya bersyukur karena keluarga, guru dan teman-teman saya selalu mendukung saya,” tuturnya. “Semua yang telah saya capai adalah berkat jasa guru-guru, saudara-saudara dan semua orang yang selalu memotivasi saya,” tambah remaja penyuka kucing itu. Apa lagi, kini Apri telah memiliki tambatan hati yang senantiasa memberikan dorongan sejak di bangku SMP. “Dia adalah pelita hidupku,” ujarnya malu-malu. Kini, Apri tinggal di asrama sekolah, hidup mandiri. Bahkan di sela-sela kesibukannya Apri masih sempat mengajar di TKA-TPA At-Taubah.
Ada pengalaman menarik, ketika pertama kali memperkenalkan diri kepada siswa-siswi TPA. “Wah, ustadzah kita kaya suster ngesot,” kata salah seorang anak. Apri hanya tersenyum mendengar keluguan anak-anak didiknya. “Ibu capek kalau berdiri, makanya ibu pakai kursi roda dan ngesot” katanya dengan santai. Ia terpaksa berbohong dengan keadaan sebenarnya kepada anak-anak didiknya karena usia mereka yang memang masih kecil. “ Saya memaklumi dan lambat laun mereka pasti akan mengerti,”
Ucapan Apri pada anak-anak didiknya merupakan sebuah prestasi luar biasa di samping prestasi-prestasi lainnya yang telah diperolehnya. Mental yang teguh telah berhasil ia miliki melalui “keterbatasan”.

Sumber : http://anakspesial.com

Habibie Afsyah

Habibie Afsyah
Sejak balita sudah harus menggunakan kursi roda. Habibie Afsyah (20) terdeteksi menyandang motoric neuron, atau kerusakan permanen pada otak kecilnya. Perkembangan fisiknya tidak sempurna sejak usia satu tahun shingga hingga usianya kini bahkan barangkali seumur hidupnya bergantung dengan kursi roda.
Ibunya, tidak pernah menganggap Habibie sebagai anak special. Karena itu, Habibie dimasukkan ke sekolah formal reguler. Ibunda tercintanya selalu berpikir keras bagaimana membekali buah batinya untuk bisa mandiri baik mental maupun finansial di kemudian hari.
Dari kegemaran Habibie bermain video game, komputer dan internet, sang bunda kemudian bersama putranya melanglang dari seminar ke seminar untuk mencari pengetahuan tentang internet marketing.
Awalnya, Habibie kesulitan dalam bahasa Inggris dan penegtahuan yang diberikan. Tapi, dengan tak kenal lelah Habibie menjadi terbiasa dan bisa. Perjuangannya tak sia-sia. Kini, ibunda tercinta berhasil mengantarkan Habibie pada profesi internet marketer yang berpenghasilan puluhan juta rupiah bahkan menjadi motivator di berbagai seminar. “Saya harus membuat Habibie mandiri untuk hidupnya kelak,” ujar Endang, ibunda Habibie. “Hidupnya tak boleh menjadi beban orang lain!” tambahnya
Cek senilai $120 dari HYPERLINK "http://amazon.com/" \o "http://Amazon. " \t "_blank" Amazon.com merupakan hasil yang diperoleh pertama kalinya. Selanjutnya, mengumpulkan Refferal Fee USD 5986 dalam negeri. Dalam bisnis ini penghasilan Habibie perbulan 5 sampai 10 juta rupiah, bahkan sangat mungkin lebih. Belum lagi penghasilannya dari seminar-seminar di berbagai tempat.
Tidak hanya itu, Habibie kemudian mendirikan Yayasan Habibie Afsyah yang bertujuan untuk memotivasi anak-anak sepertinya bisa menjadi manusia-manusia mandiri.
Habibie sendiri menganggap kekurangannya adalah anugerah. Ia telah berhasil menyibak tabir pandangan miring masyarakat terhadap anak-anak berkebutuhan khusus. Ia juga membuktikan, anak-anak seperti dirinya bisa mandiri dan mampu melakukan apa yang dilakukan orang lain.
“Saya bangga pada mama saya.” Ujarnya ketika ditanya tentang orang yang paling berjasa dalam hidupnya. “Mama adalah pejuang sejati sekaligus pahlawan tanpa tanda jasa, tanpa pamrih,” tambahnya. “Tugasnya tidak ringan, mengelola rumahtangga dengan tujuh anak tiri dan satu anak seperti saya.” “Saya juga tak akan pernah melupakan ayah dan para guru dalam pembentukan kepribadian diri saya sehingga menjadi seperti sekarang,” tutur Habibie dengan percaya diri.
”Jangan pernah minder dengan kelemahan yang ada dalam diri kita,” ujarnya berulang-ulang pada setiap seminar Menurutnya, hidup ini harus tetap dijalani, tidak boleh meratapi dan menyesali. “Nikmatilah hidup dengan berbuat dan menggali potensi yang ada dalam diri kita, berfikir positif sehingga segala duka akan lenyap berganti dengan suka dan bersemangat!”
Habibie berharap pada setiap orangtua, untuk selalu menjadi super mom. Berjuang secara total dalam membimbing dengan kasih sayang. Orangtua ABK tidak perlu malu dengan keterbatasan yang ada. Berikan limpahan kasih sayang, perhatian, dan pendidikan yang memadai. Habibie juga berharap pada seluruh instansi pemerintah dan semua kalangan hendaknya memberi kesempatan dan dukungan pada anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan potensi dan apresiasi atas prestasi yang diraihnya.

Sumber : http://anakspesial.com

Yang Spesial Yang Berprestasi

Kiamat, shock, down, kaget, tak bisa menerima bahkan masih banyak lagi, sampai-sampai ada yang merasa bahwa Tuhan tak adil. Itulah perasaan sebagian besar orang tua ketika mengetahui anak-anak mereka terdeteksi menyandang “kelainan” dan berbeda dengan anak-anak lainnya. Terlebih bila sabng buah hati yang dinanti-nanti adalah anak pertama, yang sangat diharapkan kehadirannya.
Setiap orangtua, wajar bila mengharap anak yang cerdas, sempurna secara fisik, mental, dan lainnya, sekaligus mengharap sang anak kelak menjadi anak yang penuh prestasi di dalam kehidupannya kelak. Setiap orangtua akan melakukan apa saja yang terbaik untuk si anak. Paling tidak, yang dianggap baik. Pendidikan yang terbaik , Apa pun keadaannya. Setiap orangtua memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Karena itu, selalu ada pilihan-pilihan yang tersedia. Semua memiliki satu tujuan yang sama yakni demi kebaikan dan masa depan buah hatinya.
“Untuk pendidikan anak, biar kehidupan mereka lebih baik dari orangtuanya,” demikian jawaban yang biasa terlontar dari orangtua.
Para orangtua – tanpa sadar - meyakini setiap anak mempunyai potensi dan bisa untuk tumbuh dan berkembang dengan kelebihan masing-masing anak. Orangtua harus yakin bahwa anak-anaknya akan mampu menjadi representasi dari keberadaan mereka kelak. Karena itulah, rela melakukan apa saja demi sang buah hati tercinta.
Keadaan menjadi berbeda manakala sang anak yang dinanti, lahir “berbeda” tidak seperti yang diharapkan. Mereka dikaruniai anak dengan menyandang celebral palsy, down syndrome, atau kelainan-kelainan yang lain. Orangtua mana yang tidak mengalami shock, menyaksikan buah hati yang demikian. Dunia rasanya telah kiamat. Segala harapan yang indah sirna. Keceriaan berubah menjadi duka. Dunia, sangat kejam dan tidak adil. Kehidupan terasa berhenti.
Tidak Bisa Dirubah
“Masa lalu tidak bisa dirubah!” kata Dyah Puspita, MSi, Psi, mengakhiri cerita kisah pengalaman hidupnya yang telah dijalaninya selama delapan belas tahun bersama putra tunggalnya yang menyandang autisme.
“Saya tak pernah menoleh ke belakang,” tambah mbak Ita, demikian panggilan akrabnya.
Biasanya, masih menurut psikolog yang mendirikan sekolah Mandiga, sekolah khusus untuk anak-anak autisme di bilangan Kebayoran Baru Jakarta Selatan itu, masa lalu selalu berujung pada kekecewaan.
Barangkali para orangtua anak-anak spesial ini juga melakukan hal yang sama. Mereka akan mengingat-ingat masa lalu, kenapa anaknya menjadi “berbeda.” Apakah melakukan kesalahan saat masa kehamilan. Ironis, sebagian orangtua anak spesial mengaku telah melakukan penjagaan yang tepat di masa kehamilannya. Tak ada yang salah. Kalau sudah begitu, siapa yang salah?
Menoleh ke masa lalu untuk mengambil pelajaran adalah hal yang wajar, apalagi menjadikannya sebagai pengalaman yang berharga. Namun, kemudian hanya meratapi dan menyesali, tentu tidak membuahkan solusi. Sebaliknya, orangtua harus segera beranjak dan memikirkan langkah ke depan terbaik demi sang buah hati. Tak ada manfaatnya terus menerus eratapinya.
“Bunda, aku juga tidak ingin dilahirkan dengan keadaan begini,” demikian kata sang buah hati bila mampu mengatakan. Terasa tak adil, bila orangtua masih menambah beban pada mereka.
Prestasi
Memang, anak berkebutuhan khusus (ABK) selalu lemah dan tergantung. Namun, tak berarti harus selalu berada di belakang anak-anak “normal” lain. Banyak fakta membuktikan bahwa beberapa ABK berhasil menorehkan prestasi luar biasa, bahkan di luar jangkauan masyarakat umum.
Anak berkebutuhan khusus, memang berbeda. Mereka memang memiliki “kekurangan”. Namun, tak berarti harus menjadi anak yang tak memiliki masa depan, dan dijauhkan dari pergaulan.
“Anak berkebutuhan khusus, selain memiliki beberapa kekurangan, biasanya mempunyai keunggulan atau sesuatu yang menonjol pada satu atau beberapa aspek tertentu,” ujar Dra. Suhati Kurniawati, psikolog dari LPTUI (Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia).
“Mereka yang mampu memanfaatkan kelebihan yang dimilikinya dengan baik, bisa dipastikan akan mampu meraih prestasi gemilang!” tambahnya.
Prestasi anak berkebutuhan khusus, beda dengan anak lainnya, karena keduanya memanga beda. Menyamakannya sungguh tidak bijaksana. Anak-anak “normal,” tidak memiliki hambatan atau gangguan dalam tumbuh kembang anak. Pada ABK, hambatan itu ada pada aspek tertentu yang mengganggunya. Kemampuan belajarnya juga sangat berbeda. Ada perbedaan yang signifikan antara keduanya. Anak “normal” mudah mengatur memori dan konsentrasinya dibanding anak disleksia misalnya. Kemampuan anak CP dalam mengoperasikan komputer atau menulis sebuah buku menjadi luar biasa Prestasi ABK harus dipandang sebagai aktualisasi potensi sebagai anak yang mempunyai hambatan. Dan, harus dipandang sebagai suatu keberhasilan dalam usaha untuk menjadi sebuah prestasi.
Penyesuaian diri mereka (ABK) dengan lingkungan di sekitar mereka menjadi sangat penting. Hal ini bisa dimulai dengan kemampuan self help mereka. Artinya, ketika mereka berhasil, mereka sudah berprestasi. Selanjutnya,, bila mereka mampu mengembangkan, itulah prestasi. Dan, semua itu bukanlah sesuatu yang mustahil dilakukan sang anak bersama orangtuanya.
Menyongsong Prestasi
Kepekaan orang tua dalam memperhatikan setiap perkembangan sang anak sangat penting. Orang tua harus sedini mungkin mendeteksi dan peduli dengan segala macam gejala baik yang positif maupun negative. Hal ini bisa dilakukan dengan cara berkonsultasi dengan para profesional atau mengujinya dengan teori-teori perkembangan anak. Dengan deteksi sejak dini, maka penanganan atau intervensi bisa menjauhkan dari resiko-resiko berat yang bisa diakibatkan oleh hambatan yang dimilikinya atau paling tidak meminimalisasi.
Peran orangtua menjadi sangat penting. Semua tak ada artinya bila orang tua dan keluarga tidak siap menerima keadaan sang anak. Hal ini penting, karena intervensi tidak akan bisa dilakukan bila orang-orang di sekitarnya itu belum siap dan menerima dengan tulus keberadaan sang anak. Kenyataannya, penerimaan yang tulus disertai cinta kasih yang dalam memegang peranan yang penting dalam kemajuan seorang di kemudian hari. Kasih sayang orangtua akan membawa anak menemukan potensi-potensi yang terpendam di balik kekurangannya.
“Kasih sayang serta penerimaan yang tulus dari orangtua adalah terapi yang luar biasa bagi anak-anak berkesulitan khusus,” ujar Adriana S. Ginanjar, psikolog dan pendiri Sekolah Mandiga, Jakarta.
“Sayangnya, masih banyak orangtua yang belum mamahami hal tersebut!” tambahnya.
Cinta kasih harus selalu terjaga, orangtua perlu memahami segala keterbatasan sang anak dan mencari hal-hal positifnya. Karena itu, berikan kesempatan sebanyak mungkin pada anak untuk beraktifitas. Berikan pula waktu untuk menilai diri sendiri, meningkatkan bakat dan minat agar mereka bisa mandiri dan tidak selalu tergantung pada orang lain.
Celah-celah positif yang ada pada diri anak harus digali seoptimal mungkin, dengan demikian orangtua bisa menetapkan target-target yang sesuai dengan kondisi sang anak. Tentunya, tidak harus tertumpu pada masalah akademis, karena tidak semua ABK bisa mengikuti tuntutan kurikulum yang abstrak. Bahkan, pada titik tertentu, bila dipaksakan potensinya akan terganggu. Pada tahap seperti ini, anak akan menjadi stres dan beradampak buruk pada perkembangan selanjutnya.
Karena itu, masih menurut Dra. Suhati Kurniawati, anak harus bahagia dan tidak boleh stres dalam usaha pencapaian prestasinya. “Apa lagi, bila tekanan stresnya datang daeri orang-orang terdekatnya, orangtua, guru atau saudara-saudaranya,” tambahnya.
Perlu dicatat, perlakuan khusus – berlebihan - pada mereka juga tak bisa dibenarkan. Sebaiknya anak berkebutuhan khusus diperlakukan senormal mungkin (seperti anak-anak yang lain). Anak tidak boleh tergantung pada siapa pun, walau terhadap orangtuanya sekalipun. Dengan begitul, anak akan lebih siap menghadapi kehidupan biasa. “Berikan kesempatan untuk menentukan pilihan pada anak-anak untuk mandiri,” tutur Dra. Suhati. “Tentunya, dengan pendampingan seperlunya” tambahnya.
Perlu pemikiran-pemikiran positif dari orangtua dan keluarga yang lain untuk setiap langkah yang dilakukan untuk sang anak. Mereka perlu dukungan dan penghargaan. Bahkan pada kasus tertentu, orangtua harus mampu “melawan” setiap perasaan pesimis atau “ulah” orang lain yang bisa mengganggu keberhasilan.
Beberapa orangtua ABK telah membuktikan bahwa dengan memberi kasih sayang, perhatian serta upaya tak kenal lelah, berhasil membawa buah hatinya ke jenjang sukses. Lihat saja, apa yang dilakukan ibunda Thomas Alva Edison (penemu bola lampu pijar) melawan stigma negatif yang diberikan guru anak tercintanya. Dengan sabar, tanpa pernah bosan mengajar anaknya setelah anaknya selalu diusir beberapa sekolah karena dianggap bodoh.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Jeffrey Dompas, ayah Oscar Yura Dompas. Tak henti-hentinya memberikan motivasi kepada Oscar Yura Dompas, anaknya yang terdeteksi sebagai anak autisme untuk terus bangkit dan tidak mengalah pada takdir. Bahkan ibundanya, Ira Dompas harus menangkal pandangan “miring” lingkungan sekitarnya.
“Anak ibu gila,” ujarnya menirukan olok-olok para tetangganya waktu itu. Hal ini harus dihadapi Ira dengan kesabaran super, harus seringkali menjelaskan kondisi Oscar. Dan, kerja kerasnya membuahkan hasil, Oscar menjadi berkembang, mampu bersosialisasi dengan lingkungannya. Bahkan, Oscar mampu menamatkan kuliahnya di Fakultas Sasta Inggris Universitas Atmajaya, Jakarta. Dua buku kisah hidupnya pun telah diterbitkan, salah satunya dalam bahasa Inggris. Kini, Oscar mampu mandiri dengan profesi sebagai pekerja seni.
Jelas, orangtua tak bisa sendirian dalam mengantarkan anak ABK untuk bisa mandiri. Peran orang lain yakni pendidik, pelatih, terapis, atau siapa saja yang berada di lingkungannya, karena sebagian waktu anak-anak memang selalu bersama mereka. Para pendidik, selain harus memiliki kesabaran sebaiknya mampu berperan pula sebagai orangtua. Diperlukan pula kejelian dalam melihat talenta sang anak. Dengan demikian, bakat dan minat anak akan lebih mudah diarahkan. Sehingga pada gilirannya nanti bisa membuahkan prestasi.
“Seorang guru yang baik, harus jeli melihat bakat anak didiknya,” ujar Drs. Ciptono, Kepala Sekolah Luar Biasa Negeri, Semarang. “Hal itu bisa dimulai sejak pembuatan Program Pendidikan Individual (PPI),” tambah guru yang berhasil mengangkat anak didiknya memecahkan tujuh rekor MURI. “ABK bukanlah puntung-puntung rokok di timbunan sampah!”
Yang Spesial Yang Berprestasi.

