Selasa, 19 April 2011

Privasi (artikel)

Sumber : http://www.hukumhiburan.com/id/index_sub.php?tab=artikel&judul=MEWASPADAI%20PELANGGARAN%20PRIVASI%20DI%20TELEVISI%20INDONESIA&tgl=2006-06-12&headerimage=cap08



penjelasan artikel yaitu, karena memang tidak berasal dari akar budaya masyarakat kita, maka perlindungan Privasi seperti tidak mendapatkan perhatian secara khusus. Seandainya pun ada ketentuan hukum yang mengaturnya maka pengaturan tersebut dilakukan secara parsial dan tidak menyeluruh. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281).

Menurut Altman (dalam Prabowo, 1998), mendefinisikan privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Menurut Prabowo (1998) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi privasi adalah faktor personal, faktor situasional, dan faktor budaya yang dimana bahwa pada tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapat privasi. Gifford (dalam Prabowo, 1998).

Pengaruh Privasi terhadap Perilaku, saat privasi kita terganggu maka secara langsung akan menimbulkan rasa tidak menyenangkan pada diri. Menurut Westin (dalam Prabowo , 1998) dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.
Sedangkan Privasi dalam Konteks Budaya, faktor budaya berkaitan dengan erat dengan perbedaan tentang privasi ditiap kebudayaan yang ada.

Teritorialitas (artikel)

Sumber : http://www.unisosdem.org/kliping_detail.php?aid=11300&coid=1&caid=27


Penjelasan dalam artikel yaitu ruang teritorial yang dimiliki negara akan menentukan kedaulatan, power, bahkan keamanan yang dimiliki negara. Karena itu, batas dan luas teritorial berperan amat signifikan dalam menentukan eksistensi suatu negara. Gagasan utama penentuan batas teritorial ini adalah untuk membedakan negara secara fisik. Selain itu, batas negara juga menjadi alat untuk mengontrol aliran barang, gagasan, dan ideologi.

Elemen-elemen Teritorialitas
menurut beberapa ahli yaitu:
1. Porteus (dalam Lang, 1987) mengidentifikasi 3 kumpulan tingkat spasial yang
saling terkait satu sama lain:
a. Personal space, yang telah banyak dibahas di muka.
b. Home Base, ruang-ruang yang dipertahankan secara aktif, misalnya rumah tinggal
atau lingkungan rumah tinggal.
c. Home Range, seting-seting perilaku yang terbentuk dari bagian kehidupan
seseorang.
2. Sedangkan menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari territorial, yaitu
a)Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
b)Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
c)Hak untuk mepertahankan diri dari gangguan luar
d)Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar psikologis
sampai kepada kepuasaan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.

Stres (artikel)

Sumber artikel: http://vano2000.wordpress.com/2010/05/05/kesesakan-dan-perilaku-agresif-di-penjara/


Penjelasan dari artikel, jadi Salah satu penyebab timbulnya stress di penjara adalah kondisi penjara yang sangat jauh dari kondisi ideal. baik dari kondisi fisik penjara, terkadang ukurannya kecil, orangnya banyak, sehingga menyebabkan para tahanan cenderung merasa sesak akan kondisi tersebut dan membuat menjadi stress. Kesesakan yang terjadi di dalam penjara berdampak pada tingkat stress, agresifitas, dan bahkan bunuh diri.

Stress mempunyai hubungan positif dengan kesesakan. ketika seseorang mengalami kesesakan yang tinggi, maka tingkat stres pun tinggi. Di penjara, dengan kondisi yang serba terbatas, mulai dari ruangan yang sempit, informasi, dan hiburan terbatas, membuat tingkat stres cenderung tinggi. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya ruang gerak, serta keinginan untuk melakukan apa yang dimau.

Menurut teori behaviour constraint, lingkungan bisa membatasi seseorang dalam berperilaku. Bila hal itu terjadi, yang pertama muncul adalah perasaan tidak nyaman, dan perasaan negatif, dan bahkan bisa menimbulkan stress bila berlangsung lama.