Sumber : http://anakspesial.com

Sepotong Cinta Dalam Hati

Bagaimana perasaanmu ketika melihat orang tua yang anaknya cacat? Kasihan? Menganggap bahwa ia kurang beruntung?
Sejujurnya, saya pun awalnya seperti itu. Seorang saudara saya (tepatnya sepupu istri) bernama Gunawan punya anak yang cacat. Fisiknya sangat lemah, seakan-akan dia tak punya tulang. Usianya sudah lima tahun, tapi ia tak bisa berdiri apalagi berjalan. Ke mana-mana ia selalu digendong oleh orang tuanya.
Saya merasa kasihan pada Gunawan dan istrinya. Dapat saya bayangkan bagaimana sulitnya mengasuh anak seperti itu. Untungnya, mereka adalah orang tua yang sangat penyabar, tak pernah mengeluh atas kondisi anak mereka.
Dan sebuah tulisan pada buku "Bila Nurani Bicara" karya Amelia Naim Indrajaya (Penerbit Hikmah, 2004), membuat pikiran saya berubah. Pada tulisan yang berjudul "Special Kids for Special Parents" ini, Amelia bercerita tentang kegelisahannya karena punya anak - Adri - dengan kasus "disfungsi minimal otak". Perkembangan Adri sangat lamban. Ini membuat Amelia sempat stress, bahkan menyalahkan nasib.
Suatu hari di ruang tunggu rumah sakit, Amelia bertemu sepasang suami istri yang punya TIGA anak yang nasibnya lebih kurang sama dengan Adri. Namun, mereka terlihat sangat tabah, ceria, tidak mengeluh sedikit pun.
Dengan amat penasaran Amelia bertanya pada mereka, "Hou could you so happy?" Ya, punya satu anak cacat saja rasanya sudah amat merepotkan. Pasangan suami istri ini memiliki TIGA anak cacat, tapi mereka tampak sangat bahagia.
Dan jawaban mereka yang akhirnya membuka kesadaran Amelia, juga saya sebagai pembaca:
"Aduh, ternyata ada hal yang paling penting yang kamu belum tahu, dan seharusnya tahu. Do you know that special kids are given to special parents? .... Kami merasa terpilih. Dengan dianugerahi tiga anak spesial, berarti Tuhan telah memilih kami sebagai special parent yang hanya kami dan bukan orang tua lainya yang pantas menerima anugerah tiga anak spesial ini. Dan kami yakin pilihan Tuhan tidak pernah sia-sia."
"Subhanallah," begitu tulis Amelia Naim di dalam bukunya. Ucapan yang sama bergema di hati saya. Saya langsung teringat salah satu bunyi ayat Al Quran: "Sesungguhnya Allah tak akan memberikan ujian di luar batas kemampuan hambaNya".
Allah telah menakar semua ujian/cobaan yang diberikan kepada kita, sehingga yakinlah bahwa kita akan sanggup menghadapinya. Jika kemudian kita merasa tak sanggup, kecewa, putus asa, menyesali diri, bahkan menyalahkan Tuhan, itu semua karena kita belum bisa memahami hikmah apa yang tersimpan di balik ujian tersebut.

Saya merasa bahwa ucapan sepasang suami istri itu sangat sejalan dengan bunyi ayat Al Quran di atas. Dan inilah yang akhirnya mengubah pandangan saya terhadap Gunawan dan orang tua lainnya yang memiliki anak istimewa. Kini, saya justru amat kagum pada setiap orang tua yang seperti itu. Setiap kali bertemu Gunawan, saya menatapnya sambil berkata di dalam hati, "Dia adalah ayah yang istimewa, karena memiliki anak yang juga istimewa."

Sumber : www.Jonru.net

Mengawal Anak Special Need Sampai Lulus SD

Pada hari ini kami mengucap syukur sebab oleh anugrahNYA, anak kami Yansen Hardjoko genap berumur 12 tahun, anak yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 May 1994 saat ini sudah duduk dikelas 6 sekolah umum,.
Doakan Yansen lulus ujian akhir dan masuk SMP seperti layaknya anak anak seusianya sehingga anak penyandang autis bisa diterima di kalangan akademis umum yang selama ini menjadi beban para orang tua karena sekolah umum sering menolak anak penyandang autis atau anak berkebutuhan khusus lainnya.
Pada saat ini anak Yansen sudah jauh mengalami kemajuan terutama secara akademis bisa mengikuti seluruh kurikulum pelajaran sekolah dasar secara umum tanpa banyak dispensasi bahkan rankingnya semakin baik setiap naik kelas. Pada waktu kelas 5, Yansen sudah masuk 10 besar di kelasnya,bahkan untuk beberapa mata pelajaran Yansen unggul seperti matematika, bahasa inggris dan komputer. Dan teman teman (yang tidak ada gangguan pertumbuhan) mengakui keunggulannya, bahkan guru guru dan kep-sekpun mengakuinya sehingga Yansen menjadi terkenal di sekolahnya dari anak kelas 1 sampai kelas 6 bahkan orang tua murid banyak mengenalnya.
Itulah anugrah TUHAN namanya. Diberi anak special tingkah lakunya tapi terkenal di sekolahnya, bahkan ada ortu murid yang berkomentar apakah Yansen anak yang punya Yayasan.
Pada saat ini Yansen sudah bisa masak nasi pakai rice cooker, bisa cuci pakaian waktu bibi pulang kampung, bisa cari informasi di internet, bisa naik sepeda, bisa telepon dan sms, bisa mengatur pakaianya sendiri bahkan mengatur pakaian mamanya dan yang paling kuat ingatannya barang barangnya hilang satupun dia tahu.
Dulu mati lampu dia nangis semalaman, sekarang ngak lagi, dulu lampu di rumah tidak boleh ada yang mati. Tengah malampun saya harus beli saking perfeksionis-nya, sekarang mulai bisa terima alasan kita yang masuk akal.
Sebagai orang tua, kami merasa bangga dan terhibur juga. Kami katakan semua karena anugrahNYA. Sebagai manusia ciptaan Tuhan saat kita diuji melalui anak kita yang diperlukan KESABARAN KETEKUNAN dan yang penting MENERIMA ANAK KITA APA ADANYA DENGAN KASIH SAYANG SETULUSNYA. Ingat anak anak adalah titipan TUHAN. DIA yang menciptakan lebih sayang daripada kita yang diserahkan untuk mengurusnya.
Pengalaman mengajar anak SN komunikasi dengan visualisasi.
Setelah Yansen menguasai bagian tubuhnya, kami mulai mengajarkan benda benda sekitarnya yang terlihat (visual object) misalnya meja, lemari, kasur, bantal, guling, bangku, baju, buku, lampu, kipas angin dll. Pokoknya semua yang dapat dilihat mata yang berupa benda kami perkenalkan dan ajarkan untuk meniru dan mengucapkan-nya. Dan Rupanya memori visualnya itu kuat. Apa yang pernah Yansen lihat secara visual dia hafal, jadi metodenya disebut PECS ataupun apalah istilahnya kami ngak tahu, tapi yang jelas anak bisa mengerti dan ada kemajuan.
Kami melihat ada kemajuan yang pesat dan pertambahan perbendaharaan katanya terus meningkat, dan dalam waktu setengah tahun (waktu Yansen berumur 3,5 tahun), dia sudah bisa mengenal mamanya, papanya, bahkan tantenya oma opanya, om-om nya, sepupu-sepupunya dan orang yang ada disekitarnya. Hal ini bisa kami buktikan saat kami menunjukan foto keluarga kami dan menunjuk orang orang tertentu dia langsung jawab ini tante anu, ini om anu, ini mama, ini papa, kalaupun ada yang lupa kami ingatkan lagi, setelah diulang ternyata sudah hafal.
Setelah semua yang ada di rumah dia kuasai, kami mulai membawa Yansen keluar rumah sambil belajar apa saja yang bisa dilihatnya, contoh ke super market anak kami naikan di kereta dorong sambil belanja, saya ajarkan untuk ditirukan misalnya di stand buah buahan sambil tunjukan objecknya saya sebut ini apel, ini mangga, ini jeruk, ini anggur, ini melon ini semangka, ini pepaya, ini wortel dstnya. Pokoknya visual objeck, dan untuk membuktikannya kami beli gambar buah buahan yang dibawahnya ada tulisannya. Di rumah kami tanyakan kembali ini apa sambil menunjukan objectnya ternyata dia tahu dan bisa jawab. Atau kalau ada yang lupa diulang lagi tidak lama ternyata hasilnya bagus.
Jadi kalau saya lihat menurut pengalaman kami, suasana harus ketika anak sedang senang sehingga bisa enjoy. Jadi kalau anak lagi tidak mood berhenti dulu, jangan dipaksakan waktunya harus berapa jam sehari dan monoton, tapi kalau anak lagi tidak konsen release aja percuma habiskan energi hasilnya minim sekali.
Selanjutnya kami mulai ajarkan kata kerja, bagaimana caranya? Kalau kata benda relatif mudah ada wujudnya tinggal kita tunjukan dan ucapkan, tetapi kata kerja ya harus diberi contoh sambil kita kerjakan misalnya: makan sambil memasukan sesuatu ke dalam mulut dan mengunyah terus ditelan, secara alami dia sudah lakukan tapi tindakan itu disebut “apa”, kita ajarkan. Saat mandi ada beberapa kata kerja masuk km, siram air, gosok sabun, sikat gigi, kemudian pakai handuk, keringkan badan, pakai bedak, pakai celana, pakai baju, pakai kaos kaki, pakai sepatu sambil memberi perintah kerja sekaligus motoriknya. Tentunya pertama kali kita bantu dulu pakai baju dan suruh dia kancingin, pakai kaos kaki kita masukin separuh dia suruh naikkan, kemudian dirapihkan.
Tahap berikutnya setelah anak kami mengerti perintah kerja, kami mulai mengajarkan membedakan (kata sifat & keterangan) mulai dengan membedakan warna, ini mesti hafal ;: kuning, merah, hijau, biru, dan tidak terlalu sulit sebab semua mainan pasti warna warni. Setelah hafal, kita tinggal sosialisasikan pada mainannya ini warna ini, ini warna anu dan umumnya cepat hafal, karena warna memang menarik perhatiannya tetapi kalau kata sifat agak susah misalnya basah dan kering, panjang dan pendek, cepat dan lambat, terang dan gelap. Bagaimana caranya supaya anak SN bisa nangkap, kalau pengalaman kami tetap harus pakai bantuan visual contoh cari gambar yang ada opositnya, kami tunjukan tinggi dan rendah misalnya gambar pohon, gemuk dan kurus gambar 2 orang yang satu gemuk yang lainnya kurus. Kalau kering dan basah agak susah visual digambar jadi praktek langsung baju kita rendam air, atau siram air jadi basah, kemudian kita jemur jadi kering, terang dan gelap kita praktekan pasang lilin lampu matikan ada terang lilin kemudian tiup jadi gelap dstnya
Jadi semua terapi kami lakukan sendiri, dengan visualisasi, jadi kalau ditanya metode kami ngak tahu, boleh jadi Picture/visual Exchange communication system. Tanya yang pakar yang jelas anak kami ada kemajuan. Kalau kontak mata kami latih tiap pagi habis mesbah keluarga, saya sebagai Imam di keluarga memberkati istri dan anak anak, dan untuk Yansen special treatment biasanya setelah doa bersama dan terima berkat kami saling merangkul dan mengatakan papa mengasihi Yansen dan sebaliknya diantara anggota keluarga lainnya, kemudian giliran Yansen saya suruh tatap mata papa dan aku menubuatkan "Engkau diberkati makin hari makin baik, makin besar makin baik, engkau bisa bersosialisasi, bisa berinteraksi, berkomunikasi dengan baik, menjadi berkat bagi orang-orang disekitarmu dan dia respon dengan amiem,amien,amien.
Pengalaman mengajar Yansen angka dan huruf.
Kami kembali membagi pengalaman "bagaimana mengajar anak mengenal angka dan huruf pada anak kami"? Setelah perbendaharaan kata bertambah, kemudian kemampuannya meningkat bisa merangkai kata misalnya mau ini, mau itu, minta ini, minta itu, mau pipis, minta minum, mau mandi dll.
Satu hal yang sangat mencengangkan daya ingatnya kuat, jadi apa yang pernah dilihat secara visual baik langsung, maupun melalui TV, bahkan sebelum bisa baca tulis Yansen sudah hafal logo-logo merk misalnya: Sanyo, Toshiba, Mitsubishi, Honda, Toyota, Yamaha, Maspion, Yongma, National.
Pada saat kami bawa ke Restoran, biasa yang dicari kipas angin, maka diapun masuk kedapur, ke ruang kasir memang repot untuk mengawasinya dan kalau ketemu alat elektronik, saya tanya ini merk apa? langsung dia jawab, Maspion. Yang lain lagi Toshiba sampai petugasnya bingung !!! ,sudah sekolah ya pak kok bisa baca??? belum mbak jawabku dia cuma hafal logo dan merknya. Aneh tapi nyata.
Kami mengajar Yansen angka dan huruf juga dengan visualisasi, caranya kami membeli angka dan huruf yang terbuat dari foam seperti bahan sandal jepit, warna warni dan bisa dipakai untuk alas duduk, dimana hurup dan angkanya bisa dicopot dan dipasang kembali. Dengan alat bantu itulah kami mengajarkan mulai angka angka dan huruf-huruf, pertama kami copot dan mengajarnya angka 1.2.3.4.5.6.7.8.9.0 demikian juga A-Z . Setelah dia sebut angkanya atau hurufnya kami suruh pasang lagi, sekalian latihan puzzel ,dan rupanya itu menarik sehingga dia cepat nangkapnya, kami kira faktornya dia bisa enjoy belajar sambil main.
Menjelang 4 tahun kami ajarkan Yansen tulis angka dan huruf yang telah dihafalnya. Pertama kami tuliskan huruf dan ada kolom yang harus dicontoh kalau belum bagus bantu pegangin tangannya bergerak pelan pelan untuk membentuk angka atau huruf.
Setelah menguasai hurup besar kami ajarkan hurup kecil, lalu meningkat jadi memadukan suku kata, dan kemudian kata kata, jadi sebelum masuk TK Yansen dirumah sudah bisa baca suku suku kata bahkan kata kata yang sederhana dia sudah kuasai. Puji Tuhan kemampuannya terus meningkat.
Memang secara akademis sudah bagus tapi tingkah lakunya yang masih jadi masalah.
Kendala-kendala:
Perhatiannya cepat beralih, kalau lagi tidak konsentrasi susah diajari, tidak bisa duduk berlama-lama, bahkan sangat perfeksionis, semua miliknya tidak boleh hilang, hilang selembar bisa jadi masalah. Dia menjadi gelisah dan tidak bisa konsentrasi sebelum apa miliknya yang hilang ditemukan.
Rutinitas menjadi bagiannya, bahkan kalau ada keinginannya yang tidak dituruti Yansen bisa melukai dirinya, membentur kepala kelantai, atau memukul kepalanya sendiri.
Kami memang cape, untung ada pengasuhnya yang sangat sayang Yansen dan merawatnya dengan baik walaupun tingkah lakunya kadang kadang aneh, tetapi kalau malam kami berusaha supaya Yansen tidur seranjang dengan kami supaya kasih sayang tidak beralih ke pengasuhnya. Dan yang sangat penting anak SN mendapatkan kasih sayang yang utuh dari orang tuanya yang dengan tulus mengasihinya dalam keadaan apapun.
Kami tidak pernah memberi obat penenang seperti Risperdal dan sebangsanya tetapi kalau anak saya tantrum saya bawa dalam doa-doa, dan ajaib kuasa doa dasyat sehingga kami bisa melewati masa-masa sulit bersama-sama mamanya dan pengasuhnya yang begitu sabar dan telaten. Saya percaya semua adalah campur tangan Tuhan yang mengirim pengasuh yang tahan banting kepada kami.
Bahkan Pengasuhnya kadang-kadang melebihi kami sebagai ortu saking merasa dia punya andil ikut mengasuh Yansen dan menyayanginya sebagai anak sendiri. Kadang-kadang kami sempat khawatir kalau dia berhenti kerja, tapi akhirnya kami berbalik percaya lebih kepada Tuhan. Kalaupun dia berhenti pasti DIA buka jalan, jadi kami tidak harus stress dan enjoy aja gitu.
Persiapan masuk TK.
Waktu anak kami berumur 3 tahun belum bisa bicara. Setelah ketahuan AUTIS, kami mulai berpikir bagaimana mau sekolah, jadi kami memutuskan tidak masuk ke play group dulu seperti kakaknya waktu 3 tahun, tetapi kami berusaha mempersiapkan masuk TK, dan ternyata melalui pergumulan yang sudah kami ceritakan sebelumnya, menjelang umur 4 tahun semua sudah lancar, yaitu vokalnya jelas dan bahkan bisa baca dan tulis angka maupun huruf, hasil terapi sendiri melalui visualisasi, tinggal masalah tingkah laku yang belum terkendali.
Karena kami yakin anak kami secara akademis bisa, maka kami putuskan masuk TK umum. Kami cari yang paling dekat rumah, sebab kami baik papa maupun mamanya tidak bisa mendampingi waktu anak sekolah karena kami masing masing kerja. Kebetulan di sebelah rumah saya ada TK jadi kami daftarkan saja. Selain pengurusnya kenal karena tetangga sehingga pengasuhnya bebas keluar masuk untuk menemani dan mengawasi Yansen dan mengetahui perkembangannya, serta komunikasi dengan guru-gurunya pun lancar karena sudah familiar.
Jadi untuk Tk tidak ada masalah, karena bukan program sekolah formal. Makad ari itu, saran saya, kalau bapak ibu mau masukan anaknya ke TK carilah yang paling dekat rumah dan pengurusnya familiar, supaya informasi cepat sampai ke kita sebagai ortu dan kalau ada masalah cepat teratasi karena aksesnya dekat. Pengasuh Yansen bukan terapis cuma kami terus kasih input untuk penanganan anak Autis dari informasi-informasi yang kami dapat dari berbagai sumber, jadi bener-bener praktisi amatiran.
Soal makanan kami perhatikan dan menghindari gluten,casein. Vetsin sudah tidak ada di dapur kemudian juga gula sangat mempengaruhi aktifnya anak, susu dan terigu juga hilang dari menunya Yansen. Kami juga menghindari jajanan dan 90% masak sendiri oleh pengasuhnya, kami hanya kasih uang belanja secukupnya, kalau ada kekurangan baru ditambah, misalnya beli ayam kampung dan buah buahan.
Rupanya Yansen suka buah buahan hampir semua doyan terutama yang mahal-mahal seperti anggur, apel, strawbery, palm, pear kecuali durian wah yang satu ini dipaksa pun akan dikeluarkan dari mulutnya.
Pada waktu balita Yansen susah minum obat, apalagi yang pahit dan pekat sekali baunya, jadi kalau deman atau pilek pakai obat sirup yang rasanya dia suka. Tidak ada suplemen yang kami kasih maupun obat penenang hiperaktif semacam risperdal atau kawanannya, DMG pernah dikasih waktu mula-mula terdeteksi atas saran dr HDP tapi itupun sudah dihentikan karena susah tidur dan tambah aktif.
Kondisi di rumah jangan ditanya seperti kapal pecah tiap hari, ngak bisa rapi sebab apa yang dikeluarkan dituang ke lantai dan tidak mau orang lain yang membereskan. Jadi harus dia yang melakukan dan pengasuhnya hanya mengawasi agar dia tidak menjamah barang yang berbahaya, sebab Yansen suka main alat listrik dan bahkan colok steker ke stop kontak. Waduh tidak gampang menjaganya, meleng dikit bisa kecolongan ha ha ha. Siapa bilang ngasuh anak SN lebih gampang hayo ???
Rutinitas menjadi bagian yang belum bisa dilepaskan waktu itu. Nyalakan AC harus dia yang lakukan, kalau ac sudah nyala dan bukan Yansen yang on kan malam itu jadi masalah. Pokoknya dia tidak bisa terima walaupun dimatikan dulu setelah itu baru dia nyalakan lagi. Maunya dari awal bagian dia tidak boleh terjamah yang lain. Coba rasakan nangisnya sampai lewat tengah malam, sampai dia cape baru tertidur. Besok ingat lagi mulai ngadat lagi. Siapa yang kuat, ayo coba satu malam saja !
Inilah sedikit menelusuri liku liku mendidik anak SN. Kadang kami merasa cape, lelah dan tidak tahu harus berbuat apa. Pada saat kondisi begini kami masuk “pemberhentian” mencari saat teduh, sehingga rohani kami dicharge untuk merenungkan Firman Tuhan yang dapat menjadi sumber kekuatan kami.
Persiapan masuk SD Umum.
Peraturan Depdiknas tidak mensyaratkan penerimaan anak SD dengan ijazah TK. Tetapi TK sangat penting apalagi buat anak anak SN yang mau sekolah umum, sebab waktu TK lah pondasinya dibangun, bukan nilai akademiknya saja tetapi perkembangan daya pikir, perkembangan daya cipta, pengembangan dan pembentukan prilaku, perkembangan kemampuan dasar berbahasa dengan menyanyi, ketrampilan motorik halus dengan menempel gambar, menggunting dsb. juga keterampilan motori kasar dengan melompat, main plosotan dll. Semua itu termasuk terapi karena anak kami tidak ikut terapi khusus, jadi waktu di TK itulah kami anggap sedang terapi dan saya lihat banyak kemajuan yang dicapai sebagaimana yang ditulis dalam Laporan Perkembangan Anak Didik Taman Kanak Kanak setiap caturwulan/semester.
Sosialisasi juga bagus sebab waktu TK B Yansen sudah kenal nama nama temannya juga guru-gurunya, bahkan waktu Yansen Ultah ke 6 gurunya meminta dirayakan bersama-sama teman TKnya dan tempatnya disekolah. Di akhir acara ada foto bersama yang menjadi kenangan manis.
Waktu TK B Yansen sudah bisa matematika sederhana yaitu menjumlah dan mengurangi yang juga diajarkan lewat gambar (mis 3 buah apel + 4 buah apel =..........apel). Yang saya lihat anak kami sangat kuat memorinya jadi untuk
matematika dia jago. Untuk dikte satu kata bisa diikuti tapi kalau dikte kalimat ampun belum bisa. Bagaimana dengan tes IQ? Wah sulit sebab banyak perintah yang tidak diikuti, jadi hasilnya kecerdasan hanya 61 dan tes ke dua nilai kecerdasan 88.
Untuk anak SN tes IQ jangan jadi barometer, dan yang penting bisa ikuti dulu, dan ada kemajuan dan saya setuju sama ibu Ita jangan ditargetin nanti anak stres dan ortupun stres bisa berabe....kate orang betawi......
Tiga bulan menjelang masuk SD kami mulai persiapkan Yansen. Kami coba bawa ke dr Dwijo di RS Graha Medika jadi setelah divonis autis oleh dr HP waktu umur 3 tahun kami ngak pernah bawa Yansen ke dokter sampai menjelang 6 thn kurang 4 bulan kami konsultasi dengan dr Dwijo. Melihat kemajuan Yansen Dr Dwijo menyarankan ikut terapi perilaku di kelompok smart miliknya waktu itu masih di tanjung duren dan hanya 3 bulan terapi disana seminggu 3x, setelah itu kami kembali ketemu dr Dwijo dari hasil terapi yang telah dilaporkan kesimpulannya Yansen sangat banyak kemajuan. Puji Tuhan tidak ada yang mustahil bagiNya.
Walaupun demikian tidak berarti semua beres sifat autistic yang masih menempel adalah tingkah lakunya yang belum terkendali menjadi kendala dan pergumulan kami sampai hari ini (kalau masuk rumah orang ngak peduli punya siapa langsung terobos
sampai ke kamar dan semua ruangan maksudnya untuk observasi tapi melanggar tata kesopanan). Ini pergumulan kami yang masih harus diperjuangkan. Mungkin ada yang bisa bantu kami cara terapi perilaku yang cespleng. Kalau ke supermarket barang yang diobservasi itu elektronik, semua dipegang, diperhatikan merknya, cara mengoperasikanya sambil baca manualnya bahkan kalau bisa setiap unit mau dicobanya dengan menghubungkan ke listrik dan switch on kemudian dimatikan di on lagi dimatikan, baru puas.
Waktu disodorkan formulir isian ditempat terapi, ada beberapa pertanyaan dan yang menarik adalah pertanyaan APA HARAPAN ANDA terhadap anak anda setelah ini???? pilihannya adalah sbb:
* menjadi normal seperti anak anak umumnya
* asal bisa mengikuti pelajaran di sekolah umum
* bisa bersosialisasi dan mandiri setelah tidak didampingi ortu
* tidak mentargetkan apa apa asal ada kemajuan sebesar apapun diterima.

Mau tahu pilihan kami adalah yang a sebab kami berjalan berdasarkan imam Allah menciptakan manusia sempurna, jadi ada ketidak sempurnaan harus ditolak (ini bagian imam dari umat yang percaya kepada penciptaNya) Allah Maha Kuasa dan tidak ada yang mustahil bagiNya. Jadi kalau begitu yang tidak normal bisa jadi normal.

Hal-hal yang penting dalam hal mencari sekolah adalah sbb:
* jangan cari sekolah yang favorite karena biasanya peraturannya ketat
* cari sekolah yang cukup memadai saja, tetapi yang mau mengerti dan kerja sama
* jangan sekali-sekali berbohong tentang keadaan anak tapi jujur sajalah
* Persiapkan mental untuk menghadapi berbagai masalah yang bakal dihadapi berkaitan dengan
tingkah laku anak waktu masuk sekolah umum, sebab yang namanya umum itu tidak ada perlakuan khusus.
Kalau kami waktu daftar, Yansen dibawa serta, saya tunjukin di hadapan kep-seknya, saya ceritakan anak saya aktif nanti kalau diterima saya minta duduk di depan dan diperkenalkan guru yang akan menjadi wali kelasnya. Ketika lihat Yansen gurunya itu tanya sudah bisa baca, karena dia sedang baca koran kompas. Yansen ditunjukin head linenya wah langsung dilahap sama Yansen berikut beritanya dan beliau langsung tertarik eh sudah pinter ya bacanya, sini ikut ibu terus disuruh baca yang lainnya, dikasih matematika semua bisa Yansen jawab dan tentunya diterima.
Tetapi diterimapun bukan semua mulus, sebab baru permulaan /awal perjalanan. Yang penting adalah bagaimana anak anak kita yang SN ini bisa diterima tidak hanya oleh kep sek, tidak hanya guru, tetapi juga teman teman sekelasnya bahkan orang tua murid. Itu lah MASALAH, RUMIT yang utama tentu saja.
Cara-cara mempertahankan Existensi anak SN di Sekolah Umum:
* mempersiapkan anak kita dengan kemampuan mengikuti kurikulum umum
* mempersiapkan mental baja orang tua sendiri (sebab kemungkinan problem
sangat potensial)
* berani membayar harga/berkorban demi kemajuan anak (siap terima kritik, keluhan,omelan)
* tetap realistis dan bisa menerima kenyataan apapun hasilnya (jangan ngotot
mau sempurna)
* menjalin hubungan baik dengan semua pihak yang berkompeten.