Istilah stres itu sendiri menurut Lazarus (dalam Prabowo, 1998), stress adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
Jenis stres menurut Robbins ada Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat, negatif, dan destruktif (bersifat merusak) dan Psychological stress terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang
penuh stress sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui kemampuan copingnya. Sedangkan model stres menurut Cox (dalam Prabowo, 1998)salah satunya Overload, yang dimana ketika sebuah stimulus datang secara intens dan individu tidak dapat mengadaptasi lebih lama lagi.

Ruang Personal (artikel)

Sumber artikel: http://vano2000.wordpress.com/2010/05/05/kesesakan-dan-perilaku-agresif-di-penjara/


penjelasan dari artikel jadi, di dalam penjara, Ketika seseorang mempersepsikan ruang personalnya dilanggar orang lain, maka akan menimbulkan keterbangkitan (arousal) pada diri orang tersebut.
Ruang personal menurut Goofman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah disekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.

Ruang personal adalah area individu yang berada di sekitarnya, ketika ruang tersebut dilanggar, maka timbul perasaan yang tidak nyaman (Haim, dkk., 2002). Di penjara, dengan kondisi yang serba terbatas, akan memungkin terjadinya pelanggaran terhadap ruang personal seseorang. Ketika pelanggaran itu terjadi, maka dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman, dan akan berlanjut mengalami kesesakan. Bila ini terjadi terus bisa menimbulkan perilaku agresif bagi orang yang dilanggar ruang personalnya.

Senin, 18 April 2011

kesesakan (artikel)

Sumber artikel;
http://vano2000.wordpress.com/2010/05/05/kesesakan-dan-perilaku-agresif-di-penjara/


dalam artikel, kesesakan yang terjadi dipenjara dalam teori kesesakan, muncul karena faktor lingkungan yang dimana capasity atau jumlah maksimum penghuni yang ditampung banyak. dalam teori perilaku, keadaan dapat dikatakan sesak apabila suatu kondisi yang membatasi aktifitas individu tersebut dalam suatu seting.
faktor lain yang memunculkan kesesakan yaitu faktor personal(berkaitan dengan tingginya kepadatan yang dapat memberikan kontribusi terhadap munculnya kesesakan) dan faktor sosial(berkaitan dengan kehadiran dan perilaku orang lain).

Stress

A. DEFINISI STRESS
Istilah stress dikemukakan oleh Hans Selye (dalam Prabowo, 1998) yang mendefinisikan stress sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Sedangkan menurut Lazarus (dalam Prabowo, 1998), stress adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan karena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Definisi lain dating dari Robert S. Feldman (dalam Fausiah. F dkk, 2007) stress adalah suatu proses yang menilai suatu peristiwa sebagai sesuatu yang mengancam, menantang, ataupun membahayakan dan individu merespon peristiwa itu pada level fisiologis, emosional, kognitif dan perilaku
Terdapat 3 fase dalam stress:
1. Fase alarm
2. Fase Resistensi, dan
3. Fase Exhausted (kelelahan)

B. MODEL STRESS

Cox (dalam Prabowo, 1998) mengemukakan 3 model stress, yaitu:
1. Response-based model
Stres model ini mengacu sebagai kelompok gangguan kejiwaan dan respon-respon psikis yang timbul pada situasi sulit. Pusat perhatian dari model ini adalah bagaimana stressor yang berasal dari peristiwa lingkungan yang berbeda-beda dapat menghasilkan respon stress yang sama
2. Stimulus-based model
Memusatkan perhatian pada sifat-sifat stimulus stress. Tiga karakteristik penting dari stimuli stress adalah:
a. Overload: Ketika sebuah stimulus dating secara intens dan individu tidak dapat
mengadaptasi lebih lama lagi
b. Conflict: Terjadi ketika sebuah stimulus secara stimultan membangkitkandua
atau lebih respon-respon yang tidak berkesesuaian. Cenderung bersifat ambigu,
dalam artian stimulus tidak memperhitungkan kecenderungan respon yang wajar
c. Unconrollability: Terjadi pada peristiwa-peristiwa dari kehidupan yang
bebas/tidak tergantung pada perilaku diamana pada situasi ini menunjukan
tingkat stress yang tinggi.
3. Interactional model
Model perpaduan dari kedua model sebelumnya. Ini mengingatkan bahwa dua model terdahulu membutuhkan tambahan informasi mengenai motif-motif individual dan kempuan mengatasi. Prabowo (1998)
Pendekatan ini beranggapan bahwa keseluruhan pengalaman stress didalam beberapa situasi akan tergantung pada keseimbangan antara stressor, tuntutan dan kemampuan mengatasi. Prabowo (1998)

C. Jenis Stress
Setiap manusia tentu pernah mengalami stres. Stres menurut Robbins diartikan sebagai suatu kondisi yang menekan keadaan psikis seseorang dalam mencapai suatu kesempatan dimana untuk mencapai kesempatan tersebut terdapat batasan atau penghalang. Stres yang terjadi pada setiap manusia itu berbeda-beda. Untuk lebih mengetahui jenis-jenisnya. Berikut jenis-jenis Stres dengan berbagai pendapat :
a. Quick dan Quick (1984) mengkategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif,
dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan
individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan,
fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.
2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,
negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk konsekuensi
individu dan juga organisasi seperti penyakit kardiovaskular dan tingkat
ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi, yang diasosiasikan dengan keadaan
sakit, penurunan, dan kematian.
b. Holahan menyebutkan jenis stress yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu:
1. Systemic stress
Systemic stress didefinisikan oleh Selye sebagai respon non spesifik dari
tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan.
2. Psychological stres
Psychological stress terjadi ketika individu menjumpai kondisi lingkungan yang
penuh stress sebagai ancaman yang secara kuat menantang atau melampaui
kemampuan copingnya.

D. Stress Lingkungan
Dalam mengulas dampak lingkungan binaan terutam terhadap stress psikologis, Zimring mengajukan dua pengandaian. Pertama, stress dihasilkan oleh proses dinamik ketika orang berusaha memperoleh kesesuaian antara kebutuhan-kebutuhan dan tujuan dengan apa yang disajikan oleh lingkungan. Proses ini dinamik karena kebutuhan-kebutuhan individual sangat bervariasi sepanjang waktu dan berbagai macam untuk masing-masing individu terhadap lingkungannya juga berbagai macam. Kedua, bahwa variabel transmisi harus diperhitungkan bila mengkaji stress psikologisyang disebabkan oleh lingkungan binaan. Misalnya perkantoran, status, anggapan tentang control, pengaturan ruang dan kualitas lain dapat menjadi variabel transmisi yang berpengaruh pada pandangan individu terhadap situasi yang dapat dipakai untuk menentukan apakah situasi tersebut menimbulkan stress atau tidak.
Lazarus dan Folkman (dalam Baron dan Byrne, 1991) mengidentifikasikan stres lingkungan sebagai ancaman-ancaman yang dating dari dunia sekitar. Singer dan Baum (dalam Evans, 1982) mengartikan stres lingkungan dalam 3 faktor, yaitu :
1. Stressor fisik (suara)
2. Penerimaan individu terhadap stressor yang dianggap sebagai ancaman (appraisal of
the stressor.
3. Dampak stressor pada organism (fisiologis)



Sumber:
Prabowo.H, (1998), Arsitektur Psikologi dan Masyarakat Seri Diktat Kuliah, Depok: Penerbit Gunadarma
Fausiah. F, Widury. J,(2005), Psikologi Abnormal Klinis Dewasa, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
http://www.elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab7-stres_lingkungan.pdf