Setelah anak SN diterima disekolah umum, bukan berarti semua beres, justru setiap waktu selanjutnya adalah pergumulan dan perjuangan panjang untuk mengawal dari awal sampai bisa mandiri (kalau bisa), melalui jalan berliku liku, disertai cucuran keringat, urut dada, kerutan kening, muka merah, muka pucat pasi, bahkan linangan air mata.
Saat masuk SD walaupun secara akademik Yansen bisa mengikuti, tetapi tingkah lakunya yang special masih nempel. Bayangkan pertama masuk ada upacara bendera anak anak semua berbaris teratur, anak kami cuma bertahan berdiri di tempatnya sebentar kemudian keliling-keliling. Memang dia tidak ganggu anak anak yang lagi upacara tapi kelakuannya membuat kami ortunya urut dada. Bagaimana ngak? apa yang terjadi sangat mengganggu suasana. Setelah Yansen masuk kelas, kami langsung dipanggil Kep Sek. Beliau langsung bilang kalau begini terus ngak bisa nih, kenapa waktu daftarkan anak bapak ngak cerita ??? Kami jawab kan waktu itu anaknya saya bawa bapak kan sudah lihat langsung dan setelah kami diinterogasi lalu diberi kesempatan. Waktu itu saya ngomong "Pak tolong beri kesempatan belajar disini, saya jamin anak saya ini makin hari makin baik".
Hari pertama berlalu, kami masing masing pergi kerja dan Yansen ditunggui pengasuhnya di sekolah sampai pulang (selama 2,5 jam tiap hari).
Hari-hari selanjutnya adalah pergumulan kami antar anak ke sekolah tunggu sampai dia masuk kelas. Mereka harus berbaris dulu, karena sekolahnya bukan sekolah favorit jadi agak longgar ortu boleh menunggu anaknya didepan kelas berbaris sampai masuk kelas, setelah itu kami pergi kerja dan tugas jaga Yansen didelegasikan kepada pengasuhnya yang datang ke sekolah sambil bawa makanan Yansen yang dimasaknya sendiri. Kami hanya bisa berdoa Tuhan tolong anak kami supaya dia tidak berulah aneh aneh dan menjadi berkat buat teman temannya.
Selama bulan pertama walaupun selalu ada saja problem tapi bisa diatasi oleh pengasuhnya yang setia menungguinya.
Masuk bulan kedua ternyata terjadi penggantian guru kelas, dimana guru Yansen yang sebelumnya cuti melahirkan masuk kembali dan beliaulah yang memegang kelas Yansen. Jadi suasanapun berubah lagi, hanya seminggu beliau berhadapan dengan Yansen dia ngak tahan karena belum paham kespesialan anak kami. Kabarnya sampai menangis karena tidak bisa menegor Yansen sebab dia cuek sekali dan tidak takut sama guru. Jadi kamipun kembali dipanggil Kep Sek dan berserta gurunya, inti pembicaraan kami diminta untuk cari sekolah lain, tapi kami ngotot dan bertahan dengan sejumlah argumentasi. Dan untuk kedua kalinya kami diberi kesempatan. Tetapi begitu masuk bulan ketiga gurunya ada masalah lagi. Alasannya Yansen sering keluar kelas pada saat pelajaran dan itu kenyataan yang kami tidak bisa sangkal. Karena begitu tugas yang diberi selesai dikerjakan dia pasti ngak betah duduk manis dan kejadian meninggalkan kelas tidak bisa dicegah.
Dipicu oleh masalah Yansen yang ngamuk karena diganggu anak anak yang nakal dan usil yang mengakibatkan Yansen berteriak teriak di kelas, ,maka kamipun dipanggil untuk ketiga kalinya. Dan kali ini pihak sekolah sudah sepakat meminta kami pindah begitu caturwulan pertama, dan pihak sekolah bersedia mengembalikan uang pangkal yang pernah bayar.
Waktu kami menghadap sidang guru-guru dan Kep Sek, kami menolak dipindahkan catur wulan 1 dan kami minta diberi kesempatan sampai satu tahun dengan kesepakatan kalau Yansen bikin masalah sebelum tahun pelajaran berakhir tidak ada kompromi lagi. Dan kamipun menerima syaratnya walaupun dengan linangan air mata.
Hal yang bisa kami lakukan adalah berdoa, berdoa dan berdoa tidak ada yang lain, dan disini kami saksikan bahwa kuasa doa itu dasyat. Tuhan mendengar doa-doa kami, kemudian membuka jalan dimana kami bisa menjalin hubungan dengan wali kelasnya kami ke rumahnya, dan meminta beliau memberikan les kepada Yansen sehabis pulang sekolah, dan mengambil tempat di rumah kami dan ternyata gurunya senang. Anak anak yang lain juga ikut les dirumah kami dan hubungan baikpun terjadi antara kami, gurunya dan juga teman temannya,bahkan dengan sesama orang tua murid karena sering antar anak ke rumah kami.
Tuhan itu baik. Untuk selanjutnya Yansen menjadi primadona di sekolahnya. Dia dikenal tidak hanya teman-teman kelas satu tetapi semua murid kenal Yansen dan mau bersahabat dengannya, mau membantunya,dan menjaga orang yang mau mengganggunya bahkan guru-gurunya semua senang dengan anak kami. Mereka berebut minta cium kalau Yansen masuk ke kantor guru. Sampai-sampai ada orang tua yang bertanya apakah Yansen itu cucunya yang punya yayasan kok bebas keluar masuk kantor guru dan semua guru mengenalnya dan memperlakukan dia dengan baik. Akhirnya guru gurunya mengerti bahwa yang bermasalah itu bukan Yansen tetapi ada anak anak yang nakal yang suka ganggu Yansen sehingga dia bisa ngamuk dan berulah dikelasnya.
Karena kemurahan Tuhan, Yansen diberi kemampuan akademis bahkan untuk pelajaran tertentu dia lebih unggul dari teman temannya. Ditambah hubungan yang baik antara kami dan guru-guru, maka Yansen diberi kesempatan tetap belajar disekolahnya.
Sekarang, kami mau bagikan pengalaman "sukses anak SN bertahan di sekolah umum sampai tamat".
Ketika kita berani mengambil keputusan untuk memasukkan anak kita yang notabene special, kita sudah meraih 50% sukses, tapi selanjutnya ortu harus mengambil bagian peranan yang sangat besar, kenapa begitu??? Karena ortulah yang paling tahu kondisi anaknya. Guru, terapis, pengasuh hanya pelengkap dalam hal mendidik anak. Oleh karena itu kami katakan ortu harus mengawal sedari awal sampai ........kapan? tergantung kemajuan anak.....katakanlah sampai bisa mandiri.
Tugas mengawal di sini artinya adalah benar-benar mengawal. Coba perhatikan kalau pengawal Presiden apa yang dikerjakan kalau lagi bertugas, sudah pasti tidak boleh lalai, tidak boleh meleng sedikit dan tentunya fokus perhatian selalu kepada siapa yang dikawalnya. Tentunya dalam mengawal anak kita yang SN tidak harus seekstrim paswalpres, tetapi maksud kami perhatikan setiap tindakannya setiap saat walaupun saat kita mendelegasikan pengawalan kepada pengasuhnya. Kita minta infonya atau laporannya tentang anak kita setiap hari, jangan sudah seminggu kita ngak tahu perkembangannya sama sekali, apalagi sudah sebulan ortu cuek aja, bisa sukur, ngak bisa terserah deh, bahkan sikap tidak peduli harus dihindari, sebab bagaimana yang lainnya mau peduli kalau ortunya aja ngak peduli.
Bayangkan waktu anak kami Yansen di kelas satu saja sudah tiga kali kami dipanggil mau disuruh pindah. Bayangkan kalau kami tidak peduli, pasti sudah keluar, pindah sana pindah sini akhirnya mungkin saja putus asa, saling menyalahkan dan hasilnya bisa dipastikan amburadul.
Walaupun kami sama bekerja di dunia sekuler, tapi kami curahkan perhatian penuh pada anak kami. Kami bagi tugas, suami/bapak berperan sebagai imam, tugasnya pembinaan rohani, mendoakan istri dan anak anak dan khusus anak Yansen tiap pagi saya tumpang tangan atasnya memberkati,"Biar kiranya Tuhan memberikan kemampuan mengendalikan diri, memberikan kepintaran, hikmat dan penguasaan emosi". Istri/ibu yang lebih banyak mengajar, mengoreksi pr, ps dan berkomunikasi dengan gurunya kalau ada yang tidak bisa dikerjakan Yansen.
Pada mulanya tulisan Yansen tidak teratur besar kecil turun naik, tetapi karena kami minta guru kelasnya les maka beliau bisa membaca apa yang Yansen tulis, mamanya juga bisa baca karena mengikuti terus, tetapi papanya waktu awal-awal tidak bisa baca karena Yansen belum jadi dokter tapi tulisannya lebih dari tulisan dokter.
Karena Yansen secara akademik bisa mengikuti pelajaran, ulangan hasilnya bagus, dan situasipun sudah bisa dikendalikan waktu belajar asal tidak diganggu dulu, tidak diusilin anak anak iseng dia bisa tenang, walaupun setelah tugasnya selesai masih suka jalan jalan, tetapi gurunya sudah mengerti. Maka dari itu, Yansen dikasih tugas tambahan setelah dia lebih cepat menyelesaikan tugas ps misalnya menggambar bebas, atau menulis yang tidak menggangu murid yang lainnya.
Kep sek pun mulai memberikan perhatian dan memberi dispensasi Yansen untuk tidak ikut dalam barisan waktu upacara ataupun yansen diijinkan berdiri dipinggir lap upacara didampingi pengasuhnya, supaya tidah mengganggu jalannya upacara karena Yansen masih suka jalan kesana kesini. Karena upacara itu setengah jam, bila Yansen hanya bertahan 10 menit, maka diijinkan masuk keruang guru agar tidah mengganggu yang lainnya dan setelah selesai upacara baru bergabung dengan kelasnya.
Waktu akhir tahun dimana Yansen cukup bagus nilainya dan berhak naik kelas dua, kepala sekolah maupun guru-gurunya tidah mempersoalkan lagi Yansen harus pindah ketempat lain. Ini semua karena kemurahan Tuhan yang membuka jalan dan menolong umatNya yang berseru kepadaNYA , tepat waktunya dan mencukupi kebutuhannya.
Jangan takut menghadapi masalah tetapi kalau masalah itu datang kepada kita dan Tuhan ijinkan dalam hidup kita hadapi, kerjakan apa yang bisa kita kerjakan, dan berdoalah kepadaNya, maka percayalah Tuhan akan mengerjakan bagianNya.
Waktu Yansen naik kelas dua tidak banyak masalah yang membuat heboh tetapi persoalan persoalan dalam belajar tetap menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Metode kelas satu tetap diteruskan yaitu guru kelasnya kami minta memberi les seminggu 3 X dirumah kami. Ini sangat menguntungkan karena kami bisa menjalin komunikasi dengan gurunya tentang perkembangan anak kami. Kami minta Yansen les nya lebih focus dengan melatih melukis karena mat sudah bagus, juga yang lain.
Dar hasil les dan latihan menulis maka waktu cawu 2 kelas dua tulisan Yansen sudah rapi dan tentunya papanya sudah bisa baca. Bahkan ada guru kelas tiga bertanya kepada guru kls 2 yang ngajar Yansen, ini tulisan Yansen bu ? saking tidak percayanya dan penasaran karena waktu kelas satu tulisan Yansen kayak tulisan dokter, tapi itulah kemajuan namanya kalau dilatih terus motorik halusnya makin baik.
Ada satu hal kemudian terkuak dari laporan guru Yansen waktu kelas dua yaitu Yansen sering tidak jelas menyalin tulisan dari papan tulis padahal kami sudah minta duduk barisan paling depan. Dari laporan itulah gurunya menyarankan supaya periksa mata Yansen dan ternyata benar sudah minus 2 dan sejak kelas dua cawu 3 Yansen pakai kaca mata. Problem menyalin tugas dari papan tulis bisa teratasi tetapi problem baru muncul.
Sejak kelas dua cawu ke 3 Yansen mulai pakai mata. Memang tujuannya adalah untuk mengatasi penglihatannya yang sudah minus sebab sering kali nonton TV dengan jarak yamg dekat kali ya, dan sudah sering kami bilang kalau nonton tv jaraknya segini, bahkan di lantai keramiknya dikasih tanda, eeeh tetap melanggar. Kalau kami nonton bareng ditegor dia mundur ke belakang garis tetapi kalau meleng dikit bisa maju lagi, dan akhirnya jadilah "Yansen pakai kaca mata".
Yang terjadi kemudian…. karena anaknya aktif jadi kaca matanya sering dibuka dan ditaruh sembarangan. Sudah bisa ditebak masalah datang dalam beberapa hari saja kaca mata pecah. Dan karena itu sudah menjadi kebutuhannya sebagai alat bantu membaca, maka ketika mau pakai, kaca mata tidak berfungsi lagi akan terjadilah peristiwa "Yansen Ngamuk lagi dikelasnya".
Pulang sekolah kami berusaha betulin kaca matanya supaya besoknya di sekolah tidak bermasalah,dan sekalian bikinin serepnya jadi 2 pasang, sebab kami pikir kalau ada masalah dengan kaca mata yang satu pengasuhnya selalu membawa serepnya. Ternyata apa yang kami prediksi terjadi kaca matannya cuma berumur 2 minggu sebab bukanya kasar dan dilempar sembarangan jadi penyok atau kakinya patah.