Privasi

A. Definisi Privasi
Menurut Altman (dalam Prabowo, 1998), mendefinisikan privasi adalah proses pengontrolan yang selektif terhadap akses kepada diri sendiri dan akses kepada orang lain. Sedangkan menurut Rapoport (dalam Prabowo, 1998) mendefinisikan privasi sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi, kemampuan untuk memperoleh pilihan-pilihan dan kemampuan untuk mencapai interaksi seperti yang diinginkan
Adapun menurut Altman (dalam Prabowo, 1998) fungsi dari privasi. Pertama, privasi adalah pengaturan dan pengontrol interaksi interpersonal yang berarti sejauh mana hubungan dengan orang lain diinginkan, kapan waktunya menyendiri dan kapan waktunya bersama-sama dengan orang lain. Fungsi privasi kedua adalah merencanakan dan membuat strategi untuk berhubungan dengan orang lain. Fungsi ketiga privasi adalah memperjelas identitas diri

B. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Privasi

Adapun menurut Prabowo (1998) factor-faktor yang dapat mempengaruhi privasi antara lain:
1. Faktor Personal
Marshall (dalam Prabowo, 1998) mengatakan bahwa perbedaan dalam latar belakang pribadi akan berhubungan dengan kebutuhan akan privasi. Dalam penelitiannya, ditemukan bahwa orang yang banyak menghabiskan waktunya di perkotaan akan lebih memilih keadaan anonym dan intimacy.
2. Faktor Situasional
Menurut Gifford (dalam Prabowo, 1998) beberapa hasil penelitian tentang privasi dalam dunia kerja, secara umum menyimpulkan bahwa kepuasan terhadap kebutuhan akan privasi sangat berhubungan dengan seberapa besar lingkungan mengijinkan orang-orang di dalamnya untuk menyendiri.
3. Faktor Budaya
Penemuan dari beberapa peneliti tentang privasi dalam berbagai budaya memandang bahwa pada tiap-tiap budaya tidak ditemukan adanya perbedaan dalam banyaknya privasi yang diinginkan, tetapi sangat berbeda dalam cara bagaimana mereka mendapat privasi. Gifford (dalam Prabowo, 1998)

C. Pengaruh Privasi terhadap Perilaku
Sepeti layaknya manusia pada umumnya, saat privasi kita terganggu maka secara langsung akan menimbulkan rasa tidak menyenangkan pada diri. Menurut Westin (dalam Prabowo , 1998) dengan privasi kita juga dapat melakukan evaluasi diri dan membantu kita mengembangkan dan mengelola perasaan otonomi diri (personal autonomy). Otonomi ini meliputi perasaan bebas, kesadaran memilih dan kemerdekaan dari pengaruh orang lain.

D. Privasi dalam Konteks Budaya
Faktor budaya berkaitan dengan erat dengan perbedaan tentang privasi ditiap kebudayaan yang ada. Misalnya saja orang Arab menginginkan tinggal di dalam rumah yang memiliki dinding tinggi dan padat yang mengelilingi rumah mereka. Gifford (dalam Prabowo, 1998). Masih menurut penelitian Gifford, di suatu desa yang terletak di Bagian Selatan India, justru orang-orang tersebut tidak merasa betah bila terpisah dengan tetangganya.


Sumber:
Prabowo. H, (1998). Arsitektur, Psikologi dan Masyarakat Seri Diktat Kuliah, Depok: Penerbit Gunadarma.
Prabowo, H. (1998). Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma.

Teritorialitas

A. Definisi Teritorialitas
Menurut Holahan (dalam Iskandar, 1990), menyatakan bahwa territorial adalah suatu tingkah laku yang diasosiasikan pemilik atau tempat yang ditempatinya atau area yang sering melibatkan cirri pemiliknya dan pertahanan dari serangan orang lain.
Lalu jika ada yang bertanya apa perbedaan antara terotorial dengan ruang personal? Maka jawabannya merujuk pada pendapat Sommer dan de War (1963) bahwa territorial bersifat menetap sehingga tak bisa berubah, sedangkan jika ruang personal akan terus kita bawa kemanapun kita pergi.

B. Elemen-elemen Teritorialitas
Ada beberapa ahli yang mengemukakan tentang elemen-elemen territorial diantara para ahli tersebut adalah:
1. Porteus (dalam Lang, 1987) mengidentifikasi 3 kumpulan tingkat spasial yang
saling terkait satu sama lain:
a. Personal space, yang telah banyak dibahas di muka.
b. Home Base, ruang-ruang yang dipertahankan secara aktif, misalnya rumah
tinggal atau lingkungan rumah tinggal.
c. Home Range, seting-seting perilaku yang terbentuk dari bagian kehidupan
seseorang.
2. Sedangkan menurut Lang (1987), terdapat empat karakter dari territorial, yaitu
a)Kepemilikan atau hak dari suatu tempat
b)Personalisasi atau penandaan dari suatu area tertentu
c)Hak untuk mepertahankan diri dari gangguan luar
d)Pengatur dari beberapa fungsi, mulai dari bertemunya kebutuhan dasar
psikologis sampai kepada kepuasaan kognitif dan kebutuhan-kebutuhan estetika.

C. Teritorialitas dan Perbedaan Budaya

Menurut penelitian oleh Smith (dalam Gifford, 1987) dan Edney and Jordan Edney (dalam Gifford, 1987). Penelitian ini meneliti tentang orang dengan kewarganegaraan Perancis, Jerman, dan Amerika. Terbukti bahwa Warga Jerman memiliki sifat territorial paling besar dari ketiga kewarganegaraan lainnya. Dalam penggunaan pantai. Mereka sering memakai penghalang benteng pasir yang meruapakan tanda bahwa pantai disediakan untuk kelompok tertentu. Walau secara bentuk ketiga nya hamper sama, namun Jerman memiliki penuntutan territorial [aling besar diantara yang lainnya.


Sumber:
Prabowo. H, (1998), Arsitektur Psikologi dan Masyarakat Seri Diktat Kuliah, Depok: Penerbit Gunadarma
www.elearning.gunadarma.ac.id/…/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf

Ruang Personal

A. Definisi Ruang Personal(Personal Space)
Istilah personal space pertama kali digunakan oleh katz pada tahun 1973 dan bukan merupakan sesuatu yang unik dalam istilah psikologi, karena istilah ini juga dipakai dalam bidang biologi, antropologi dan arsitektur (Yusuf, 1991).
Sedangkan Goofman (dalam Altman, 1975) menggambarkan ruang personal sebagai jarak/daerah disekitar individu dimana dengan memasuki daerah orang lain, menyebabkan orang lain tersebut merasa batasnya dilanggar, merasa tidak senang, dan kadang-kadang menarik diri.

Edward T Hall membagi 4 zona spasial dalam interaksi social, yang terdiri dari: jarak intim, jarak personal, jarak social, dan jarak public.
1. Jarak Intim
Jarak dekat atau akrab. Jarak antara 0-18 inchi. Pada zona ini seseorang dapat merasakan kehadiran orang lain dengan jelas. Hal ini karena seseorang dengan jarak sedekat ini dapat merasakan panas tubuh, bau, suara sampai tarikan nafas. Sedangkan pada jarak 0-6 inchi atau sering disebut dengan fase dekat pada jarak intim, kontak fisik menjadi teramat penting. Misal saat seseorang sedang bercinta, atau bermain gulat atau sumo.
2. Jarak Pribadi
Memiliki jarak antara 1,5 – 4 kaki. Dan masih dibagi lagi menjadi dua fase. Yaitu fase dekat (1,5 – 2,5 kaki) dan fase jauh (2,5 – 4 kaki). Fase dekat memiliki kesamaan dengan jarak intim. Seseorang masih bisa mencium bau, sentuhan dan lain-lain. Namun tidak terjadi sepertinya halnya saat seseorang bercinta atau bergulat. Sedangkan fase jauh, jaraknya memanjang dimana saat seseorang saling mengulurkan tangan baru terjadi sentuhan. Namun komunikasi masih dapat dilakukan, karena masih dapat mengamati beberapa hal dari lawan bicara, seperti warna rambut, mimic muka, ekspresi dan lain sebagainya
3. Jarak social
Memiliki jarak 4 – 25 kaki dan merupakan jarak yang masih memungkinkan untuk melakukan kontak social maupun hubungan bisnis. Keras dan nyaring nya suara menjadi bagian yang penting dan dengan mudah dapat dideteksi, namun hal-hal seperti fase sebelumnya menjadi kurang penting.
4. Zona public
Berjarak 12 – 25 kaki. Jarak ini biasa terdapat dalam pembicaraan-pembicaraan formal. Seperti seminar, pidato dan lain sebagainya.