Pernah kami coba memakai rantai kaca mata, tapi ternyata itupun tidak banyak bantu. Rantainya jadi objek mainan bahkan digigit terus akhirnya putus dan kacamatanya dijadikan objek putar putar dengan memegang salah satu ujung rantai kacamatanya. Kemudian yang kami lakukan adalah memperbanyak stok kaca matanya sampai 3 pasang, sehingga kami menjadi pelanggan rutin kacamata. Mulanya kami membeli kacamata yang ratusan ribu dengan kwalitas agak bagus, tetapi akhirnya kami hanya membeli kaca mata yang puluhan ribu, murah jadi bisa banyak dan yang tahan banting ......he he he kacanyapun supersin anti pecah.......tapi .....tidak anti gores.
Masalah lain timbul waktu Yansen kelas dua. Ada pelajaran bahasa daerah karena kami di Tangerang, yaitu pelajaran bahasa Sunda, selain bahasa Inggeris yang memang sudah dia paham. Berbeda dengan bahasa Indonesia yang menjadi bahasa pengantar sehari hari, kami kesulitan karena harus memperkenalkan satu bahasa lagi. Tadinya kami khawatir apa Yansen tidak bingung dengan macam macam bahasa tapi itu masuk kurikurum depdiknas jadi tidak bisa tolak. Jadi mulailah Yansen diperkenalkan bahwa selain ada bahasa Indonesia yang dipakai sehari hari, ada bahasa Inggris yang dipakai masyarakat International, kemudian ada bahasa daerah bisa Sunda, Jawa dll. Untung anak Yansen tidak bingung dia bisa ngerti konsepnya ada bahasa yang berbeda beda. Buktinya saat kami tes setelah beberapa lama belajar bahasa Sunda (walaupun seminggu cuma sekali), kami tanyakan kalau selamat pagi bahasa Inggrisnya apa ? lalu bahasa Sundanya apa?? ayo … eh... ternyata dia ngerti dan bisa jawab bahkan dia tambahin lagi kalau bahasa Cina apa?? dia balik bertanya ha ha ha rupanya dia mulai mengerti konsepnya bahwa manusia itu beda beda dan bahasanya pun beda beda.
Kami bisa buktikan saat berenang ada orang negro hitam sekali dekat kami main air dan iseng saya tanya, Sen itu orang apa sambil menunjuk orang hitam di dekat kami, eh ternyata dia tahu bahwa orang itu tidah serumpun dengannya walaupun jawabnya, orang luar negeri, dan kami cepat jelaskan betul tapi yang tepat itu orang afrika,dan kami minta dia tanyakan sendiri om dari mana ?? Ternyata orang hitam itu sudah bisa bahasa Indo sebab dia pelatih bola persita dan dia menjawab pertanyaan Yansen dimana negara asalnya.
Pernah kami bawa Yansen ke Malaysia lewat Pontianak, karena papanya asal Pontianak sekalian mengenalkan kampung asal Papanya. Waktu sampai di Kuching ibukota Serawak dia dengar orang berbahasa Melayu, kemudian dia tanya bahasa apa itu ma?? kami jawab itu bahasa Melayu dan rupanya dia ngerti itu bukan bahasa Indonesia. Kami mulai jelaskan kita ini ada di luar negeri jadi bukan di Indonesia tempai tinggal kita. Wawasannya kiga semakin bertambah, seperti saat diajak ke kampung papanya itu, dia tahu itu jauh dari rumah sebab naik kapal laut 40 jam.
Kami jalan jalan ke Malaysia karena waktu itu murah dan satu satunya perjalanan ke LN yang bisa lewat darat hanya Pontianak ke kuching Malaysia naik bis cuma 50 rb per orang dan fiskal cuma 200 rb, bahkan pemegang paspor domisili Kalbar bebas fiscal. Sekarang lewat darat ke 2 adalah ke Timor leste.
Kami memilih perjalanan keluar kota untuk memperluas wawasannya sekaligus memperkenalkan transportasi laut, darat, udara,dan kereta api supaya dia melihat langsung.
Perjalanan ke luar kota rutin kami adakan sebab setiap libur Yansen minta jalan-jalan. Jadi tiap libur kami harus pergi karena Yansen bahkan sudah merencanakannya jauh jauh hari. Jadi kami pikir ini bisa untuk memicu semangat belajarnya, tapi tentunya tujuannya disesuaikan sengan keuangan kami. Bisa ke Puncak, ke Bandung, ke Sukabumi, ke Bogor, ke Cirebon, ke Yogya, ke Lampung. Yang paling sering ke Palembang kampung mamanya, selain juga banyak tante-tantenya Yansen yang sudah merindukannya.
Dalam mendidik anak Autis Punish & Reward harus ditegakkan. Ini betul-betul efektif, jadi kami menerapkannya pada Yansen. Perjalanan adalah reward karena naik kelas atau prestasi bagus, tetapi kami tidak segan segan memberi hukuman kalau dia salah, supaya anak kami mengenal konsep tindakannya 'Salah' atau 'Benar' dan Konsep Reward & Punish betul betul membawa hasil dalam penbentukan karakter.
Mereka senang kalau melakukan yang baik mendapat reward tapi itupun harus ditempatkan pada konteks yang benar.
Pengalaman mengajar anak mengeja dan membaca.
Saat Yansen kelas dua dan sudah memakai kaca mata, kemampuan membacanya meningkat tajam. Karena kami semua baik mama papa dan pengasuhnya selalu mengajarkannya terus menerus secara lisan untuk melatih pendengaran menangkap dikte-dikte dari gurunya. Sebab anak SN itu kalau tidak bisa mengikuti (ketinggalan satu kata saja ) saat dikte dia langsung macet dan untuk seterusnya tidak dikerjain lagi (sangat perfeksionis) karena itu dia maunya semua urut. Kalau ada yang ketinggalan dia kesel sendiri dan belum bisa meminta gurunya untuk mengulang. Apabila kemudian gurunya sadar Yansen tidak menyalin apa yang didiktenya, Yansen sudah tidak mau meneruskannya karena ketinggalan tadi. Terpaksa kemudian harus meminjam catatan temannya sehabis pulang sekolah atau istirahat (biasanya teman temannya yang melaporkan kepada pengasuh yang menunggu diluar.
Cara kami mengajarnya adalah menguraikan suku kaca dan biar Yansen yang merangkumnya menjadi kata dan diucapkannya. Misalnya kami sebut se-la-mat da- tang kemudian yansen merangkumnya menjadi kalimat sambil mengucapkannya "selamat datang". Atau yang lain kami sebut ma-ma ma-u per-gi ker-ja kemudian yansen merangkumnya dan mengucapkannya "mama mau pergi kerja".
Kalau kami mau bicara apapun kepada yansen kami pakai cara ini misalnya: mo-bil i-tu war-na a-pa ? bacanya: (em o be i el i te u we a er en a a pe a) yansen merangkum dan membacanya “mobil ini warna apa”.
Pokoknya tulisan apa saja yang kami temukan dalam perjalanan, kami ajarkan terus seperti itu...... Dan ternyata efektif sekali dan Yansen suka cara begitu karena dianggap sambil main tebak tebakan. Kadang kala dia yang spel uraiannya dan menanyakan kepada kami apa ituuuu? sambil ceka ka kan karena menurut dia lucu.
Sampai akhir kelas dua rupanya Yansen sudah bisa baca kalimat dengan cepat walaupun sepintas lalu misalnya dalam mobil kami suruh baca tulisan dipinggir jalan (iklan atau petunjuk jalan atau nama gerbang tol) dia respon cepat dan langsung membaca lengkap.
Hal lain yang menjadi kendala adalah rutinitas. Kami tahu bagi anak SN rutinitas itu tidak baik, tapi untuk menghilangkan itu tidak gampang. Kalaupun kami bisa melepaskan satu rutinitas akan datang lagi rutinitas lainnya. Kami sudah bisa melepaskan rutinitas Yansen untuk mengajak dia naik motor dan keliling dulu baru saya boleh pergi kerja. Atau waktu pulang kerja, dia sudah tunggu kalau papanya pulang harus ajak naik motor dulu keliling kemudian baru diijinkan masuk rumah dan dia ngak mau tahu walaupun sudah malam atau hujan sekalipun, tetapi lama kelamaan yansen bisa diberi pengertian. Pada mulanya saya sengaja pulang malam, supaya ada alasan sudah malam papa cape jadi ngak usah keliling ya?? mula mula ngak bisa tetapi lama-lama saya pakai vitamin T (Tega) walaupun dia nangis kami sepakat cuek dan akhirnya rutinitas itu terlepas juga.
Kemudian muncul rutinitas lain. Tiap sabtu mau main ke rumah omanya sebab ada peralatan elektronik yang mau dia mainkan, jadi tiap sabtu sudah jadi kebiasaan sehingga tidak bisa ditawar walaupun saya pulang malam harus ngajak dia ke rumah omanya. Pertama kami tidak bisa menghentikannya karena kalau sabtu ngak ke rumah omanya malam itu tidak bisa tidur. Bisa sampai pagi dia nuntut terus, dan apabila kami tidak turuti kemauannya, keesokan harinya dia minta harus ganti 2 kali yaitu selasa jumat coba bayangkan kami didenda....he he he
Cara kami menghentikannya :
1. perjanjian waktu, kami tetap membawanya sesuai jadwal tetapi janji dulu waktunya misalnya setengah jam dan ternyata dia bisa tepati, sebab kalau tidak ada perjanjian waktu susah sekali ngajak pulangnya karena sedang asik bermain barang barang kesukaannya.
2. kami mulai mengalihkan untuk kegiatan lain misalnya sabtu saya bawa dia renang, sampai cape kemudian kami bilang sudah cape ya kita pulang, pertama memang masih ada keinginan untuk tetap ke rumah omanya tapi lama-lama bisa hilang juga. Dan kalau dia ingat lagi mulai nuntut lagi ke rumah oma. Kalau kami melarangnya alasannya kangen sama oma dan masa yansen ngak boleh lihat oma lagi. Akhirnya kami beri pengertian lihat oma boleh tapi jangan tiap sabtu. Jadi kami membawa hari minggu atau hari lain, setelah itu baru terlepas rutinitasnya itu.
Ini adalah sedikit pengalamam kami menangani Yansen saat kelas dua bahkan sampai naik kelas tiga. Bagaimana pergumulan kami saat yansen sudah naik kelas tiga??
Saat Yansen naik kelas tiga, kami menemukan sebuah tanjakan dalam perjalanan pendidikan secara umum, sebab buku pelajaran bertambah. Ada ppkn, saint, ips, dll. Waktu belajarpun menjadi 5 jam meningkat 2 kali lipat dari semula 2,5 jam waktu kelas satu dan dua. Penggunaan alat tulispun meningkat yang tadinya pencil menjadi bolpoint (tulis dengan tinta). Perubahan ini membawa kendala sebab tulisan salah tidak bisa dihapus dengan penghapus karet, tetapi ditempel dengan lebel . Waaaah......bagi Yansen yang perfeksionis, salah /kotor dikit tempel sampai melembung deh buku catatannya dan pekerjaanpun jadi lambat karena urusan tempel tempel tadi jadi pelajaran banyak yang ketinggalan karena banyak catatan atau tugas tidak selesai pada waktunya.
Terus terang kami mulai kewalahan karena tiap hari banyak PR dan banyak PS yang belum selesai serta catatan banyak yang tidak lengkap. Jadi pulang sekolah mesti kejar ketinggalan dan bikin PR belum lagi menburu pinjaman dari teman-temannya. Masih untung sih jaraknya dekat bahkan ada teman Yansen yang tetangga depan rumah jadi kami mesti menjalin hubungan baik dengan teman-teman Yansen. Untungnya ortu teman temannya juga semua mau support.
Adaptasi perubahan pensil ke bolpoint dan tempel menempel berjalan lama maka disinilah perlu kesabaran yang extra extra extended.........bayangkan pulang sekolah ada les.....3 x seminggu, bikin PR bisa sampai magrib belum beres apa lagi ada ulangan. Wah mamanya bisa sampai tengah malam dan kalau belum mantap besok pagi-pagi mamanya ingatin lagi sebelum berangkat sekolah.
Ada hal yang sangat mengguncang kami waktu Yansen selesai mengambil rapor cawu 1 kelas 3, pengasuhnya yang sudah mendampingi Yansen selama 7 (tujuh) tahun minta berhenti karena mau pulang kampung dan nikah. Wah bagai petir di siang bolong, kami cuma dikasih waktu satu bulan untuk cari penggantinya. Tadinya kami sempat kawatir kalau Yansen ditinggal pengasuhnya yang sudah dekat sekali secara emosional, bisa shock dan mempengaruhi belajarnya di sekolah. Tapi akhirnya kami sadar tidak mungkin selamanya dia ikut mengasuh Yansen. Suatu saat pasti ada waktu berpisah. Kitalah justru yang harus mengajar anak anak SN ini untuk bisa mandiri dalam menghadapi segala keadaan.
Kami terus bawa dalam doa-doa,dan mendapat firman Tuhan :"terkutuklah orang yang mengandalkan manusia dan bukan mengandalkan Tuhan" Oleh kekuatan firman itulah kami jadi kuat dan mempersiapkan Yansen untuk dipisahkan dari pengaruh pengasuhnya. Kami terus buat sosial story "Bagaimana kalau mbak ling pulang tidak datang lagi" sebab beberapa kali pulang kampung khan datang lagi. Kali ini sejak pengasuhnya mengatakan mau kawin dan tidak kerja lagi, kami sudah buat storynya "mbak ling mau pulang dan ngak kembali lagi, Yansen mau ikut siapa yo?”.
dan dia jawab "mama". Dan kami terus mengulang tentang topik mbak ling mau pulang kampung dan tidak kembali. Terus Yansen tanya kenapa mbak tidak kembali? Kami jelaskan sudah saatnya mbak ling punya keluarga dan "kawin" dengan orang yang akan jadi suaminya.
Terus kami tanya lagi Yansen mau ikut mama atau mbak ling pulang kampung?? Yansen jawab ikut mama saja berarti sukseslah misi kami sebab pengaruh kami sebagai ortu masih lebih besar.
Waktu sampai waktunya pengasuhnya meninggalkan rumah Yansen sudah siap karena sudah ada storynya dan sejak itu tidak pernah cari lagi pengasuhnya. Berarti pengaruhnya sudah lepas sehingga apa yang tadinya kami takuti tidak terbukti maka amanlah suasana rumah tangga kami.
Apa yang terjadi setelah pergantian pengasuh lama ke pengasuh baru yang belum genap satu bulan bersama Yansen?
Proses penggantian memang berjalan sukses, dan bahkan Yansen sudah tidak merindukan pengasuhnya yang sudah 7 tahun bersama dia. Tetapi yang bermasalah adalah adaptasi pengasuh yang baru dalam menghadapi mood dan bagaimana menangani Yansen. Itu tidak bisa instant bahkan kami mengambil 2 orang sekaligus satu untuk mengantar dan mengurus Yansen di sekolah dan yang satunya mengurus keperluannya di rumah dan tugas mereka bergantian di sekolah dan dirumah, maksudnya supaya mereka tidak kecapean kalau menangani Yansen sendiri.
Tetapi rupanya mereka tidak bisa menangani Yansen dengan maksimal. Mungkin karena tidak tahu sela-sela bagaimana menaklukkan Yansen kalau mood nya sedang tidak kondusif dan menurut laporan, kalau mereka kerasin Yansen, eh dia melawan dan secara fisik tubuh Yansen tambah besar dan tenaganya makin kuat dan kalau anak kami berontak mereka tidak berdaya, tetapi kalau semua dituruti jadi tidak terkendali akhirnya sebulan mereka patah arang dan minta berhenti dua-duanya.
Memang tidak gampang mencari orang mendadak dan harus mengajarkannya dari awal, belum lagi perlu waktu untuk adaptasi. Akhirnya kami mencari pengasuh dadakan dari Yayasan dan mamanya cuti seminggu untuk mengajarkan, mengantar Yansen dan mengurusnya disekolah dan dirumah. Untuk sememtara waktu problem teratasi tetapi durasinya berapa lama?? ini yang jadi pertanyaan.
Setelah berembuk akhirnya salah satu kami harus berhenti kerja dan pilihan jatuh padai istri saya yang harus berhenti kerja, tapi setelah diajukan perusahaannya tidak segera mengijinkannya. Kami berdoa kalaupun mama Yansen berhenti kerja dengan masa kerja 18 tahun, kami berharap dapat pesangon dari perusahaan, tetapi kalau mengundurkan diri paling dapat uang jasa satu atau dua bulan gaji. Dan ternyata Tuhan buka jalan, setelah menceritakan pergumulan keluarga kami dalam hal mengurus anak SN dan alasan berhenti adalah untuk anak, tetapi kami mau tetap punya penghasilan, maka oleh kemurahan Tuhan yang kami percaya telah menjamah pimpinan bahkan pemilik perusahaan tempat istri saya bekerja, maka mereka mengijinkan mama Yansen berhenti dengan pesangon full program pengurangan pegawai tetapi waktunya harus menunggu perusahaan mencari pengganti posisi yang mau ditinggalkan tsb. Mana ada sih pengurangan pegawai di suatu perusahaan harus menunggu rekrut yang baru.......tapi itulah yang kami alami....kami sangat percaya semua ini adalah campur tangan kuasa Tuhan.
Ternyata waktu menunggu realisasi perusahaan itu lama sebab orang yang direkrut yang sudah siap masuk selalu batal, jadi setelah tunggu 3 bln, belum juga dapat, 6 bln belum juga dan baru direalisasi hampir 1 tahun dari saat pengajuan. Sebelum mama Yansen resmi berhenti pada kurun waktu hampir 1 tahun penanganan Yansen didelegasikan kepada pengasuh-pengasuhnya sampai 4 kali ganti, karena semuanya minta berhenti dalam waktu paling tahan 3 bulan dengan alasan tidak sanggup.
Pernah kami coba mencari orang yang lebih ahli dalam penanganan autis untuk mengurus Yansen selama di sekolah saja dan ternyata kami belum sanggup karena jasa tenaga yang terlatih (terapist) minta bayaran 1 jam 25 rb dan kalau dalam sehari kami minta 5 jam saja 125 rb dikali 25 hari sebulan jadi lebih dari 3 jt. Waw jauh dari jangkauan… sedangkan gaji mama Yansen 2,5 jt waktu itu.
Jadi kami putuskan mamanya berhenti kerja dan menangani sendiri Yansen dan setelah dapat uang pesangon kami buka usaha travel dirumah dimana mama Yansen dapat mengurusnya dengan bantuan 2 orang pegawai dan penanganan anakpun lebih banyak waktu tanpa harus kerja keluar rumah.
Dalam tempo setahun waktu Yansen kelas 3 dan sebagian kelas 4 ketika penanganan Yansen dilakukan oleh pengasuhnya yang berganti-ganti ternyata menimbulkan masalah di sekolah. Sering kali ketika Yansen mengamuk di kelas karena ada yang ganggu maka gurunya memanggil pengasuhnya yang menunggu diluar ternyata mereka tidak bisa menangani bahkan Yansen berontak melawan pengasuhnya yang kami tugaskan menemani, mengawasi dan menanganinya kalau ada masalah yang tidak bisa ditake care oleh tim guru.
Kami dipanggil untuk kesekian kalinya oleh Kep Sek berturut turut karena kasus Yansen ngamuk di kelas diganggu teman. Ada lagi kasus Yansen menangis di perpustakaan, bahkan tidak mau masuk kelas karena kaca matanya pecah diinjak orang karena taruh di lantai, ada kasus topi Yansen hilang diambil temannya sehingga Yansen ngamuk tidak mau ikut upacara. Karena dia tidak mau disetrap dengan alasan tidak pakai topi (dari rumah sudah lengkap berikut topi).
Tetapi semua persoalan masih bisa ditoleransi oleh pihak sekolah dan diberi kesempatan untuk meneruskan dengan catatan harus ada yang bisa menangani Yansen dan stand by di sekolah sewaktu waktu ada masalah bisa diatasi.
Waktu Yansen kelas 3 itu jugalah dia pernah sakit dan sempat 12 hari tidak masuk sekolah. Selama Yansen tidak masuk guru-guru dan teman teman merindukannya, karena walaupun Yansen di sekolah kadang bermasalah tetapi lebih banyak membawa sukacita dilingkungan sekolahnya. Mereka bergantian menjenguk Yansen dan memantau perkembangan kesehatannya. Segala pergumulan kami waktu Yansen sakit sudah pernah kami tuliskan dalam posting kami di milis puterakembara dengan judul "Punya anak SN itu anugrah sekaligus amanah".
Untuk prestasi belajar Yansen saat kelas tiga sampai naik kelas 4 tidak ada masalah yang serius, dia bisa ikuti walaupun pengasuh mengawasi dan mengajarnya berganti ganti, kami tetap meminta wali kelasnya untuk memberikan les 3 x seminggu dan waktu kelas 3 les diberikan khusus untuk Yansen tanpa digabung anak anak yang lain dan gurunya yang datang ke rumah setelah pulang sekolah. Semua prestasi dan kemajuan anak kami adalah berkat anugrah Tuhan dan usaha yang tidak putus putusnya dan doa yang tidak jemu-jemu kami panjatkan sebagai ortu yang menerima amanah.
Jangan pernah putus asa tetapi teruslah berusaha. Percayalah Tuhan senantiasa buka jalan, sehingga masa masa sulitpun bisa kita lalui dengan pertolonganNYA. Bagaimana pergumulan kami saat Yansen di kelas empat nanti kami lanjutkan pada tulisan berikutnya.
Pengalaman kami sewaktu Yansen kelas empat.
Fase ini adalah priode yang genting bahkan banyak orang tua berpendapat anak SN kalau sudah sampai kelas empat ngak bisa naik lagi, jadi ada kemungkinan drop out. Bila tidak bisa ikuti pelajaran yang makin dalam, math juga makin susah, banyak PR, banyak ulangan, dan anak juga harus mengarang cerita dengan judul bebas, atau menceritakan kembali apa yang didengarnya lewat TV atau radio (topik berita aktual).
Anak kami Yansen juga mengalami hal sama. Karena banyak tugas yang dibebankan kepadanya, jadi seringkali dia mogok mengerjakannya atau mengerjakan tapi memakan waktu, mungkin dia kecapean atau lagi bete, oleh sebab itu begitu ada libur dia ngajak pergi jalan jalan, refreshing……kali ya maksudnya. Apalagi waktu libur sekolah sebelum kelas 4 mulai, pengasuhnya juga minta cuti dengan alasan ortu sakit dikampung walaupun kami berat mengijinkan pulang karena baru kerja 2 bulan itupun kami didrop dari salah satu daerah transmigrasi di Sumsel dengan iming-iming naik pesawat dari Palembang ke Jakarta tapi karena mohon terus kami biarkan pulang tapi naik bis. Janjinya kalau Yansen masuk sekolah mau datang ternyata tidak datang datang.........janji tinggal janji. Sementara waktu yang fix buat mama Yansen berhenti kerja baru boleh akhir september jadi praktis waktu itu tidak ada lagi penggantian pengasuh Yansen kecuali seorang pekerja RT yang sudah berumur 50 an.
Yansen pagi-pagi kami antar dengan bekal makanan dari rumah dan terpaksa tidak ditungguin. Pada awalnya memang tidak ada masalah, malah kami pikir kalau sudah bisa ditinggal biarkan saja Yansen belajar mandiri. Tetapi apa yang kami lakukan menuai badai, Yansen yang selama tiga bulan tidak ada yang dampingi di sekolah ternyata jadi tidak terkendali karena waktu dia coba coba melakukan hal hal yang negative tidak ada yang mengarahkan bahkan menurut cerita ada teman temannya yang mengerjai Yansen saat makan ada makanan yang terjatuh dilantai disuruh ambil dan dimakannya. Ada gurunya yang ngak tega kemudian simpati dan menyuapkan Yansen. Dan banyak lagi cerita yang kami dengar tapi tidak bisa berbuat banyak sebab mau cari pekerja yang bisa dampingi Yansen tidak gampang. Pengasuh baru tidak gampang adaptasi, tunggu yang lama tidak nongol-nongol jadi vakum pendamping berbulan bulan.
Wali kelasnya Yansen di kelas 4 yang tadinya bersedia memberi les ternyata baru 3 bulan pertama menarik diri dengan alasan tidak punya waktu tetapi kalau Yansen dicampur les dengan orang banyak ganggu konsentrasi yang lain, katanya memberi alasan. Jadi Yansen makin berat mengikuti pelajaran dan menurut laporan gurunya sering tidak mau mencatat. Mungkin karena banyak ketinggalan, Yansen menjadi kesel dan mogok melakukan tugasnya di sekolah, oleh karena itu saat pulang ke rumah mamanya musti kerja extra mengejar ketinggalannya seringkali sampai larut malam tugasnya belum selesai sehingga dia bete dan ortupun cape.
Waktu cawu pertama karena dipicu banyak hal kemajuan Yansen sangat minim, bahkan boleh dibilang stagnan tetapi kami tetap berusaha supaya Yansen bisa bertahan dan melewati masa masa sulitnya. Suatu hari Yansen bikin ulah lagi di sekolahnya dia kencing langsung dari depan kelasnya yang ada dilantai dua dan ada guru yang memergokinya dan melaporkan kepada Kep Sek. Kemudian Yansen mau distrab/dihukum tetapi dia berontak mengamuk di ruang Kepsek dan memecahkan kaca nako dan guru kelasnya yang katanya kewalahan menangani Yansen juga memberi api. Setelah Yansen dibawa pulang, semua guru dan pengurus meeting dengan kep sek dan .........hasilnya atas kesepakatan semua memutuskan "MENGELUARKAN YANSEN DARI SEKOLAH".
Besok pagi kami dipanggil menghadap kep Sek dan beliau mulai bercerita: Kami sudah kasih kesempatan Yansen untuk belajar dan memang selama ini secara akademis anak bapak bisa ikuti, tetapi tingkah lakunya masih belum bisa kami kendalikan. Kemarin malah kencing dari lantai dua dan untung bukan jam istirahat sehingga tidak ada yang jadi korban kucuran air kencing anak bapak. Malah sekarang anak bapak sering keluar kelas bahkan masuk kelas lain yang sedang belajar, sering masuk ruang guru dan mengacak-acak lemari buku yang dia lagi suka. Guru-guru sering melaporkan mereka terganggu bahkan karena tubuhnya makin besar sering melawan kalau ditegor dan.......masih banyak ini ...dan itu..........
Saya sudah menangkap kemana arahnya pembicaraan tertuju, tiba tiba hati saya menjadi hancur, tak sadar saya mulai meneteskan air mata,.......rupanya saya menangis ..... sampai terisak-isak dan mengalirlah air mata bahkan air hidung ikut keluar sambil mendengar perkataan Kep Sek yang belum sampai kesimpulan....... Saya tidak sanggup lagi berkata-kata sesudah Kep Sek mengucapkan:
"Dengan sangat terpaksa kami pihak sekolah atas keputusan rapat mengeluarkan Yansen dari Sekolah ini" dan kami kasih waktu 1 minggu untuk mencari sekolah lain.
Seorang bapak menangis dihadapan kep sek dan beberapa staffnya mungkin baru dengar ceritanya tapi ini kisah nyata lho. Papanya Yansen menangisi anaknya yang mau dikeluarkan dari sekolah, kok bisa ya?? Belakangan baru sadar pada waktu Yansen kelas tiga dan pernah sakit tifus 12 hari dan dalam pergumulannya saya diberi kesempatan merasakan hati Bapa. Waktu itu saya menangis lebih dari 2 jam (yang pernah baca posting saya berjudul "Punya anak SN adalah anugrah sekaligus amanah") pasti lebih meresapi ceritanya. Ternyata Tuhan sudah menyediakan semua kebutuhan kami:
1. Waktu pengasuhnya mau berhenti secara naluri bisa mempraktekkan Sosial Stories yang belum pernah kami tahu dan tidak pernah belajar sebelumnya. Hasilnya sangat
memuaskan.
2.Waktu Yansen mau dikeluarkan dari sekolah, Tuhan sudah sediakan Hati BAPA jauh sebelumnya.