B. Ruang Personal dan Perbedaan Budaya
Sama halnya dengan kesesakan. Ruang personal juga memiliki perbedaan ditiap budaya dalam negara-negara yang ada di dunia. Seperti orang Jerman yang memiliki sensitifitas terhadap gangguan. Sedangkan orang-orang Inggris adalah orang yang pribadi atau private. Penelitian juga menemukan bahwa orang Arab memiliki jarak interpersonal lebih dekat disbanding dengan orang-orang Amerika yang memiliki jarak interpersonal yang lebih jauh lagi.


Sumber:
Prabowo.H. (1998). Arsitektur Psikologi dan Masyarakat Seri Diktat Kuliah. Depok. Penerbit Gunadarma.
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab5-ruang_personal_dan_teritorialias.pdf

Kesesakan

A. Pengertian Kesesakan
Kepadatan memiliki perbedaan dengan kesesakan, walaupun masih belum jelas benar dimana letak perbedaannya. Bahkan banyak dari masyarakat awam yang mendefinisakan antara kepadatan sama dengan kesesakan. Walaupun mungkin kesesakan memiliki level yang lebih tinggi dibanding dengan kepadatan.

Menurut Altman (1975) kesesakan adalah suatu proses interpersonal pada suatu tingkatan interaksi manusia satu dengan lainnya dalam suatu pasangan atau kelompok kecil. Kepadatan yang tinggi dapat menimbulkan kesesakan pada individu (Heimstra dan McFarling, 1978; Holahan, 1982).

Baum dan Paulus (1987) menerangkan bahwa suatu keadaan dimana kepadatan bisa dikatakan sebagai kesesakan bila memiliki empat faktor:
1. Karakteristik seting fisik
2. Karakteristik seting social
3. Karakteristik personal
4. Kemampuan beradaptasi
Adapun pendapat lain yang datang dari Kapoport (dalam Stokols dan Altman, 1987) yang mengungkapkan bahwa kesesakan adalah suatu evaluasi subjektif dimana besarnya ruang tidak dirasa tidak mencukupi, sebagai kelanjutan dari persepsi langsung terhadap ruang yang tersedia. Namun kembali lagi, bahwa kesesakan adalah suatu persepsi. Sehingga kesesakan memiliki makna yang berbeda ditiap individu.

B. Teori- Teori Kesesakan
Teori-Teori kesesakan secara garis besar dibagi menjadi 3 bagian: Kendala perilaku, teori ekologi, dan beban stimulus.
1. Teori Beban Stimulus
Teori ini muncul karena pandangan bahwa kesesakan akan terbentuk saat stimulus yang masuk kedalam diri individu melebihi kapasitas nya, sehingga timbul suatu kegagalan pemrosesan stimulus atau informasi dari lingkungannya. Berlebihnya informasi yang masuk dapat terjadi karena beberapa aspek, yaitu:
• Kondisi fisik yang tidak menyenangkan
• Jarak fisik antar individu terlalu dekat
• Suatu percakapan yang tidak diinginkan
• Terlalu banyak teman dalam berinteraksi
• Interaksi yang ada terlalu lama.
Namun layaknya proses kognitif, individu juga melakukan suatu penyaringan terhadap semua informasi yang masuk, sehingga informasi yang masuk ke diri individu hanya lah yang menurut individu tersebut penting atau essensial, sedangkan yang lainnya akan menghilang.