Menurut manusia jasmani, saya tidak bisa apa apa lagi, karena semua fakta tidak bisa dipungkiri, maka pikiran secara akal sehat mengatakan tamatlah riwayat sekolah Yansen kali ini tetapi.......masih ada Dimensi manusia rohani, karena tiap hari kami bangun dimensi rohani terasa lebih kuat. Aku mulai bangkit dan bersemangat setelah diberikan tissu untuk menghapus segala air yang mengalir deras tadi, saya mulai kuat dan dengan kekuatan manusia rohanilah saya mulai berbicara: Saya mengerti semua kesulitan sekolah karena anak kami. Kalaupun saya ada di pihak sekolah mungkin saya akan memutuskan hal yang sama karena hanya satu orang yang bermasalah,ya dikeluarkan saja ...habis perkara...kenapa banyak orang harus menanggung derita karena satu orang???. Tapi saya mau ketuk hati nurani Bapak, tidakkah bapak punya belas kasihan kalau Yansen dikeluarkan dan berhenti sekolah padahal dia ingin sekolah dan dia sanggup mengikutinya secara akademis !! Yansen pasti stress kalau tiba tiba dia diberhentikan dari sekolah.

Kemudian kep sek menjawab ini adalah keputusan rapat jadi apapun alasannya tidak dapat kami batalkan. Sebelum meninggalkan sekolah saya cuma ngomong Pak tolong kasih kesempatan Yansen untuk sampai tamat SD di sekolah ini, kemudian saya pulang dengan hati yang hancur. Sepanjang jalan saya menangis, hati BAPA mencengkram sangat kuat, sampai di rumah saya masih menangis langsung masuk kamar dan istri saya yang sudah mulai tidak bekerja di kantornya waktu itu, masuk dan menanyakan masalahnya karena tadi tidak ikut waktu menghadap Kep sek. Setelah tahu Yansen mau dikeluarkan, kami suami istri mulai berdoa, ya Tuhan secara manusia kami tidak berdaya, tetapi kami mau serahkan semua yang kami hadapi atas Yansen. Kami serahkan ketanganMU ya Allah, Engkau maha kuasa dan tidak ada yang mustahil. Tak lupa kami mendoakan pengurus pengurus sekolah dan masalah masalahnya.
Apa yang terjadi? kami mau saksikan ternyata kuasa doa itu dasyat. Seminggu kemudian waktu yang diberikan mencari sekolahpun tiba dan kamipun tidak panik dan mencari cari sekolah sebab kami percaya kalau Tuhan yang telah menyediakan sekolah buat Yansen tidak ada seorangpun yang dapat menggagalkannya. Kami dipanggil menghadap, saya dan istri pergi menemui kep sek dan mau tahu apa yang terlontar dari mulut sang kep sek "Kami memang sudah sepakat lewat rapat guru dan pengurus untuk Mengeluarkan Yansen dari sekolah ini tetapi kami tidak sanggup melaksanakan keputusan rapat sekolah karena KAMI TIDAK TEGA. Waduh ini sungguh luar biasa, bukan pekerjaan manusia tapi ini adalah campur tangan Tuhan. Kami sangat terharu dan berterima kasih atas kebijaksanaan pengurus sekolah yang mau memenuhi permintaan kami supaya Yansen boleh sampai tamat di sekolah itu.
Segala puji syukur hanya bagi DIA yang menyediakan segala sesuatu bagi keperluan umatNya. Kami merasa lebih kaya dari siapapun sebab apa yang yang kami perlukan Tuhan sediakan tepat waktunya dan tidak pernah terlambat. Yansen kembali mendapatkan kesempatan sekolah. Setelah itu, kami sepakat menyediakan pendamping full time yaitu mamanya yang mengasihi dan mencintai juga papa dan kakaknya Yanni yang mendukung kelancaran belajar Yansen. Dan kesemuanya itu karena anugrahNya.
Pesan yang ingin kami sampaikan adalah jangan takut dan khawatir, kalau Tuhan titipkan anak SN dalam hidup kita. Itu adalah bagian hidup kita, syukurilah dan terimalah sebagai anugrah dan sekaligus amanah.
Pengalaman mengajar anak SN belajar supaya tetap bertahan di sekolah umum.
Saat Yansen kelas 4, mamanya mengambil alih penanganan Yansen secara penuh setelah melepaskan pekerjaannya dikantor yang sudah ditekuni 18 tahun. Mamanya selalu stand by di rumah, memberikan sebagian besar waktunya untuk mengajar Yansen, karena sudah tidak ada les dari guru kelasnya maka prestasi belajar Yansen mulai beranjak naik, pelan tapi terus naik.
Memang tidak gampang mengajar anak yang punya predikat special ini. Mesti extra sabar sebab kalau lagi tidak mood kerjakan PR satu soal 1 jam belum tentu selesai. Mesti ditongkrongi terus baru dikerjain, kalau tidak ditemanin langsung perhatiannya ketempat lain dan PR tidak selesai. Karena tidak bisa focus, maka mamanya harus menunggui terus, kalau ada yang ngak ngerti, bantu cariin kuncinya. Kalau mamanya mentok telpon gurunya atau telpon teman temannya.
Untuk pelajaran pelajaran hafalan biasanya mamanya merangkum inti sari dari tex book dan kemudian diprint menjadi kertas kerja untuk latihan........sebab kalau disuruh baca dibuku terlalu banyak Yansen menjadi bete dan sama sekali ngak mau baca. Jadi kalau ada ulangan Yansen hanya belajar dari rangkuman-rangkuman itu. Dimulai dari 10 soal kemudian ditanyain mamanya, kemudian lanjut 10 soal lagi, dan kembali ditanyai, sampai berulang ulang dan hasilnya sedikit banyak pasti hafal.
Untuk mengajar anak SN carikan metode yang memang dia suka atau enjoy, contoh Yansen lebih tertarik belajar kalau soal soal dibuat teka teki silang, dan dia semangat untuk mencari jawabannya. Pilihan ganda lebih menarik minatnya, sekaligus mengasah daya pikirnya. Kalau bisa seperti program family 100 itu dia suka, jadi ada pelajaran sekolah masukan soalnya dan sediakan pilihan jawabnya. Pada umumnya anak anak SN tertarik sebab kalau benar jawabannya ada musiknya yang khas seakan memberikan aplaus, itu suatu reward baginya.
Untuk pelajaran ilmu pasti yang ada rumusnya, Yansen lebih baik penguasaannya, cuma ketelitian kurang, sebab Yansen inginnya cepat selesai, dan suka tidak teliti, padahal dia sudah menguasai. Karena kurang teliti hasilnya bisa salah, jadi kami selalu ingatin untuk lebih teliti kalau membaca soal sebab kadang kadang soal banyak jebakannya.
Di sekolah setelah Yansen bermasalah, sejak itu didampingi full, tetapi karena mamanya merintis usaha travel di rumah, jadi yang dampingi asisten mamanya yang sudah ditraining ala kadarnya untuk khusus mendampingi Yansen dan mamanya hanya ke sekolah kalau jam istirahat karena jarak rumah dan sekolah hanya 1,5 km. Hanya hari-hari tertentu mamanya mendampingi Yansen di sekolah.
Akhirnya semua guru dan juga kep sek bisa melihat kemajuan Yansen dan perestasi belajarpun meningkat, bahkan sampai akhir kelas 4 prestasi Yansen terus membaik bahkan waktu kenaikan kelas dari hasil rapornya ternyata Yansen sudah masuk 10 besar.
Kami bersyukur karena Tuhan selalu membuka jalan saat kami merasa tidak punya jalan, dan anak kami yang special itu pun naik kelas 5. Walaupun banyak liku-likunya tapi misi kami Yansen harus tetap bertahan disekolah umum sampai tamat.
Dinamika perkembangan Yansen saat kelas 5 SD baik jasmani, jiwani dan rohani.
Saat yansen kelas 5 secara fisik pertumbuhannya cepat sekali, bahkan tingginya mencapai 165cm dengan berat 65 kg, jauh melebihi mamanya. Makannya kuat sekali karena asisten khusus mamanya yang mengurus Yansen memberi makan pagi, di sekolah istirahat 1 dikasih snack, istirahat ke 2 dikasih makan bekal yang dibawah dari rumah, pulang sekolah dikasih makan lagi, malam sekali lagi …….
Kalau ngak diketatin bisa tak terbendung, makanya mamanya mengetatkan makanannya, pagi minum jus buah yang dirotasi, siang kalau sudah makan di sekolah, pulang sekolah tidak makan, dan malam baru dikasih makan lagi. Menu tetap menghindari casien, gluten, pewarna, pengawet, pelezat, gula pasir, dkknya. Hasil dari pengetatan makanan nyata sekali. Yansen menjadi langsing, tidak gendut kayak papanya.
Kematangan secara jiwanipun juga terlihat baik pikiran, perasaan dan kehendak. Bisa menerima logika, sebab akibat, tidak bertahan pada kehendak sendiri, bisa menerima alasan yang lawan bicara sampaikan, dan tidak ngamuk lagi bila sesuatu yang dia mau tertunda kalau alasannya bisa diterima. Contohnya saat frekwensi makanan dikurangi, Yansen responnya bagus, malah sering dia pakai alat jogging di rumah dan berkomentar Yansen mau langsing ya, wih sudah tahu penampilan rupanya anak kami yang special ini.
Secara rohanipun perkembangannya cukup baik, Yansen sudah bisa mimpin doa di depan kelas. Sebelum makan dia kami ajarkan berdoa agar Tuhan menguduskan makanan dan minumannya, mensyukuri setiap berkat yang diterimanya sebab kalau Yansen minta sesuatu yang nilainya agak besar kami minta dia berdoa dulu, dan kalau mimpinya tercapai bisa mengucap syukur dan terima kasih kepadaNya. Kalau dia sakit atau sedang ada problem, Yansen bisa berdoa minta kesembuhan dan minta pertolongan Tuhan, bahkan kalau ortu sakit, atau guru gurunya sakit sering kali minta Yansen yang doakan, dan terkadang tanpa kita minta, diapun bisa berdoa Tuhan sembuhkan mama, kalau mamanya bilang mama sakit, tidak bisa temanin Yansen.
Kalau ada temannya yang tidak masuk, wah Yansen sibuk dan terus bertanya, kenapa si anu ngak masuk?? mulai dia cari tahu ,menghampiri meja gurunya, apakah ada surat pemberitahuan ortunya, kalau ngak dia gelisah, dan begitu sampai di rumah, Yansen langsung bikin surat pemberitahuan ditujukan kepada wali kelas atas nama ortu murid, makanya kalau ada ortu murid datang ke sekolah Yansen sering mengajak berkenalan, dengan gaya yang akrab merangkul pundaknya dan bertanya "ini mama siapa"?? dan para ortupun melayani dengan ramah, tidak heran Yansen menjadi primadona di lingkungan sekolahnya. Kalau Yansen sempat beberapa hari tidak masuk, semuanya kesepian.
Waktu naik kelas 5 yang mendampingi Yansen di sekolah adalah asisten khusus mamanya yang ditugaskan memantau semua kegiatan belajar dan tingkah laku Yansen selama di sekolah, sedangkan mama Yansen stand by dirumah karena sedang merintis usaha travel, dan ketika Yansen pulang sekolah, mamanya yang banyak mengajar yansen. Guru kelas juga hanya sempat memberikan les 2 bulan sejak naik kelas 5, sebab beliau punya waktu terbatas karena punya anak yang masih butuh perhatiannya dirumah, dan kalau yansen digabungkan les masal, dianggap tidak efisien dan mengganggu yang lain. Kalau kumpul les di rumah temannya, setengah waktu les terbuang untuk menenangkan situasi dimana Yansen suka observasi semua ruangan rumah yang masih asing baginya.
Ketika proses belajar dan mengajar baru berjalan 3 bulan saat yansen kelas 5, ternyata ada kejadian heboh lagi terulang. Kali ini Yansen tidak konsentrasi belajar, tidak mencatat topik yang sedang dibahas, PS tidak digubrisnya, dan pendamping yang diberi tugas untuk take care Yansen tidak sanggup mencairkan suasana kegalauan hati Yansen. Sejak sebelum berangkat ke sekolah sudah ada masalah, dimana ada kliping denah-denah rumah yang sedang dikumpulkan Yansen tercecer/hilang dan mulai pagi Yansen sudah menuntut dicarikan tetapi sampai mau berangkat tidak ketemu juga, maka perkara hilangnya kliping itu yang membuat galau pikirannya terbawa sampai di sekolah. Dan ketika pendampingnya dipanggil gurunya untuk menegur kelakuan Yansen yang dianggap tidak kondusif tidak berhasil, pendampingnya kemungkinan stress dan berlaku kasar kepada yansen dengan mencubitnya, maka Yansenpun bangkit melawannya. Mungkin karena panik sehingga Yansen terdorong jatuh dan mengamuk di kelas. Suasanapun jadi kacau sehingga pihak sekolah menghubungi kami untuk membawa pulang Yansen dan pendampingnya.
Keesokan harinya kami langsung menghadap kep sek dan beliau merespon agak keras karena menilai pendamping tidak bisa menangani Yansen saat bermasalah. Setelah kami berunding saat itu juga kami memutuskan untuk selanjutnya mama Yansen sendiri yang akan mendampingi Yansen full day di sekolah. Melihat kesungguhan kami yang mau berkorban demi kemajuan anak kami, maka pihak sekolah pun sangat respek sehingga memberikan kesempatan Yansen untuk tetap belajar sampai tamat. Mulai saat itu tidak pernah ada panggilan lagi dari pihak sekolah karena mamanya terlibat langsung di sekolah. Jadi teman-teman Yansenpun jadi teman mamanya, juga guru guru dan para ortu murid menberikan dukungannya.
Sejak kejadian itu, semua masalah belajar mengajar Yansen ditangani langsung oleh mamanya dan tidak ada less tambahan sampai kelas 6 bahkan sampai tamat. Prestasi Yansen menunjukkan kemajuan, nilai-nilaipun rata rata bagus, dan semua kegiatan sekolah Yansen ikuti tanpa pernah absen. Melihat kondisi Yansen yang sudah kondusif, maka pihak sekolah memberikan kelonggaran untuk tidak perlu mendamping Yansen full day di sekolah, jadi waktu kelas 6 kami hanya mengantar Yansen pagi ke sekolah,waktu istirahat dipantau 15 menit dan menjemputnya waktu pulang. Hanya kegiatan out door yang perlu didampingi.
Kami bersyukur kepada Tuhan karena anugrahNya anak kami yang special ini bertumbuh menjadi remaja. Semua karena campur tangan Tuhan sebab kami sadar kemampuan kami sangat terbatas tetapi kami sepenuhnya bergantung kepada Tuhan, pencipta yang agung yang tidak terbatas kuasanya. Apa yang kami butuhkan, Tuhan sediakan tepat waktunya, sebab itu kepada semua orang tua yang punya anak special, kalau Tuhan titipkan anak dalam hidup kita, apapun kondisinya itu adalah anugrah dan terimalah sebagai amanah, sebab Tuhan sebenarnya lebih peduli, karena semua adalah milikNYA.
Pernah suatu ketika, karena kecapean dan hampir putus asa karena banyak masalah yang berliku-liku dalam mengasuh dan mendidik Yansen anak kami yang memang special, ketika berdoa, aku sempat berkeluh kesah:"Tuhan kenapa Engkau ijinkan anak yang special ini menjadi beban dalam kehidupan kami??”, kenapa kami harus berletih-lelah dengan perkara ini dan itu??. Tahukah apa yang Tuhan taruh dalam hatiku?, ketika saat teduh menantikan Tuhan:"itu milikKU yang dititipkan kepadamu, kapan saja Aku bisa mengambilnya kembali, bila engkau tidak mau menerimanya sebagai bagian dalam hidupmu", sejak saat itu aku kembali disadarkan bahwa kalau Tuhan beri kita anak special itu anugrah dan sekaligus amanah, itu sudah menjadi bagian dalam hidup kita, oleh karena itu bersyukurlah dalam segala hal, karena ALLAH turut bekerja. Dalam segala hal mendatangkan kebaikan bagi setiap orang yang dikasihiNYA.
Tak terasa hari hari berlalu, Yansen anak kami yang memang special itu bertumbuh. Tiap pagi aku berdoa semoga Yansen selalu diberkati Tuhan makin hari makin baik, makin besar makin baik. Dan ternyata jerih lelah dan pengorbanan kami tidak sia sia, sebab terlihat nyata banyak kemajuan yang tidak pernah kami pikirkan kini menjadi kenyataan dalam kehidupan kami. Sejak naik kelas 6, Yansen sudah bisa mengatur rumah tangga, kalau pembantu pulang kampung, maka dia mulai mengatur : siapa yang nyuci, siapa yang gosok, siapa yang ngepel dll. Begitu pulang sekolah, kalau tidak banyak PR, dia langsung cuci pakaian sekeluarga (pakai mesin cuci), kemudian sorenya dia masak nasi (pakai rice cooker), kemudian dia beri tugas mamanya gosok pakaian, dan begitu ciecienya pulang langsung dicerca,ciecie ngepel ya!. Kalau banyak PR dimana dia tidak sempat cuci pakaian, begitu saya pulang langsung dipesanin, papa cuci ya, Yansen masih mau kerjakan PR. Sebagai ayahnya maka sayapun melaksanakan tugas yang diberikan anak kami yang special itu, dan herannya tidak ada yang mengajari yansen masak nasi tapi airnya selalu pas dan nasinyapun pulen (mungkin karena dia hobby baca resep). Yang heran lagi dia bahkan bisa menterjemahkan resep bahasa Indonesia ke bahasa Inggris walaupun dalam tata bahasa yang kaku.
Hal yang masih mengganjal adalah Yansen terobsesi berat dengan alat alat elektronik, sehingga katalog hypermarket, dan carefore menjadi langganannya. Tidak heran kalau banyak kliping alat alat elektronik yang dikumpulkannya, diapun suka menggambar alat alat elektronik, dan semua merk dia hafal. Kami agak kewalahan kalau ke supersrore karena Yansen akan menghabiskan banyak waktu di counter elektronik, semua unit dilihat, diperhatikan, dicobain switch-switchnya bahkan dia membaca buku petunjuknya kalau ada. Kapan terbitnya katalogpun dia hafal, dan selalu meminta kami ambilkan kalau waktunya tiba. Kalau saya terlambat atau lupa ambilkan maka dia langsung buka website dan bilang kami lalai dia langsung mencetak semua catalog full colour, aduh……tintanya mahal.
Itulah dinamika punya anak special. Perasaan menyenangkan, menegangkan dan mengharukan senantiasa menjadi warna hidup kami. Selanjutnya kami akan menceritakan dinamika saat anak kami yang special ini memasuki masa puber dan liku-likunya.
Kami mau bagikan pengalaman anak kami yang sedang puber saat kelas enam dan lulus ujian SD.
Beberapa bulan menjelang ujian akhir usia anak kami hampir genap 12 tahun. Dia selalu ingat hari jadinya dan minta dibelikan kue tart Ultah, dan tepat tgl 19 Mei 2006 kami rayakan sederhana di rumah. Kami baru sadar anak kami sudah menginjak remaja, dimana sudah terjadi perubahan secara fisik secara alami. Suarapun berubah, dimana bagian alat kelaminnya sudah mulai tumbuh bulu halus.
Kami mulai mengajarkan Yansen tentang pertumbuhan seorang anak menjadi remaja dan ciri ciri yang terjadi pada dirinya. Satu hal yang berhasil adalah Yansen mulai mengerti bahwa dia bukan anak anak lagi. Ini bisa dibuktikan saat kami mengajarnya harus menutup alat kemaluannya dengan handuk saat keluar dari kamar mandi. Selama ini memang Yansen sudah biasa mandi sendiri tetapi kadang kadang masih suka nyelonong keluar bugil untuk mengambil sesuatu, eh ternyata sekarang dia ngerti dan ngak pernah lagi nyelonong bugil. Kami hanya perlu beberapa kali ingatin bahwa dia sudah remaja, jadi alat kemaluan jangan dipamerkan. Namanya alat kemaluan jadi malu kalau sampai terlihat orang lain, itu tidak sopan, dan ternyata berhasil.
Dan ketika Yansen melihat kakaknya yang cewe mengalami pertumbuhan di dadanya, diapun bisa tanya Kok ciecie ada nen nen ya??. Kami beri penjelasan, kalau perempuan akan tumbuh dadanya sebagai bagian tubuh wanita yang nanti menjadi tempat produksi susu. Yansen kan dulu minum susu mama juga ayo ingat ngak?? Yansen tertawa cekikikan, mungkin lucu menurut pikirannya.
Kami sangat paham tidak gampang untuk mendidik seorang anak SN yang sedang menginjak masa puber. Perkembangan hormon dalam tubuhnya yang menyebabkan perubahan yang drastis, sehingga banyak hal yang dia ingin tahu dan dia mulai cari tahu. Mulai dengan memegang-megang alat kelaminnya yang mulai membesar ukurannya. Selama dia tidak memamerkan di tempat umum kami tidak kawatir dengan kelakuannya sebab kami anggap wajarlah mungkin dia sedang bergejolak akibat pertumbuhannya, dimana mukanya pun mulai tumbuh jerawat.
Hal yang lebih mengkhawatirkan adalah Yansen mulai suka memeluk teman temannya yang laki laki, bahkan dia mulai tertarik dengan lawan jenisnya. Orang orang yang melihat tingkah lakunyapun berkomentar, wah Yansen lagi puber nih, makanya yang mengawasinya agak kewalahan. Di sekolahnya ada beberapa orang teman yang suka diganggu, maksudnya kalau ketemu dia mau peluk. Ada anak laki laki namanya Hendrik, orangnya gemuk dan rupanya Yansen suka peluk dia karena Hendrik risih tetapi tidak bisa tegas menolak saat Yansen mendekat kepadanya maka dialah yang jadi objek mainan Yansen tiap hari. Kabarnya Hendri cengeng beberapa kali sampai nangis. Dan kalau yang wanita yang Yansen suka itu Desy. Kalau ketemu, Yansen pasti mendekati dan mau pegang pegang dan reaksi Desi, saat Yansen mendekati dia adalah: iyiiiieee sambil menghindar. Rupanya Yansen suka dengan sikapnya dan respon iyiiiee nya sambil menghinda itu. Kedua orang anak itulah yang paling banyak diganggu dan untung tidak satu kelas.
Kami mulai menyelidiki dan guru-gurupun tahu kok aneh Hendrik dan Desi yang menjadi sasaran Yansen, sedang yang lain tidak. Akhirnya kami ketemu jawabannya rupanya yang lain kalau Yansen coba peluk atau pegang, mereka TEGAS menolak dan berkata: “hus jangan ganggu!!” hasilnya Yansen mundur dan cari sasaran yang lain, sedangkan respon Desi tidak tegas sehingga Yansen ingin mengulangi terus.
Karena mama Yansen yang sehari-hari menemani di sekolah, maka semua informasi dan laporan datang kepadanya, maka mamanya mulai memberitahukan cara untuk menolak Yansen kalau dia coba mengganggu. Harus TEGAS dan Yansenpun kami tegur dan ingatin terus untuk bersikap sopan dan tidak mengganggu yang lainnya, akhirnya berhasil dan belakangan Desi dan Hendrik sudah tidak pernah diganggu lagi.
Selanjutnya Yansen mulai tertarik bagian tubuh wanita terutama bagian pegunungannya. Mungkin dia terobsesi beberapa kali pernah menyenggol nen nen mamanya saat mau tidur dan dia berkomentar nen nen mama lembut ya. Yansen masih tidur sekamar dengan kami padahal kami sudah buat kamar untuk dia, tapi dia ngak mau tidur di kamarnya sendiri. Ketika kami tanya alasannya dia jawab kayak penjara. Memang kecil ukuran 1,8 X 2,2 M hanya muat ranjang single yang ada lemari dibagian kepalanya dan meja belajar,dan kalau dia duduk di ranjang langsung berhadapan dengan meja belajar. Sadar anak kami sedang puber maka kami harus extra hati hati dalam melakukan segala sesuatu di rumah. Pernah kepergok Yansen mengintip PRT mandi di ruang cuci pakaian, memang pintu ditutup tapi Yansen rupanya mengintip di balik hordeng. Kami sudah berkali kali melarang Mbaknya mandi disitu tapi dicuekin dan setelah itulah kami benar-benar melarang PRT mandi disana. Pernah juga Yansen yang menunggu giliran mandi, karena terlalu lama menunggu menggedor pintu kamar mandi dimana ciecienya sedang mandi. Tiba tiba pintu terbuka dan sempat terlihat Yansen dan berkomentar nen nen ciecie, sambil cekikikan.
Mulai saat itulah Yansen terobsesi dengan bagian pegunungan seorang wanita. Di sekolah ada temannya yang pernah dipegang-pegang Yansen bagian gunungnya, setelah kami dapat laporan dari teman cewenya itu, kami sudah berusaha mengajar Yansen tentang alat alat reproduksi seorang wanita termasuk fungsi payudara dan bagaimana sopan santun untuk tidak boleh menyentuh bagian tubuh seseorang terutama bagian yang sangat sensitif karena tidak sopan.
Dan untuk anak SN harus diingatin terus, berulang ulang. Dan sulitnya di depan kami saat kami ajarkan dengan sabar dan lembut, Yansen responnya manis: “ya, Yansen tidak lakukan lagi.” tapi dia bisa ulangi lagi dan ulangi lagi. Makanya kami HARUS TEGAS dan agak dikerasin (tidak bisa longgar).
Yansen bahkan makin tertarik melihat penampilan seorang wanita. Hal ini bisa kami lihat dia selalu memilih baju tidur untuk mamanya. Tiap hari sebelum mamanya mandi dia sudah siapkan, mama pakai baju ini, kemudian senyum-senyum puas kalau mamanya memakai pilihannya. Karena kami melihat tingkat lakunya sudah seperti seorang pria dewasa, maka kami memutuskan Yansen tidur sama papanya dan ciecienya tidur dengan mamanya. Untuk menghindari obsesinya tentang payudara seorang wanita yang mungkin tidak sengaja tersentuh atau terlihat olehnya.
Kemudian saat yang ditunggu anak-anak kelas 6 tiba yaitu Ujian Akhir Sekolah. Persiapan Yansenpun seadanya, karena obsesinya tentang nen nen tadi sangat mengganggu konsentrasi belajarnya. Sering kalau dia ingat dia nyeletuk nen nen si anu nen nen si anu lalu tertawa meresapi apa yang sedang dia imajinasikan.
Hal itulah yang kami tidak mau, dia ada didalam dunianya sendiri dan kami berusaha supaya Yansen tidak terlarut dalam dunianya. Untung saat ujian Yansen bisa mengerjakan soal-soal dengan baik sesuai dengan waktu ditentukan. Kami menjanjikan Reward Kalau lulus, Yansen boleh ke Palembang.
Ada cerita lucu saat ujian matematika. Karena yang jaga bukan guru dari sekolahnya, maka merekapun tidak kenal Yansen. Ceritanya waktu ujian mat habis dan bell berbunyi Yansen nyeletuk belum selesai dan dia bertahan di mejanya dan terus menyelesaikan. Guru pengawas akhirnya memberi waktu 5 menit tetapi akhirnya wali kelasnya masuk dan mengambil kertas ulangan yansen untuk diserahkan kepada pengawasnya. Terakhir guru pengawasnya tahu Yansen anak SN, mereka paham dan berkenalan dengan Yansen.
Sebelum libur sehabis ujian, sekolahnya mengadakan perpisahan di Taman Cibodas Puncak dan acara Happy ending ini diikuti seluruh murid. Ada beberapa ortu murid ikut termasuk mamanya Yansen. Acara perpisahan ini menorehkan memori yang indah dimana anak-anak terlepas sesaat dari beban belajar dan boleh santai. Dan saat malam api unggun mereka saling merangkul dan saling minta maaf. Yansenpun bisa minta maaf kepada Hendrik dan Desi yang selama ini selalu diganggu dan mereka semua bebaikan dan menerima Yansen dengan suka cita, bermain dan berfoto bersama.
Ada yang mengagetkan, saat Yansen berjalan bersama mamanya didaerah perbukitan taman cibodas sambil berangkulan, ada pengunjung yang nyeletuk: “rasanya dunia ini milik berdua.” jadi mereka mengira Yansen sedang berpacaran dan mamanya adalah pasangannya. Memang ternyata Yansen sudah besar dan lebih tinggi dari mamanya, dan waktu berlalu tak terasa. Anak kami Yansen tumbuh menjadi seorang remaja.
Pada saat libur seminggu sebelum ke Palembang, pas malam minggu Yansen mengajak main ke Time Zone. Karena sudah lulus dan tinggal menunggu cap 3 jari untuk ijazah, maka saya setuju malam itu boleh ke mall sekalian makan malam dan kemudian anak-anak main Time Zone. Siangnya, mamanya laporan kalau tadi Yansen ngomong nen nen mbak Karni dan memegang payudara PRT tersebut, makanya sebelum berangkat ke mall saya panggil Yansen: “sini sen tadi Yansen berlaku kurang sopan sama mbak Karni. Boleh ngak Yansen lakukan?” jawabnya: “ngak lagi”. Terus saya bilang minta maaf sama mbak Karni, dia nurut dan lakukan, maafin Yansen ya mbak. Terus saya ngomong:”Janji Ya sen Papa ngak mau Yansen ngomong nen nen siapapun dan jangan pegang-pegang nen nen siapapun, nanti papa hajar kamu”. Dan mamanya tambahin kalau ngomong-ngomong nen nen lagi ngak jadi ke Palembang. Jawabnya manis:”ya Yansen ngak lagi”. Dia tambah lagi harus kendalikan diri dan harus sopan. Cobaaa jawabannya kan manis sekali.
Pada saat perjalanan ke mall, eh ternyata Yansen ngomong lagi nen nen mbak karni, sambil ketawa. Kami kembali menegurnya. Kalau Yansen belum bisa mengendalikan diri kita pulang, tidak usah ke Time Zone. Kemudian Yansen jawab ngak lagi, tidak boleh ngomomg nen nen ,ngak sopan ya.
Nah saat kami jalan-jalan di mall setelah makan eh rupanya Yansen teringat lagi obsesinya tadi, dia nyeletuk, nen nen mbak karni, sambil tertawa tawa, nen nen Novi, sambil cekikikan asik sendiri. Makanya mamanya tegur dia, kok ngomong nen nen lagi? kan yansen sudah janji, awas kalau ngomong lagi mama jewel mulutnya.
Ternyata ngak lama kemudian dia ulangi lagi, ngomong lagi sambil tertawa. Karena dilarang tidak bisa, akhirnya mamanya mencubit pipinya. Reaksinya dia malah melawan dan dengan gregetan mau balas dan menjamah nene mamanya sambil meremes. Saat itu tangannya ditepis mamanya, kemudian berkata ke Palembang batal saja. Melihat mamanya marah Yansen minta maaf dan mencoba menawar hukuman lain tapi ke Palembang jangan batal. Mamanya bilang tidak bisa, dan kami memang sepakat kalau mama bilang tidak bisa kemudian si anak berpaling kepada papanya jawabannya sama. Kasus ini sekaligus menjadi test case untuk membaca kemampuan berpikir yansen, ternyata otaknya jalan, dia kemudian mengajukan penyelesaian kasusnya karena merasa bersalah, dan berkata ke Palembang jangan batal, hukum yansen saja pa. Dan kami harus tega untuk melakukan hukuman lain itu.
Sebenarnya kami memang tidak bermaksud membatalkan perjalanan ke Palembang karena itu janji kami kalau Yansen lulus. Tapi karena Yansen berbuat aneh aneh kami coba ancam dia dengan hal lain. Tetapi setelah menginjak umur 12 tahun ancaman tidak mempan lagi, bahkan Yansen bisa nego memilih dihukum daripada membatalkan apa yang menjadi keinginan favoritnya.
Sampai saat ini kami masih terus belajar untuk dapat mendidik anak kami dengan baik. Bagaimana mendidik anak spesial kami saat bertumbuh menjadi remaja, apalagi menghadapi masa pubertas. Kami baru sadar hukuman fisikpun tidak efektif lagi, bahkan Yansen punya senjata untuk meluluhkan hati kami saat kami mau menghukumnya.
Ketika tiba waktunya berangkat ke Palembang, maka saya mempersiapkan tiket untuk 3 orang mama, Yansen dan Yani serta ikut pula ketiga sepupunya 3 orang. Yansen dapat menikmati liburannya selama 2 minggu di kampung mamanya dan kembali ke Jakarta menjelang masuk Tahun ajaran baru dimana Yansen terdaftar sebagai murid kelas 1 SMP.
Saat mengetahui anak kesayangan anda terdiagnosa Autis, seringkali sebagai Ortu kita menjadi panik dan seperti ada beban ber ton-ton di atas bahu ortu. Kamipun mengalaminya. Jadi kita semua mempunyai beban yang sama yaitu "Bagaimana caranya supaya anak-anak yang spesial ini bisa mandiri kelak.” jawaban pertanyaan inilah yang menjadi PR kita semua para ortu anak berkebutuhan khusus.
Setelah kami sadar bahwa semua yang terjadi dalam hidup ini adalah atas seizin Tuhan termasuk punya anak SN ini, maka beban inipun harus diterima sebagai anugrah dan sekaligus amanah. Jadi kami bisa mengucap syukur dalam segala hal. Hasilnya adalah beban menjadi RINGAN, ah masak ya? coba jalankan.................
Punya mimpi terlalu muluk? Bagaimana kalau mimpi itu tidak menjadi kenyataan? apa tidak down? Kita boleh bermimpi, tapi Mimpi bukan sembarang mimpi. Bermimpi harus disertai iman artinya adalah punya pengharapan. Disertai iman percaya bahwa Tuhan selalu memberi yang terbaik. Jangan ngotot pasang target tetapi hal yang paling esensi dalam beriman adalah bisa mengucap syukur dalam setiap kemajuan, dalam setiap keadaan yang Tuhan izinkan terjadi dalam anak anak kita yang notabene adalah titipan Tuhan Punya anak SN yang ada dibenak kita harus punya uang yang banyak untuk biaya diagnosa, terapi, sekolah yang mahal, pengasuh , pendamping/terapis dan masih banyak lagi daftar pengeluaran yang sudah terpampang di hadapan kita sebagai ortu. Pastilah stress kalau seandainya semua biaya yang kita bayangkan itu di luar kemampuan kita. Kamipun mengalami hal serupa, tapi kami mau katakan UANG bukan segalanya sekalipun memang perlu biaya.
Sebetulnya yang lebih penting adalah Cinta Kasih dan kepedulian orang tua dan keluarga memberikan sumbangsih yang paling besar dalam pemulihan anak SN. BerIMAN, berHARAP dan berSERAH di dalam KASIH Tuhan akan memenuhi segala kebutuhan yang kita perlukan lebih dari sekedar uang. Jangan pernah berpikir kalau punya uang banyak baru bisa mengatasi masalah anak SN, dan kalau tidak punya uang banyak maka tamatlah semuanya.
Memang sebagai ortu tugas kita adalah berusaha semampu kita. Kalau dikaruniakan banyak uang ya tidak ada salahnya melakukan tindakan medis, terapi yang terbaik karena secara keuanganan tidak ada masalah. Sebaliknya bagi ortu yang masih harus menyesuaikan pengeluaran, jangan kecil hati sebab kamipun ada di dalam kelompok ini. Mari kita ber IMAN bahwa Tuhan akan memenuhi segala kebutuhan kita. Tuhan punya banyak cara untuk menjawab doa-doa umatNYA yang percaya, berharap dan mengasihiNYA. Semua ini bukan cuma ngomong aja, karena kami sudah mengalaminya.
Anak kami Yansen saat ini telah tamat SD umum dan pada saat menulis artikel ini dia sudah masuk kelas 1 SMP Umum. Ketika kami bertanya kepadanya bagaimana sekolah SMP? Apakah susah?. Jawabnya ngak sih tapi buku pelajarannya banyak!, Memang itu MASALAH pendidikan formal kurikulum di Indonesia. Terlalu rumit untuk anak SN. Kalau ada kurukulum yang disesuaikan minat dan kemampuan yang terarah itu lebih baik bagi anak SN agar tidak terlalu terbeban dengan pelajaran yang tidak diminati.
Terima kasih buat semua pihak yang turut mendukung dan peduli atas kemajuan anak kami. Semoga Tuhan membalas semua jerih lelah setiap umatNya.
Kepada semua ortu yang punya anak special, biarlah apa yang kami alami boleh menjadi berkat bagi yang lain untuk tetap berharap kepadaNya yang senantiasa memberikan yang terbaik bagi kita umat yang mengasihiNya.
Tuhan kiranya memberkati kita, para orang tua dan tentunya anak anak spesial kita semua.
Amien.

Sumber : http://puterakembara.org/archives10/00000062.shtml