2. Teori Ekologi
Menurut Wicker (1976) mengemukakan teorinya tentang meaning. Menurutnya kesesakan muncul karena factor lingkungan dimana hal tersebut itu terjadi.
Analisa terhadap seting meliputi
1. Maintanence Minimum, Yaitu jumlah minimum manusia yang mendukung suatu seting agar suatu aktivitas dapat berlangsung.
2. Capacity, jumlah maksimum penghuni yang dapat ditampung oleh suatu lingkungan
3. Aplicant, jumlah penghuni yang mengambil bagian-bagian dalam suatu lingkungan
Ketiga analisa tersebut memiliki suatu hubunga yang saling berkesinambungan, seperti saat applicant lebih sedikit dari pada maintanence minimum, berarti jumlah warga yang dibutuhkan untuk terjadinya suatu aktifitas tidak mencukupi

3. Teori Kendala Perilaku
Teori ini berpendapat bahwa suatu keadaan dapat dikatakan sesak apabila suatu kondisi yang membatasi aktifitas individu tersebut dalam suatu seting. Menurut teori ini, bila timbul gangguan terhadap kebebasan berperilaku, maka akan menimbulkan semacam penolakan psikologis dari dalam diri individu tersebut. Kesesakan timbul karena adanya usaha-usaha yang terlalu banyak, yang membutuhkan energy fisik maupun psikis untuk mengatur tingkat enteraksi yang diinginkan. Energi fisik dipakai untuk menjaga ruang personal yang dimiliki, selain itu juga untuk mempertahankan teritori dari gangguan orang lain. Energy fisiologis timbul ketika individu berusaha mengatur interaksi dengan orang lain.

C. Faktor Pengaruh Kesesakan
1. Faktor Personal
Terdiri dari Kontrol pribadi atau locus of control, yang hal ini berkaitan dengan tingginya kepadatan yang dapat memberikan kontribusi terhadap munculnya kesesakan. Sedangakn budaya memiliki kaitan tentang persepsi masyarakat tentang kesesakan itu sendiri. Dan yang terakhir dalam factor personal adalah jenis kelamin, ditemukan penelitian bahwa pria memiliki pengalaman kesesakan lebih disbanding wanita karena lebih menunjukan sikap reaktif terhadap kondisi tersebut.
2. Faktor Sosial
Faktor-faktor ini berkaitan dengan kehadiran dan perilaku orang lain, formasi koalisi, kualitas hubungan yang berkaitan dengan bagaimana orang lain memiliki suatu cara berpikir yang sama sehingga kesesakan dapat berkurang, dan informasi yang tersedia, dalam artian kesiapan individu tersebut terhadap kesesakan yang akan terjadi. Jika individu tersebut memiliki informasi sebelumnya tentang kepadatan yang terjadi maka ia akan merasa lebihsiap disbanding dengan individu yang tidak memiliki info sama sekali.

D. Pengaruh Kesesakan terhadap Perilaku
• Menurunnya kualitas hidup (Freedman, 1973)
• Aktifitas seseorang akan terganggu oleh aktifitas orang lain.
• Disorganisasi keluarga, agresi, penarikan diri secara psikologi (psychological withdrawal)
• Gangguan terhadap norma tempat dapat meningkatkan gejolak dan ketidaknyamanan (Epstein, 1982)


Sumber:
http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/peng_psikologi_lingkungan/bab4-kepadatan_dan_kesesakan.pdf
Prabowo, H. 1998. Pengantar Psikologi Lingkungan. Seri Diktat Kuliah. Jakarta: Penerbit Gunadarma.